GOLD PRICE IS IN YOUR HAND!!

Unduh gratis aplikasi pemantau harga emas kami, untuk pengguna BlackBerry klik http://www.salmadinar.com/ota dan pengguna Android klik http://www.salmadinar.com/android langsung dari device Anda

24hr Gold Dinar Chart

24hr Gold Dinar Chart

Sabtu, 24 Juli 2010

STANDAR KESEJAHTERAAN YANG (HARUSNYA) DIJAMIN OLEH NEGARA


Written by Endy Junaedy Kurniawan

Kita perlu menengok kenyataan-kenyataan sejarah bagaimana ekonomi Islam diterapkan di generasi terdahulu, maka tak lain yang tercipta adalah kesejahteraan. Sejahtera yang didorong seluruh faktor ekonomi bergerak bersama, tak timpang. Karena itu pula yang terjadi adalah kemerataan kesejahteraan.

Di awal hijrah, dimana terjadi banyak sekali pengeluaran untuk perluasan pemukiman, pembangunan infrastruktur, penciptaan sumber-sumber produksi, ekonomi Madinah yang dikendalikan langsung oleh Rasulullah SAW tak sedikitpun goyah. Dari tahun ke tahun ekonomi stabil. Hanya sekali Rasulullah SAW berhutang pasca penaklukan Mekkah, untuk keperluan santunan bagi penduduk Makkah yang baru memeluk Islam. Itupun, tidak sampai setahun, hutang terlunasi seusai perang Hunayn.

Rasulullah memimpin perang rata-rata 2 bulan sekali (rata-rata perang 6 kali dalam setahun). Perang menegakkan kalimat Allah ini sangat potensial menimbulkan defisit anggaran, tapi itu juga tak pernah terjadi.

Di tulisan ini, setelah melihat fakta lainnya tentang kekayaan para enterpreneur di jaman kenabian, yang diwakili oleh Nabi Muhammad SAW sendiri, Umar bin Khattab, Abu Bakar, Abdurrahman bin Auf, sekarang kita lihat standar pendapatan khalifah dan rakyatnya, yaitu orang-orang yang dijamin negara. Segala sumber informasi ini menggunakan unit account Dinar dan Dirham yang nilainya tetap hingga kini, selama 1.400 tahun, sehingga kita bisa membayangkannya kini dengan cara mengkonversikan ke dalam rupiah.

1. Ketika awal sekali menjabat sebagai pemimpin negara sepeninggal Rasul SAW, Abu Bakar RA, digaji tahunan sebesar 2.500 Dirham (atau sekitar 200 Dirham per bulan), kemudian belakangan ditingkatkan menjadi 500 Dirham per bulan.
Nilai Dirham yang normal adalah 1/10 s.d 1/12 dari nilai Dinar, artinya sekitar Rp 150.000 per keping Dirham.
2.500 Dirham per tahun adalah senilai Rp 375.000.000 nilai uang saat ini.
500 Dirham per bulan adalah senilai Rp 75.000.000 nilai uang saat ini. Sehingga pada tahun-tahun berikutnya setelah dilantik, Abu Bakar RA menerima gaji tahunan sebesar Rp 900.000.000

2. Umar bin Abdul Aziz, khalifah ke-IV, dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan istana dan tumbuh dalam kesejahteraan.
Disebutkan, dari perkebunannya saja, Umar memiliki penghasilan 50.000 asyrafi (dinar) per tahun. Meski demikian, orangtuanya tak pernah melupakan akan pentingnya pendidikan agama. Maka sejak kecil Umar sudah biasa menghafal Al-Qur`an. Kemudian ayahandanya mengirimnya ke Madinah untuk belajar berbagai ilmu agama. Umar banyak berguru kepada Ubaidillah bin Abdullah. Dengan bekal ilmu itulah Umar semakin bijak menyikapi berbagai persoalan di masyarakat, terutama yang berkenaan dengan prinsip dasar peradaban Islam di masa Rasulullah Saw. dan Khulafaur Rasyidin. Ketika menjabat sebagai khalifah, Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai orang yang sangat saleh. Gaya hidup suka berfoya-foya langsung ditinggalkannya dan menggantinya dengan kehidupan yang zuhud.
50.000 Dinar per tahun adalah senilai Rp 75 Milyar uang saat ini.

