GOLD PRICE IS IN YOUR HAND!!

Unduh gratis aplikasi pemantau harga emas kami, untuk pengguna BlackBerry klik http://www.salmadinar.com/ota dan pengguna Android klik http://www.salmadinar.com/android langsung dari device Anda

24hr Gold Dinar Chart

24hr Gold Dinar Chart

Senin, 29 Maret 2010

Q&A : INVESTASI DINAR, BISAKAH ‘NYICIL’ ?


Q : Saya telah mengenal Dinar dan memahami manfaatnya. Saat ini saya ingin menabung Dinar, namun terkendala sisa penghasilan yang bisa saya tabung per bulan tidak mencukupi untuk membeli 1 keping Dinar. Adakah solusinya ? Bisakah membeli Dinar dengan dicicil ?

A: Alhamdulillah jika Anda telah mengenal dan memahami Dinar. Dan keputusan untuk menabung dalam bentuk Dinar adalah baik sekali, terutama untuk keperluan menabung jangka menengah (6 bulan) dan panjang (diatas 6 bulan). Termasuk dalam hal ini misalnya : tabungan pendidikan anak, tabungan untuk melanjutkan sekolah Anda sendiri, dana persiapan pensiun, Ongkos Naik Haji, atau tujuan lainnya dalam jangka panjang.

Menabung untuk menyisihkan sebagian penghasilan dalam bentuk Dinar juga adalah pilihan terbaik untuk mempertahankan ketahanan ekonomi rumah tangga dan melindunginya dari ‘perampokan’ bernama inflasi dan depresiasi, dibanding menabung dalam bentuk uang kertas yang tingkat bagi hasilnya (atau bunganya, yang berarti riba) tak memadai.

Saat ini memang banyak muncul keinginan untuk menabung Dinar namun dengan kondisi dana tak memadai. Dan kesadaran kolektif umat Islam untuk kembali ke dinar ini tentu menggembirakan, mengingat bahwa penguasaan terhadap komoditi yang rill dan langka, yaitu emas (termasuk di dalamnya Dinar) pada gilirannya adalah berarti penguasaan terhadap perekonomian.

Harga Dinar yang terus menerus makin mahal (padahal hakikatnya nilai Dinar tetap, sementara kemampuan beli uang kertasnya yang makin merosot) memang menjadi sebuah problem, karena pendapatan kita dalam bentuk uang kertas hampir selalu tak bisa mengejar kenaikan harga emas yang naik rata-rata 25% per tahun, sementara kenaikan pendapatan (berupa gaji misalnya) rata-rata naik maksimal 10%.

Namun, ikhtiar dan kesungguhan tetap bisa kita upayakan. Untuk merealisasikan niat Anda menabung dalam Dinar, beberapa alternatif tindakan sebagai berikut bisa diambil :
1. Secara disiplin menyisihkan sebagian penghasilan dan memasukkannya dalam rekening tabungan. Ketika telah mencukupi untuk memiliki 1 Dinar, Anda bisa langsung menghubungi agen untuk pembelian, atau
2. Menabungkannya dalam bentuk Dirham, baik pecahan 1 ataupun 5 (khomsa). Meskipun fluktuatif, namun nilai Dirham relatif stabil. Anda bisa menghubungi Agen untuk mendapatkan Dirham ini, kemudian setelah satu waktu dinilai cukup, Dirham bisa dikonversi ke dalam Dinar melalui Agen.
3. Salah satu bentuk menabung dalam Dirham untuk mendapatkan Dinar yang saat ini sedang ramai dipraktekkan adalah dengan arisan. Selain fun, meningkatkan silaturahim, cara ini cukup efektif untuk ‘memaksa’ pesertanya menabung. Arisan yang dijalankan harus menghindari hal-hal yang dilarang agama misalnya menggunjing atau niat untuk takabbur. Jumlah peserta arisan juga disesuaikan, sehingga ketika dikocok, yang mendapatkan arisan bisa memperoleh yang senilai dengan 1 Dinar.

Sebelum memutuskan alternatif yang diambil, hitung dulu penghasilan yang bisa disisihkan. Makin besar yang bisa disisihkan, tentu makin baik. Karena otomatis rentang waktu menabung menjadi makin pendek dan terhindar dari kenaikan harga Dinar yang makin tinggi seiring waktu.

