GOLD PRICE IS IN YOUR HAND!!

Unduh gratis aplikasi pemantau harga emas kami, untuk pengguna BlackBerry klik http://www.salmadinar.com/ota dan pengguna Android klik http://www.salmadinar.com/android langsung dari device Anda

24hr Gold Dinar Chart

24hr Gold Dinar Chart

Minggu, 28 Februari 2010

HAI DIRHAM, APA KABARMU ?


Mungkin kita sibuk memperbincangkan Dinar emas, sehingga kita sedikit melupakan keberadaan Dirham perak. Dan memang tak dipungkiri bahwa istilah ‘logam mulia/precious metal’ identik dengan emas. Begitupun dengan pandangan masyarakat kita bahwa untuk investasi / menabung, emas, dalam berbagai bentuknya (batangan, dinar/koin, dan perhiasan), masih menjadi pilihan pertama dan utama.

Padahal kita tahu, dalam beberapa hal, Dirham tak kalah ‘sakti’. Bahkan jika kita meniatkan untuk menegakkan muamalah yang ‘nyunnah’, Dirham adalah pilihan paling praktis. Untuk berbagai keperluan transaksi dengan nilai tak besar, seperti untuk kebutuhan bahan pokok sehari-hari, Dirham adalah pilihannya.

Dalam berbagai literatur sejarah Islam, Dirham sebenarnya malah lebih mudah ditemui, baik awal pembuatan, standarisasinya, hingga penggunaannya. Sebagaimana kita ketahui, emas dan perak dalam bentuk tibr (belum dicetak sebagai uang, artinya belum terstandarisasi), dengan beberapa alasan diantaranya kemampuan penambangan dan pencetakan logam mulia yang masih rendah, telah lazim digunakan pada jaman Rasulullah SAW masih hidup. Baru pada jaman Umar Ibn Khattab, Dinar dan Dirham yang distandarisasi, dicetak dan umum digunakan.

Al-Maqrizi mengatakan, “Maka ketika Umar bin Al-Khattab RA menjabat sebagai khalifah, dia menetapkan uang pada kondisinya semula dan tidak terjadi perubahan sesuatu pun padanya, hingga tahun 18 H. Dalam tahun keenam kekhalifahannya, maka Umar RA mencetak dirham a la ukiran Kisra (Persia) dan dengan bentuk yang sama. Hanya saja dia menambahkan dalam sebagiannya dengan kata “Alhamdulillah”, dalam sebagian yang lain dengan kata “Rasulullah”, dan pada yang lain lagi dengan kata “Lailaaha illallah”, sedangkan gambarnya adalah gambar raja Kisra, bukan gambar Umar.”

Nilai Dirham terhadap Dinar sendiri yang berlaku pada jaman Rasulullah SAW adalah 1 : 10 (1 Dinar sama dengan 10 Dirham). Rasio ini didasarkan pada 2 hadits Raasulullah SAW yang diriwayatkan Ahmad, Abu Daud dan Baiqahi serta Ash-Habus Sunan.
Pada jaman Umar ibn Khattab, pernah tercatat rasionya adalah 1 : 12. Belakangan, dikisahkan pada jaman Ibnu Faqih (298 H) nilai Dinar : Dirham stabil pada 1 : 15. Yang mengejutkan, ternyata seribu tahun kemudian, kurs 1 : 15 ini juga berlaku di Amerika pada 1792 – 1834 Masehi.

Saat ini, dikarenakan problem pada produksi (perak adalah hasil sampingan dari produksi emas, tembaga, seng dan timbal), dan distribusi/alokasi (perak lebih dominan untuk kebutuhan industry), maka rasio Dinar terhadap Dirham menjadi tak wajar, yakni 1 : 43 (saat ini Dinar Rp 1.430.000 dan Dirham sekitar Rp 33.000).
Dampak langsung yang dirasakan oleh konsumen adalah harga yang tidak normal. Untuk memiliki 1 keping Dirham, harga yang harus kita bayar adalah Rp 33.000 (harga fisik) + Rp 20.000 (ongkos produksi) = Rp 53.000. Sementara jika satuan 5 (khomsa) Dirham, kita terbebas dari ongkos produksi. Artinya riil yang perlu dibayar adalah Rp 33.000 x 5 = Rp 165.000.