3. Tunjangan yang diterapkan Umar bin Khattab bagi para pensiunan, janda-janda dan veteran perang per tahun :
Hazrat Aisyah dan Abbas (paman Nabi) masing-masing sebesar 12.000 Dirham (atau Rp 1,8 Milyar)
Istri-istri Nabi selain Aisyah masing-masing sebesar 10.000 Dirham (atau Rp 1,5 Milyar)
Hasan, Hussain dan para pejuang Badar sebesar 5.000 Dirham (atau Rp 750 juta)
Veteran perang Uhud dan para migran ke Abyssinia sebesar 4.000 Dirham (atau Rp 600 juta)
Muhajir dan Muhajirat sebelum kemenangan Mekkah sebesar 3.000 Dirham (atau Rp 450 juta)
Anak veteran perang Badar, anak Muhajirin dan Anshar, yang ikut dalam perang Qadisiyyah, Uballa dan yang hadir dalam sumpah Hudaibiyah sebesar 2.000 Diriham (atau Rp 300 juta)
Anak-anak yang baru lahir mendapat santunan 100 Dirham (atau sebesar Rp 15 juta)
Selain mendapat santunan berupa Dirham, para pensiunan juga mendapatkan bantuan gandum, minyak, madu dan cuka dalam jumlah tetap

Demikianlah semoga menjadi cermin bagi kita. Seringkali kita sekarang yang hidup di jaman modern memandang bahwa generasi terdahulu hidup terbelakang, ataupun jika kaya - tak sekaya kita sekarang. Mata uang Islam asli yang bernama Dinar dan Dirham, yang tetap nilainya hingga kini, telah membantu kita melihat secara nyata kehebatan dan kebesaran Islam.

Wallahua'lam

*) sumber : Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Ir. Adiwarman Karim, SE, MA, penerbit IIIT
*) sumber : muslimdaily.net

3 ALASAN MENJADI KAYA


written by Endy Junaedy Kurniawan

Umar cemburu.
Harta yang dipersembahkannya untuk perjuangan Islam kepada Rasulullah SAW serasa tak berarti dibandingkan sepenuh harta yang di-infakkan Abu Bakar Ash Shiddiq.

Sementara Umar menyerahkah separuh dari hartanya, Rasul SAW bertanya kepada Abu Bakar ‘Adakah yang kau sisakan untuk keluargamu?’. Abu Bakar menjawab ‘Aku menyisakan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya’. Lalu Umar berkata ‘Aku tidak pernah mengalahkan Abu Bakar dalam segala hal’ (Abu Dawud dan Tirmidzi dari Umar bin Khattab).

Islam membolehkan iri dan cemburu terhadap dua hal : orang yang punya ilmu lalu mengamalkannya, dan orang yang banyak harta lalu menafkahkannya. Seperti inilah hati Umar terbakar disebabkan Abu Bakar.

Pada Quran surat Al-Lail (92) ayat 17 - 18 Allah berfirman : “Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari api neraka, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya.” Ibnu al-Jauzi mengatakan tentang ayat ini “Para ulama sepakat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu Bakar”

Berapa harta Abu Bakar ? Ibnu Umar berkata “Di awal ber-Islamnya Umar, seluruhnya 40.000 Dirham habis untuk memerdekakan budak dan menolong agama”. 40.000 Dirham itu senilai Rp 6 Milyar. Dan itu baru di awal ketika Abu Bakar yang memang bisnismen itu baru masuk Islam.