Satu hal lagi tentang kunci keberhasilan menabung adalah mengenai disiplin. Mencoba berbagai metode yang tersedia pun, ataupun dengan tingkat penghasilan berapa pun, jika tak diiringi kesungguhan dan menahan diri dari penggunaan harta yang tak terkendali akan menyebabkan kegagalan kita dalam menyelamatkan harta.

Allahua'lam
Wassalam

Minggu, 28 Maret 2010

Praktek Ta’awun dalam Jual-Beli Dinar


Sebagai objek investasi (bukan dalam konteks alat transaksi / medium of exchange), ada praktek jual-beli Dinar dan Dirham yang mungkin dinilai tak lazim, yang berlaku diantara para pengguna / konsumen Dinar dan Dirham, terutama di pandangan para ‘pemula’ dalam investasi Dinar maupun Dirham. Praktek ini adalah jual-beli langsung antar konsumen, ketika ada salah satu konsumen memerlukan uang kertas dan untuk itu ia perlu melepas Dinar ataupun Dirham yang dimilikinya. Inilah praktek Ta’awun atau tolong-menolong antara sesama pengguna Dinar.

Berbagai tulisan kami yang lain telah menjelaskan tentang liquiditas Dinar dibanding investasi emas jenis lain. Dan memang pada kenyataan di lapangan, Dinar sangat mudah dicairkan pada saat sangat dibutuhkan oleh pemiliknya. Acuan harganya standar dan transparan, sehingga menimbulkan rasa aman dan percaya dalam transaksi.

Sebagaimana terjadi dalam praktek, begitu seseorang membeli atau berinvestasi dalam Dinar, biasanya ia akan di-maintain dalam suatu komunitas pengguna Dinar. Komunitas ini, karena terikat dengan semangat dan motivasi yang sama, baik secara vertikal (dengan agen/wakala) maupun horizontal (dengan sesame pengguna Dinar) akan melakukan berbagai tukar-menukar informasi, saling menyemangati dan menasihati. Melalui komunitas ini pula informasi tentang jual-beli Dinar antar konsumen muncul, bisa langsung berkomunikasi antar konsumen maupun difasilitasi oleh agen atau moderator.

Rule dalam jual-beli Dinar adalah adanya selisih 4% (adanya selisih ini diantaranya bertujuan untuk menghindari aksi trader yang berniat spekulatif) antara nilai jual dan beli. Jadi jika konsumen membeli Dinar kemudian menjualnya pada saat yang sama ketika harga belum bergerak, maka ada nilai sebesar minus (loss) 4% yang harus ditanggungnya, jika ia menjualnya kembali ke agen / wakala. Tentu loss ini insha Allah tak terjadi jika Dinar itu dimiliki dalam jangka menengah, minimal 6 bulan, karena seperti kita ketahui dalam jangka menengah itu nilai Dinar dan emas pada umumnya telah lebih tinggi dibanding saat pembelian.

Untuk menghindari pembelian dengan harga “beli” yang relative rendah oleh agen, maka ada mekanisme lain yang bisa digunakan, yaitu menjual Dinar tersebut ke sesama pengguna Dinar. Mekanismenya bisa dengan menghubungi agen atau wakala (tanpa fee atau gratis) untuk dicarikan pembeli. Atau bisa juga menginformasikan langsung ke sesama pengguna Dinar yang dikenal.

Bagaimana dengan harga kesepakatannya ? Harga yang digunakan adalah fleksibel, yaitu harga disepakati oleh pembeli dengan penjual, yang jelas tidak serendah jika dibeli oleh agen. Katakanlah jika dijual kembali ke agen adalah X minus 4%, maka harga penawaran bisa diset di X minus 2%, minus 1% atau bahkan minus 0.5%. Penjual dan pembeli pun bisa melakukan negosiasi langsung.

Praktik ini, meski mungkin dinilai tak lazim, telah terbukti membawa berbagai manfaat, yaitu :
1. Membangun ukhuwah dan saling menguatkan perekonomian sesama muslim. Dimana kita temui saudara kita memerlukan dana tunai, maka kita bantu meringankannya dengan membeli asset yang ia miliki. Dengan demikian, ini menjadi ladang amal bagi kita serta menumbuhkan empati serta rasa saling peduli dalam kerangka Ta’awun (tolong menolong) diantara sesama muslim.