Terlepas dari kondisi yang belum ‘seharusnya’ untuk Dirham saat ini, sesungguhnya tersedia ruang untuk mendorong situasi menjadi ideal, bahkan optimisme. Mengapa dan melalui apa ?

1. Penggunaan Dirham dalam transaksi.
Penggunaan Dirham bisa kita mulai sekarang juga karena banyak sekali jenis transaksi sehari-hari yang justru lebih cocok menggunakan Dirham sebagai alat tukar. Jika kita harus membayar terlalu mahal untuk satuan 1 Dirham, maka bisa digantikan satuan 5 (khomsa) Dirham, dengan konsekuensi kuantitas barangnya di-upsizing.
Dalam praktek yang kami jalani, satuan khomsa Dirham cocok untuk membayar jasa maintenance dan setup pekerjaan web development sederhana, jasa desain media promosi, paket buku Islami, perlengkapan sholat (seperti mukena dan sajadah), pernak-pernik fashion, set baju muslimah (atasan dan jilbab), paket makanan siap saji, dan lainnya.
Dirham juga sarana menabung yang ringan dan praktis, jika kemampuan ekonomi kita tak mampu menabung hingga 1 Dinar per bulan, maka cukuplah 1 hinga 2 khomsa Dirham per bulan. Ketika mencukupi kira-kira 10 khomsa Dirham, agen Dinar bisa menerima konversinya untuk dijadikan 1 Dinar melalui proses jual-beli.
Sekelompok rekan bahkan menabung Dirham dengan cara lain, yakni arisan. Selain nilainya tak terasa dan dibungkus dalam silaturahim dan ta’awun, dalam setahun setiap muslim akan bisa mendapatkan 1,5 Dinar.
Mendorong terjadinya aktivitas jual-beli menggunakan Dirham berarti mendorong meningkatnya permintaan. Ini berarti akan mendorong nilai Dirham kembali ke kurs yang seharusnya terhadap Dinar, yakni 1 : 10 s.d 1 : 15.

2. Optimisme melesatnya nilai perak
Banyak tulisan dan prediksi yang memperkirakan perak akan berjalan di ‘track yang seharusnya’ pada tahun ini dan tahun mendatang. Satu contoh, Reuters yang menuliskan di laporan ekonomi pada akhir tahun 2009 bahwa perak akan naik sebesar 34%. Selain itu, pada buku “Buy Gold Now”, chapter 19 yang berjudul ‘Why Silver Might Rise More Than Gold”, terdapat beberapa alasan logic mengapa nilai perak akan melesat. Diantaranya adalah meningkatnya permintaan yang tak dibarengi kemampuan perusahaan mining meningkatkan kapasitas produksinya, serta hukum yang jelas bahwa harga komoditas akan terus berjalan beriringan, termasuk antara emas, perak dan minyak. Tinggal menunggu waktunya.

Dengan demikian, jika sebelumnya kita telah memilih Dinar untuk penyimpan dan penyelamat harta kita, sambil sedikit demi sedikit menggunakannya untuk alat transaksi, saat ini kita bisa mulai memperlakukan Dirham serupa itu.

Wallahua'lam

Jumat, 26 Februari 2010

EKONOMI MURAH HATI (Renungan Maulid Nabi Muhammad SAW)


“Islam adalah gabungan antara tatanan kehidupan praktis dan sumber etika yang mulia. Antara keduanya terdapat ikatan sangat erat dan tidak terpisahkan. Dan ekonomi yang kekuatannya berdasarkan wahyu dari langit itu (Islam) tanpa diragukan lagi adalah ekonomi yang berdasarkan etika.” (Jack Austri, seorang Perancis, dalam bukunya Islam dan Pengembangan Ekonomi).

Meski semua ekonom mengenal Adam Smith dan buku Wealth of Nations-nya, hanya segelintir yang membacanya dengan teliti. Dalam buku itu, Adam Smith mengutip laporan perjalanan Doktor Pocock yang menjelaskan rahasia kesuksesan para pedagang Arab. Kunci keberhasilan mereka terletak pada KERAMAHAN dan KEMURAH HATIANNYA. Tepatnya ia menulis. “Ketika mereka memasuki sebuah kota, mereka mengundang orang-orang di jalan, baik kaya maupun miskin, untuk makan bersama denganz duduk bersila. Mereka memulai makan dengan mengucapkan BISMILLAH dan mengakhirinya dengan ucapan HAMDALLAH.”