2. Membuat penjual (pemilik Dinar) dan pembeli senang, karena penjual (pemilik Dinar) bisa menjual assetnya di harga yang baik (tidak serendah jika dijual kembali ke Agen). Demikian juga pembeli, bisa memiliki Dinar di harga sedikit lebih rendah dibandingkan jika membeli melalui Agen. Terciptanya saling senang tentu berbalaskan kebaikan bagi siapapun yang terlibat dalam transaksi itu : pembeli, penjual maupun agen yang memfasilitasi terjadinya transaksi.

3. ‘Memaksa’ emas tetap beredar di masyarakat. Bagaimanapun, menahan agar emas atau Dinar tetap berputar di masyarakat, lebih baik dibanding emas harus ‘parkir’ terlebih dahulu di lemari besi Agen Dinar. Kita tahu, ada isyu penguasaan asset riil (yaitu emas) yang perlu kita dorong diantara umat Islam. Dan dengan membuat Dinar tetap beredar dan dicadangkan sebanyak mungkin berada di tangan kaum Muslimin, itu sama halnya memperkuat ketahanan ekonomi umat Islam keseluruhan.

Praktik serupa (jual-beli antar konsumen), relatif lebih sulit terjadi dengan emas bentuk lain seperti perhiasan atau batangan. Selain terkendala dengan keaslian emasnya (kecuali emas LM yang disertai sertifikat dan kuitansi), harga yang variatif (tidak ada standar yang digunakan sebagai acuan, terlebih untuk kasus penjualan ke toko emas), juga disebabkan faktor sulit bertemunya kebutuhan dan penawaran dikarenakan emas dalam bentuk selain dinar tidak dalam bentuk ‘unit account’/satuan hitung yang memudahkan. Makin berat emas yang kita miliki (misal dengan berat 100 gram), makin sulit emas itu laku karena permintaan dan daya beli umum di masyarakat adalah pecahan 5 – 10 gram. Padahal untuk emas batangan Logam Mulia, harga resmi pecahan kecil yang lebih liquid lebih mahal per gramnya dibanding pecahan besar. Terlebih lagi jika dalam bentuk emas perhiasan, model perhiasannya sendiri sifatnya personal, sehingga bisa jadi tak diminati sesama pengguna emas lainnya.

Meski demikian, tetap perlu ditekankan bahwa penjualan emas dalam bentuk non-Dinar tetap bisa berlangsung, yakni melalui agen / toko tempat membeli, ataupun ke Pegadaian maupun Bank Syariah yang menawarkan banyak jasa gadai emas.

Allahua'lam.

Minggu, 14 Maret 2010

GOD CORPORATE GOVERNANCE


Apa yang sebetulnya relevan untuk kita pelajari dari barat saat ini ? Tak lain tradisi keilmuan dan kekuatan eksplorasinya. Tak lebih dari itu. Dan itu artinya bukan di hard knowledge, melainkan di soft capabilities, yaitu tentang ‘bagaimana’. Bukan tentang ‘apa’.

Jika sekedar belajar tentang ‘apa’, maka tengoklah di bidang ekonomi, berapa banyak ilmuwan dan ekonom berderet gelar panjang dan pendek ada disana. Lalu dengan itu pulalah negara-negara itu silih berganti jatuh karena krisis. Kita tak bisa mengadopsi itu disini. Model dan ‘teladan’ segala praktek bisnis dan ekonomi itu telah jatuh berkali-kali.

Segala macam aturan dan prosedur tentang tata kelola perusahaan juga lahir dan dikaji disana. Segala macam ‘case study’ tentang bisnis dan kepemimpinan (leadership) terkompilasi dengan rapih, lalu disebarluaskan ke berbagai penjuru kampus-kampus di seluruh dunia, disertai metode bagaimana cara menangani jika bertemu persoalan serupa, ditambah pula check list dan berbagai tools manajemen yang hebat-hebat. Tapi seluruhnya mandul. Para GURU bisnis itu lunglai di tengah tumpukan buku literature yang mereka susun, tak percaya bahwa banyak praktek bisnis di barat terjerembab hanya oleh satu hal namun mendasar : MORAL !

Pelanggaran moral yang bernama kebohongan yang telah menghancurkan Enron, WorldCom dan Global Crossing. Amoral berwujud ketamakan pula yang telah mengahancurkan Washington Mutual, Fannie Mae & Freddie Mac, Lehman Brothers dan AIG belum lama berselang.

Dan, agar tak ketinggalan, negeri ini pun mengirimkan orang-orang cerdasnya ke universitas-universitas ternama di barat, dan mereka pulang membawa masterplan pembangunan, strategi bisnis, cara meng-audit proses agar kualitas produk jadi handal, norma ketelitian-kepatutan-etika dalam berbisnis, lalu apakah semua membawa hasil bagi perbaikan ekonomi negeri ini ? Tidak. Karena disinipun masalahnya sama : MORAL !

Apa lagi yang tersisa ?
Sekarang, ketika semua telah demikian rumit keadaannya, kerinduan-kerinduan terhadap praktek yang bermoral dan berwarna spiritual makin ramai terdengar. Muncul banyak keluhan dari barat sendiri tentang parahnya etika para ekonom dan pelaku usaha. Di London, gereja lebih banyak dikunjungi orang, khususnya para pekerja sector keuangan. Mereka mulai mengevaluasi nilai etika dari apa yang mereka kerjakan.

Kini banyak buku pula yang bertemakan ajakan kembali ke praktik bisnis yang seharusnya, yang tidak menjadikan penguasaan, kapitalisme sebagai dasar, melainkan ‘morality’ dan ‘good values’, serta social responsibility.

Tak ketinggalan, bahkan Paus Benedictus XVI pun ‘mengintervensi’ ekonomi barat yang sedang tersesat dan tak ‘nyambung’ antara sector riil dengan sector financial-nya, dan menganjurkan agar “praktisi keuangan harus menemukan kembali dasar etis atas setiap kegiatan keuangannya dan agar mereka tidak menggunakan lagi instrument keuangan yang dapat merugikan banyak pihak.”

Sementara di sisi lain, kita tahu, Islam mengajarkan spiritualitas aktivitas bisnis mulai dari akarnya : tentang niat yang lurus dan baik. Lalu berlanjut tentang kesatuan perkataan dan perbuatan. Tentang janji yang harus ditepati. Tentang kerja keras dan produktivitas. Tentang kesungguhan dalam menjalankan amanah profesi. Tentang kepemimpinan dan kepatuhan. Tentang outstanding services dan best value for customer. Tentang mendengar dengan hati dan menjaga hubungan / silaturahim dalam kerangka kemitraan. Islam dari awal menegaskan kaidah dan tata kelola organisasi berbasis ketuhanan, bukan sekedar Good Corporate Governance melainkan God Corporate Governance.

Pada generasi terbaik ummat ini, berbagai ilmu yang didapatkan ketika peradaban Islam bersentuhan dengan peradaban lain dilahap dengan cepat oleh para ilmuwan Islam lalu dicelupkan ke dalam celupan Ilahiah. Sejak kelahirannya, Islam tidak pernah gentar menghadapi dua peradaban yang telah ada terlebih dahulu, yaitu Romawi dan Persia. Dan secara keilmuan kemudian terbukti, para cendekiawan muslim mampu menyerap berbagai khazanah keilmuan asing, melalui proses adopsi dan adaptasi, yang sebenarnya merupakan proses Islamisasi ilmu. Peradaban Islam berkembang dengan gemilang dan bertahan selama ratusan tahun dengan proses semacam itu.

Dan Islam punya solusi lengkap untuk kesejahteraan bumi ini, selain dengan bekal yang diwarisi dari Quran dan Sunnah, dari generasi awal, juga dengan berbagai kajian dan pengembangan melalui proses seperti diatas : adaptasi dan adopsi. Sebuah proses Islamisasi ilmu, atau ilmu yang disandarkan pada wahyu.