Saat ini, dalam berbagai praktek ekonomi yang kita jumpai dan jalani, selalu ada dua kutub yang berhadapan. Profesionalitas versus moralitas. Spiritualitas versus praktek bisnis atau dagang. Etika, moral, kejujuran versus target-target pendapatan.

Padahal, asalnya, kedua kutub itu terintegrasi. Seharusnya keduanya dapat dengan harmonis berjalan beriringan. Kutipan isi buku Adam Smith diatas itu adalah contoh sederhana kesuksesan Islam melalui generasi pertamanya mempraktekkan scientific management dengan humanistic dan spiritual management.

Pedagang Islam mengundang orang miskin untuk makan adalah cara mengundang barakah Allah. Dan di saat bersamaan mereka melibatkan orang kaya untuk makan adalah membangun relationship serta mengundang transaksi dari segmen pasar yang punya daya beli. Lalu acara bersama itu dibungkus dengan kalimat Allah “Bismillah” dan “Hamdallah”.

Dahulu Rasulullah muda dalam ekspedisi dagang membawa komoditas Khadijah sebelum menikah ke suatu tempat yang jauh, mempraktekkan bahwa beliau bisa mendapatkan untung berlipat-lipat dengan tetap mempraktekkan kejujuran sekaligus kepandaian memainkan harga mengikuti situasi pasar. Setelah strategi aksi banting harga kafilah dagang Yahudi yang mana Rasul SAW bergabung dengan mereka, sesungguhnya Muhammad SAW bisa saja kembali ke Mekkah dengan menjual barang dengan murah dibawah harga dasar dan artinya rugi. Tapi beliau tak melakukannya. Pertama karena beliau tak mungkin mengkhianati amanat barang yang dititipkan Khadijah, yang kedubeliau dengan sifat Fathonahnya mampu menganalisis tarik menarik antara Supply dan Demand dan pengaruhnya terhadap harga. Beliau menahan sebentar barangnya hingga beberapa saat ketika harga murah, lalu menjualnya ketika supply mengecil dan demand tetap. Di saat itulah beliau bisa menjual barang dengan harga premium. Aksi Rasulullah ini mengecewakan pedagang Yahudi yang sejatinya dari awal memang hendak mengerjai beliau.

Tak ada artinya wacana-wacana ekonomi Islam sebagai solusi permasalahan umat manusia disuarakan, sementara hanya sebagian kecil muslim yang menyadari bahwa demonstrasi akhlaq yang baiklah yang memberi dampak sangat besar.

Akhlaq adalah bagian yang jelas dan tegas dalam ekonomi Islam, menurut Dr. Yusuf Qardhawi, landasan ekonomi Islam adalah :
1. Ketuhanan
2. Akhaq yang baik
3. Bercirikan kemanusiaan (humanistic)
4. Bersifat pertengahan

Ketika menjawab pertanyaan seorang rekan beberapa saat lalu tentang bagaimana menegakkan ekonomi Islam, jawabannya bisa sederhana bisa juga sangat rumit. Hal paling sederhana namun sesungguhnya paling rumit adalah mengaktualisasikan akhlaqul karimah di keseharian kita, melalui diri-diri kamu muslimin. Dalam muamalah kita, termasuk dalam deal-deal bisnis, interaksi dagang dengan siapapun itu. Sebelum bertukar system dari sistem keuangan syaithan ke sistem yang benar-benar Islami, kita harus menukar cara pandang, internal value dan mentalitas kita kepada mentalitas Islam yang solutif, RAMAH dan MURAH HATI.

Wallahua'lam bisshawab.

Sumber :
*) Norma dan Etika Ekonomi Islam, Dr. Yusuf Qardhawi, Gema Insani Press
**) Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer, Ir. H. Adiwarman A. Karim SE, MBA, MAEP

Sabtu, 20 Februari 2010

KAYA-SABAR-SYUKURNYA ABDURRAHMAN BIN AUF R.A.


“Aku heran terhadap diriku sendiri. Seandainya aku mengangkat batu, di bawahnya aku temukan emas dan perak”.