Termasuk di dalamnya adalah Islamisasi ekonomi. Perbankan syariah, meskipun tertatih karena berada dalam kungkungan regulasi yang belum Islami, telah mengambil peranan makin penting dalam perbankan secara keseluruhan, yang syar’i sekaligus menawarkan benefit tinggi.

Demikian juga dengan penyimpan kekayaan dan alat transaksi berupa Dinar emas dan Dirham perak. Alat tukar yang pada awalnya diadopsi dari Romawi (Dinarium) dan Persia (Dirham) kemudian distandarisasi pada masa Khalifah Umar ibn Khattab ini adalah contoh nyata Islamisasi ilmu dari peradaban non-Islam. Sekarang, meski harus menghadapi berbagai tantangan, gerakan kembali ke Dinar dan Dirham juga makin semarak. Sebagaimana fitrah solusi Islami, Dinar dan Dirham, karena syar’i dan benefit tinggi, makin digandrungi.

Dan ketika tugas dan peran mensejahterakan dunia itu, sekarang atau nanti, sampai di pundak setiap muslim yang tangguh, maka insha Allah itu akan menghasilkan sesuatu yang baik dan diridloi Allah. Sebagaimana ucapan As-syahid Sayyid Quthb yang mengatakan “Kita sudah lama mengatakan kepada manusia : mereka yang dididik Islam lebih lurus jalannya, lebih kuat tekadnya, lebih mampu memikul tanggung jawab, lebih serius dalam mengambil dan melaksanakan sesuatu. Sebab mereka punya hati nurani sebagai penjaga, punya agama (Islam) sebagai sandaran dan punya Al-Quran sebagai petunjuk jalan.”

Wallahua’lam.

Sabtu, 13 Maret 2010

Berapa Banyak Dinar yang Perlu Kita Miliki ?


Jika Anda tanyakan kalimat tanya diatas ke penasihat investasi yang berpengetahuan ‘modern’, Anda akan mendapat jawaban “jangan lebih dari 5% dari seluruh kekayaan Anda”. Dan, jangankan mendapat jawaban yang cukup memuaskan, bisa jadi Anda akan ditanyak balik “Apa itu Dinar ?”. Yang mereka tahu kebanyakan hanya emas batangan dan ‘gelap’ tentang Dinar. Padahal keduanya berbahan intrinsik sama yaitu emas.

Di buku “Buy Gold Now” karangan Shayne McGuire*, pada segmen dengan judul “How Much Gold Should I Own?”, pandangan “5% dari kekayaan” untuk penyimpanan dalam bentuk emas, sebaliknya malah ia sebut sebagai pandangan tradisional.
Penasehat keuangan akan memandang skeptis investasi emas, karena mereka anggap tidak ada ‘model yang terbukti dan teruji’ yang bisa memprediksi seberapa besar kenaikan (atau penurunan) harga emas. Oleh sebab itu simpanan emas dipinggirkan, dan digantikan dengan anjuran simpanan atau investasi bentuk lain. Emas dianggap “so unpredictable, so erratic”. Wow !

Padahal kita tahu, pendapat itu lemah dan mengabaikan fakta :
- Nilai emas terus naik (artinya mata uang kertas terus melemah) secara konsisten sebesar rata-rata 27% per tahun. Bahkan jika barat jujur mencatat, nilai emas pernah meroket naik sebesar 2.300% dalam 9 tahun semenjak Smithsonian Agreement dikeluarkan tahun 1971 yang menandai ‘Floating Exchange Rate’ dimana mata uang yang dicetak tak lagi harus dibackup / dikaitkan dengan emas.
Demikian yang terjadi terhadap emas, berarti terjadi juga terhadap Dinar, karena bahan Dinar adalah emas.

- Seandainya model prediksi yang mereka punyai benar dan berhasil untuk nilai saham misalnya, itupun tak berarti apa-apa. Karena pada kenyataannya harga saham bisa anjlok 20% dalam sehari – bukan setahun. Dan emas tak pernah sekalipun mengalami kejadian seperti itu.

Kembali ke persoalan berapa banyak sebaiknya cadangan emas / dinar yang baik untuk ketahanan ekonomi rumah tangga kita ? Saran yang lebih realistis adalah 8 hingga 15%. Namun khusus Dinar, agar pas, ada 2 landasan pikir kita, yaitu :

- Kaidah >6<, yaitu menghindari menyimpan dalam Dinar jika dana akan digunakan untuk berbagai keperluan dalam rentang waktu dibawah 6 bulan, misalkan berbagai keperluan rumah tangga, membayar hutang, dan lainnya. 6 bulan adalah batasnya. Dinar dan emas secara umum, pada dasarnya akan makin baik jika digunakan untuk merencanakan berbagai keperluan jangka panjang, seperti pendidikan anak, dana pensiun, menabung untuk ONH maupun umroh dari jauh hari, ataupun melunasi hutang jangka panjang.
- Dalam jangka sangat panjang, karena kita meyakini bahwa sesungguhnya Dinar bukan hanya sebagai alat simpan kekayaan, melainkan juga kita siapkan sebagai alat tukar, menyimpannya semampu kita adalah baik dan merupakan bagian dari mempersiapkan diri menyambut praktek ekonomi Islam yang lengkap dan menyeluruh.

Jadi tak perlu habis-habisan menyimpan harta dalam Dinar secepat-cepatnya tanpa memperhatikan alokasi dana yang kita punya. Perhatikan kaidah >6< diatas. Tempatkan ke Dinar dana yang memang benar-benar tak terpakai dalam 6 bulan kedepan. Dinar juga bukan alat untuk mendapatkan ‘gain’ dengan ‘fast trading’ yang sifatnya spekulasi. Jika ini motif Anda, segera tinggalkan Dinar karena besar kemungkinan Anda akan rugi.

Selain itu, sebaiknya mulailah membangun ketahanan ekonomi jangka panjang rumah tangga kita. Rencanakan dan alokasikan secara disiplin simpanan Dinar emas untuk berbagai keperluan seperti pendidikan diri kita maupun anak-anak kita, ataupun dana pensiun ketika memasuki masa purna tugas bagi yang bekerja sebagai karyawan.

Allahua’lam.
*) Shayne adalah peneliti dan praktisi sekaligus pemilik sebuah lembaga keuangan pengelolaan dana pensiun karyawan di US dengan asset hingga USD 115 Milyar. Saat ini ia bekerja untuk sebuah perusahaan pencetakan koin emas ternama di US.

Minggu, 07 Maret 2010

SELUBUNG PENGHALANG CAHAYA EMAS


Meskipun emas, termasuk Dinar mulai marak diperbincangkan dan dijadikan sebagai pilihan investasi dan penyimpan nilai harta, bahkan saat ini juga mulai dijadikan alternatif tabungan untuk persiapan pendidikan dimasa depan, tabungan haji maupun umroh, zakat dan wakaf, mahar / mas kawin, bahkan dijadikan objek arisan dan mulai dijadikan media transaksi, sebetulnya berbagai kendala masih harus kita hadapi untuk makin mensosialiasikan penggunaannya di tengah-tengah masyarakat.

Salah satu indikatornya adalah dari buku-buku panduan dan pengetahuan tentang emas sangat minim jumlahnya.

Di sebuah toko buku “K” yang terletak sebuah pusat perbelanjaan paling prestisius di jantung kota Jakarta, yang menjual seluruhnya buku berbahasa Inggris terbitan luar negeri, saya hanya bisa menemukan 2 judul buku tentang emas (bukan Dinar). Itupun terletak di baris rak paling bawah di kelompok item “INVESTMENT”. Saya hanya memilih satu buku, karena satu buku lainnya tampaknya kurang netral dan malah mengusung agenda agar pembacanya menjauhi emas.

Lalu akhir pekan kemarin saya mencoba masuk ke toko buku “G”, di konter terbesarnya, untuk mencari tahu hal yang sama. Saya juga hanya menemukan 2 buah buku tentang emas terbitan local, di tengah puluhan judul buku yang merayu dengan segala tips-nya untuk mengajak kita terjun ke investasi saham, valas, reksadana, property dan lainnya. Percaya atau tidak, kedua buku itu sama ‘nasibnya’, ada di rak paling bawah, dan kita harus jongkok bahkan duduk untuk menjangkaunya. Intinya buku-buku itu ada “di bawah rata-rata pandangan mata” di etalase, berarti diposisikan “kurang laku/diminati”, atau “dibuat tak laku”.