Begitulah ucapan Abdurrahman bin Auf RA, salah satu sahabat yang dijamin masuk surga. Beliau konglomerat yang selalu untung dalam bisnisnya, namun sangat rendah hati dan sederhana. Dialah profil sahabat yang ulet dan lihai dalam berbisnis, sekaligus teladan dalam kesabarannya ber-Islam serta mensyukuri nikmat rizki yang banyak dengan menginfakkannya di jalan Allah.

Banyak kisah yang sering kita dengar seputar sahabat satu ini. Satu yang paling sering kita dengar adalah kalimat “Tunjukkan saja arah pasar.” Itu adalah penghujung dari dialog antara Abdurrahman bin Auf dengan Sa’d bin Rabi’ ketika keduanya dipersaudarakan oleh Rasulullah setelah peristiwa hijrah. Ketika itu Sa’d (sebagai orang terkaya di Madinah) menawarkan separuh harta dan satu istrinya untuk Abdurrahman. Tapi beliau memilih ditunjukkan pasar dan mulai berdagang.
Abdurrahman bin Auf juga dikenal sebagai sahabat yang termasuk paling awal ber-Islam, beliau adalah orang kedelapan mengucapkan sahadatain.

Beliau juga adalah sahabat yang ikut 2 kali hijrah ke Habasyah, hijrah ke Madinah, dan berada dalam barisan yang berjihad dalam perang Badar, Uhud dan beberapa perang setelahnya. Di perang Uhud itulah beliau mengalami 20 luka dan beberapa giginya lepas. Semenjak itulah, beliau pincang ketika berjalan dan agak cadel ketika berbicara.
**
Banyak diantara kita mengira kekayaan orang pada masa lalu adalah berbeda dengan dengan saat ini. Kita mengira sekaya-kayanya orang pada jaman dahulu, tentu masih lebih kaya orang pada masa sekarang. Padahal tidak demikian.

Kita beruntung bahwa ada satuan penghitung kekayaan harta Abdurrahman bin Auf sehingga kita bisa memperkirakannya dalam Rupiah di jaman sekarang. Satuan itu adalah Dinar dan Dirham. Nilai Dinar dan Dirham kita ketahui tetap semenjak pertama kali ditetapkan, sehingga dengan mengkonversinya dalam mata uang sekarang, maka kita bisa tahu berapa harta yang beliau punyai.

Setelah Rasulullah SAW bersabda “Wahai putra Auf, kamu ini orang kaya-raya. Kamu akan masuk surga dengan merangkak. Karena itu, pinjamkan kekayaanmu kepada Allah. Allah pasti memudahkan langkah kakimu,” sejak saat itulah Abdurrahman tak pernah lupa menginfakkan hartanya di jalan Allah. Hasilnya, kekayaannya semakin berlimpah ruah.

Ia pernah menjual tanahnya senilai 40 ribu dinar (Rp 56 Milyar sekarang) untuk dibagikan kepada keluarganya dari keturunan bani Zuhrah, kepada para Ummul Mukminin (istri-istri Rasul SAW) dan para fakir miskin.

Bisnisnya adalah bisnis skala internasional, hingga Mesir dan Syam. Kafilah dagangnya yang datang dari kedua wilayah itu begitu besarnya hingga mencukupi seluruh penduduk di jazirah Arab.

Beliau pernah menyumbangkan 500 kuda untuk kepentingan pasukan perang.
Sebelum meninggal dunia, beliau mewasiatkan 50 ribu dinar (Rp 70 Milyar) untuk kepentingan jihad di jalan Allah, 400 dinar (Rp 560 juta) untuk setiap veteran perang Badar. Ustman ibn Affan yang terbilang kaya raya pun mendapatkan bagiannya. Ustman berkata “Harta kekayaan Abdurrahman bin Auf halal dan bersih. Memakannya akan membawa keselamatan dan berkah.”

Dengan begitu banyak yang diinfaqkan di jalan Allah, beliau ketika meninggal pada usia 72 tahun masih juga meninggalkan harta yang sangat banyak yaitu terdiri dari 1000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3,000 ekor kambing dan masing-masing istri mendapatkan warisan 80.000 Dinar (Rp 112 Milyar).

Itulah kehidupan Abdurrahman bin Auf. Sahabat yang kaya raya namun tak dilenakan hartanya. Beliau bersabar bersama Rasulullah SAW dari masa awal Islam, mengalami penderitaan bersama dalam tekanan kaum kafir Quraisy dan berkorban dalam berbagai peperangan. Beliau juga mensyukuri harta yang didapatnya dengan menginfakkannya dalam jumlah yang sangat besar untuk perjuangan Islam.

Beliau juga sangat sederhana, hingga dikatakan “Jika ada orang asing melihatnya duduk bersama pembantunya, orang itu tidak akan bisa membedakan mana majikan dan mana pembantu.”

Subhanallah.Semoga bermanfaat.

Sumber :
*) “Belajar Mengelola Dinar dari Abdurrahman Auf” – www.geraidinar.com
**) “60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW” – Khalid Muhammad Khalid – Penerbit Al-I’tishom

Sabtu, 13 Februari 2010

KITA TAK BERTERIAK SENDIRIAN


Tidak benar jika ada yang berpikir bahwa keinginan untuk kembali ke penyimpan dan alat tukar yang riil berupa emas baru saja dimulai. Seolah kita sendirian dan hasilnya akan sulit sekali diraih.

Tahukah Anda, pada pertengahan abad ini, Charles De Gaulle, Presiden ke-5 Perancis, pernah menyerang secara terbuka eksistensi US Dollar dan mengundang negara-negara dunia lainnya untuk menciptakan rezim yang KEMBALI KE EMAS ?

Ini terjadi tahun 1965. Pada tahun itu, De Gaulle memerintahkan Perancis untuk menkonversi USD 150 juta ke dalam emas, dengan cara mengapalkan dollar-dollar cadangan devisanya ke US dan mengambil cadangan emasnya.

Tindakan ini diikuti Spanyol yang kemudian menukarkan USD 60 juta-nya ke dalam emas.

Situasi ini berawal dari pencetakan uang besar-besaran oleh Amerika untuk membiayai perang Vietnam dan belanja program sosial Presiden Johnson. Akibatnya suplai Dollar berlebih. Suplai berlebih menyebabkan Dollar terdepresiasi terhadap mata uang lainnya.

Ujungnya, terjadi yang disebut “Dollar Overhang”, yakni nilai dollar yang disimpan sebagai cadangan devisa oleh negara-negara mitra Amerika, telah melampaui nilai emas yang disimpan Amerika sebagai cadangan setiap dollar yang mereka cetak, yakni sebesar USD 35 per ons emas.

Selain pesan yang kuat "bahwa sesungguhnya mata uang kertas itu (terutama Dollar sebagai ‘Ruler Currency’) telah lama ingin ditinggalkan oleh pihak yang ‘waras’ dan berpandangan jernih", ada 2 hal yang bisa kita pelajari juga yaitu :

1. Amerika telah sejak lama mampu menggalang banyak negara untuk menjadikan USD sebagai acuan nilai tukar sekaligus sebagai simpanan / cadangan devisa. Ini sebetulnya “prestasi terbesar The Fed”, dan khusus tentang siapa The Fed akan kita kupas pada tulisan berikutnya.

2. Apa perbedaan mendasar antara tahun sebelum tahun 1971 dan setelahnya ? Sebelum 1971, penggunaan emas bisa dibilang ‘normal’ karena untuk setiap uang (kertas) yang dicetak, perlu cadangan berupa emas dengan berat tertentu. Pada tahun 1971, sebagai dampak dari ulah Amerika, berakhirlah perjanjian / system Bretton Woods, dan DOLLAR DICETAK SUKA-SUKA, MENGAMBANG dan KOSONG MELOMPONG.

Makin jelaslah definisi Uang FIAT atau UANG HAMPA itu.
Siapa yang pegang kendali ? Tentu Amerika (The Fed) yang memiliki wewenang mencetak Dollar.

Khusus Bretton Wood, akan diuraikan terpisah pada tulisan berikutnya.

Semoga bermanfaat.
Allahua’lam

*) dicuplik sebagiannya dari buku SATANIC FINANCE karya A. Riawan Amin

Kamis, 11 Februari 2010

LAYANAN SALMADINAR BLACKBERRY LAUNCHER


Assalamualaikum.

Alhamdulillah, bagi rekan2 pengguna BlackBerry, untuk mengetahui nilai tukar SalmaDinar makin simple. Silakan donwload launcher Info Nilai Tukar SalmaDinar dengan klik link ini : http://www.salmadinar.com/ota di BlackBerry Anda.