Bahwa tersedia beberapa buku lainnya yang membahas khusus tentang Dinar, misalnya 3 buah buku karangan pak M. Iqbal, atau buku-buku terbitan group Wakala Nusantara, memang benar adanya. Namun adalah fakta juga, bahwa buku-buku itu tak beredar cukup luas di jaringan toko buku yang mudah dijangkau masyarakat. Rendahnya penetrasi seperti ini juga adalah tantangan dalam memasyarakatkan Dinar dan emas pada umumnya ke masyarakat luas.

Tentang jumlah buku tentang emas dan Dinar yang sangat kurang, peletakan di rak buku yang kurang memadai, dan lainnya, mungkin saja sebuah kebetulan dan bukan hasil dari sebuah desain dan kesengajaan. Namun bila dikaitkan bahwa emas diposisikan sebagai ‘musuh’ bagi berkembangnya penjarahan negara berkedok ekonomi kapitalis, tampaknya bisa jadi ada hubungannya. Dengan alasan-alasan inilah kemudian kecemerlangan dan keindahan emas berusaha ditutupi.
##
Di Indonesia yang sejak 21 Februari 1967 menjadi anggota IMF, serta di negara lainnya yang dijerat IMF, disudutkannya posisi emas adalah ‘lumrah’. Negara kita terikat banyak hal dengan IMF, termasuk diantaranya tidak diijinkan untuk mengkaitkan nilai tukar Rupiah dengan emas (Article 4, section 2.b). Lalu dikaitkan dengan apa ? Anda sudah tahu jawabannya : US Dollar. Menurut Dick Ware, yang mantan pejabat IMF dan saat ini bekerja pada World Gold Council, pelarangan ini jelas-jelas merugikan negara-negara berkembang yang memiliki sumber emas tersendiri dalam jumlah besar seperti Indonesia.

Selain itu, anggota IMF juga harus melaporkan segala aktivitas yang terkait dengan emas, seperti cadangan emas yang dimiliki oleh bank sentral dan bank atau lembaga keuangan lainnya, produksi emas serta ekport dan import emas (Article VIII, Section 5.a).(Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar & Dirham, M. Iqbal, DinarClub dan Spirutual Learning Center, 2007)

Adapaun ada apa di belakang IMF, cerita mengenai keterkaitan mata uang dunia dengan US Dollar sebagai acuannya adalah kisah lama, dan sebagiannya bisa dibaca di artikel kami sebelumnya yang berjudul “Janji Palsu Bretton Woods” dan “Siapa The Fed”.
Barat, kita tahu, berupaya keras mengalihkan perhatian kita dari emas. Sementara mereka sendiri sesungguhnya tahu bahwa emas adalah penyimpan kekayaan yang paling hakiki. Bahkan IMF baru-baru ini, terlepas dari ada scenario apa lagi dibalik itu, telah menganjurkan perlunya alternatif pengganti USD sebagai acuan mata uang dunia. Dan dari banyak konferensi dan kesepakatan-kesepakatan tingkat tinggi, dorongan untuk menggunakan mata uang emas makin menguat.

Lalu apakah segala keterbatasan dan kenyataan tantangan di lapangan yang kita temui akan menghentikan kita ? Jawabannya tidak. Biarpun upaya kecil ini bagaikan mengumpulkan kerikil untuk membangun peradaban Islam yang berlandaskan Quran dan Sunnah, biarpun upaya ini bagaikan lemparan batu anak-anak Palestina ke tank-tank zionis Israel, kita tetap akan melakukannya. Karena kita tahu ini akan jadi catatan kebaikan bagi diri-diri kita, dari peran apapun yang kita bisa kontribusikan.

Kita tetap bisa meneruskan ladang amal dalam mensosialisasikan Dinar, karena kita tahu memindahkan keping demi keping Dinar ke kantong simpanan kaum muslimin berarti telah memindahkan sedikit demi sedikit penguasaan ekonomi dunia dari mereka yang mengandalkan uang hampa, kepada kita yang percaya pada mata uang yang Allah jamin dan tetapkan itu. Insha Allah.

Wallahua’lam bisshawab.