Setelah completed, logo "S" yang adalah simbol SalmaDinar akan muncul dilayar.
Harga ini akan terupdate 3 kali dalam sehari yaitu jam 06.30 WIB, 12.30 WIB dan 18.30 WIB.

Transaksi seperti biasa dilayani jam 06.30 s.d 16.00 setiap hari. Sabtu, Ahad dan hari libur nasional / Islam, transaksi tutup.

Semoga bermanfaat dan mempermudah. Insha Allah.
Wassalam

Selasa, 09 Februari 2010

Catatan 'Emas' Ekonomi Islam


Ketika kita mencita-citakan tegaknya ekonomi Islam yang adil dan mensejahterakan dunia, bukan hanya pemeluknya, kita tidak sedang bermimpi . Segala sejarah kejayaan dan jejak keagungan Islam mudah sekali digali dan dipelajari.

Kitab-kitab masih menyimpan metode dan langkah menuju kejayaan itu. Benda-benda masih tersedia, tegak berdiri siap untuk bercerita pada kita.
Dan globalisasi nilai-nilai ekonomi Islam itu harus diawali dari cara pandang meng-internasional pada diri setiap muslim.

Dalam Islam, globalisasi merupakan bagian integral dari konsep universalitas Islam. Rasulullah SAW telah menjadi pedagang internasional sejak 12 tahun, beliau ikut pamannya melakukan perjalanan bisnis ke Syam (sekarang Suriah) dan sejak umur 16 tahun beliau ke Yaman, Suriah dan beberapa Negara teluk sekarang. Kontak dagang dengan Cina, India, Persia dan Romawi telah marak. Bahkan setelah Khulafaur Rasyidin, sekitar abad ke-8, para pedagang Islam telah mencapai Eropa Utara.

Dan tahukah Anda beberapa rekaman sejarah yang ‘ringan’ ini :
- Pada tahun 774, Inggris menggunakan mata uang pertamanya yang merupakan jiplakan langsung dari Dinar Islam lengkap dengan tulisan LAA ILAAHA ILLALLAH, MUHAMMAD RASULULLAH, kecuali ada tulisan OFFA REX pada satu sisinya. Waktu itu Inggris dipimpin Raja Offa.
- Adam Smith menulis di bukunya yang jadi legenda “The Wealth of Nation”, dalam jilid ke-5 bab pertama, ia membandingkan masyarakat ekonomi terbelakang dan masyarakat ekonomi maju. Yang terbelakang adalah yang mata pencahariannya berburu dan ini diwakili contohnya oleh masyarakat Indian di Amerika Utara. Dan masyarakat yang ekonominya maju adalah pedangan dan penggembala dari bangsa Arab dan Tartar. Siapa yang disebut masyarakat Arab disini ? Dia menulis dengan jelas “MAHOMET AND HIS IMMEDIATE SUCCESSORS” atau maksudnya adalah Muhammad SAW dan para Khulafaur Rasyidin
- Pada abad ke-11 dan 12, mahasiswa Eropa berbondong-bondong belajar ke negara Islam untuk belajar bagaimana “MAHOMET AND HIS IMMEDIATE SUCCESSORS” itu menjalankan ekonomi. Dan bukankah COLLEGE berasal dari kata KULLIYAH ? Demikian juga CREDIT berasal dari CREDO, yang berasal dari kata QARD dalam Bahasa Arab berarti “meminjamkan uang atas dasar kepercayaan”.
- Salah satu bank terbesar di Inggri “Abbey National Bank” adalah berasal dari pengaruh Bahasa Arab. Pada saat Perang Salib berkecamuk, Robin Hood, kerabat dekat Raja Richard, sebagai tawanan diantar kembali ke Inggris oleh prajurit muslim yang kemudian menetap disana, dan dikenal dengan panggilan “ABI”

Demikian secara singkat. Fakta lain masih banyak sekali, tidak hanya mengenai bahasa, tapi konsep dan metodologi pun adalah bukti ‘emas’ Islam dalam peradaban manusia.

*) dicuplik sebagiannya dari “Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer”, Adiwarman Karim

Allahua’lam bisshawab.
Semoga bermanfaat.