Subhanallah. Banyak hadits lain yang menceritakan betapa dermawannya Abu Bakar.
Abu Bakar dermawan karena ia memiliki banyak harta. Demikian juga Umar, yang terkenal kaya dan zuhud. Dengan harta itu mereka mendapatkan lebih banyak kesempatan untuk meraih ridlo Allah dan Rasul-Nya.

Di kisah terdahulu, kita pernah share juga kisah Abdurrahman bin ‘Auf. Salah satu dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga. Konglomerat masa itu yang lalu lintas kabilah dagangnya melintasi negara. Ia pernah menjual tanahnya senilai 40.000 ribu dinar (Rp 56 Milyar sekarang) untuk dibagikan kepada keluarganya dari keturunan bani Zuhrah, kepada para Ummul Mukminin (istri-istri Rasul SAW) dan para fakir miskin.

Beliau pernah menyumbangkan 500 kuda untuk kepentingan pasukan perang. Sebelum meninggal dunia, beliau mewasiatkan 50.000 dinar (Rp 70 Milyar) untuk kepentingan jihad di jalan Allah, 400 dinar (Rp 560 juta) untuk setiap veteran perang Badar. Ustman ibn Affan yang juga adalah sahabat yang kaya raya pun mendapatkan bagiannya. Ustman berkata “Harta kekayaan Abdurrahman bin Auf halal dan bersih. Memakannya akan membawa keselamatan dan berkah.”


Kisah-kisah diatas seharusnya memotivasi kita untuk bekerja keras dan meraih harta. Dengan kerja keras saja, pahala telah kita dapatkan. Apalagi dengan harta yang banyak dimana dari sana kita bisa berinfaq di jalan Allah, maka jauh berlipat-lipat balasannya.

Dalam kisah-kisah itu pula sebetulnya kita bisa lihat bahwa kaya bagi seorang Muslim sangat dianjurkan, sementara gaya hidup adalah sebuah pilihan. Para sahabat menunjukkan kombinasi yang indah : lihai berdagang, keras berusaha, tak meninggalkan ibadah dan berdoa, lalu kaya, lalu hidup tak diperbudak harta. Itu zuhud yang sesungguhnya.

Imam Ghazali mengatakan orang zuhud itu adalah orang yang punya dunia lalu meninggalkannya
dengan sadar. Orang miskin itu adalah orang yang ditinggal dunia. Kalau ada orang miskin tidak sanggup membeli makan lalu puasa Senin dan Kamis itu bukan disebut orang zuhud, melainkan memaksimalisasi kondisi keterbatasannya agar tetap dapat pahala. Daripada tidak makan dan tidak dapat pahala lebih bagus tidak makan dapat pahala. Upaya ini benar dan tetap berpahala, tapi bukan masuk area zuhud.

Jika kita baca sirah, Rasulullah SAW itu sudah kaya raya sebelum jadi Nabi. Kemiskinan Rasulullah yang kita baca di hadits-hadits itu adalah kemiskinan atas pilihan. Bahkan Rasulullah mengatakan bahwa semua nabi-nabi itu sebagian besarnya kaya. Tidak ada lagi nabi yang diutus setelah nabi Syu’aib AS melainkan pasti dia berasal dari keluarga kaya dari kaumnya.

Rasulullah telah magang dalam bisnis untuk mencari penghasilan pada usia 8 tahun. Umur 12 tahun beliau sudah pulang pergi ke luar negeri ikut dalam bisnis keluarga. Umur 15 sampai 19 tahun ikut dalam perang sehingga punya pengalaman militer. Umur 20 tahun Rasul sudah jadi
pengusaha, dan investornya adalah Khadijah. Waktu umur 25 tahun Rasul menikah dengan
investornya dengan mahar seratus ekor unta. Kira- kira 1 ekor unta adalah seharga Rp 20 juta, sehingga total maharnya adalah Rp 2 Milyar. Itu baru mahar, harta simpanan lainnya masih ada.

Ibnu Abid Duni menjelaskan beberapa alasan tentang mengapa kita semua diperintahkan menjadi kaya dalam Islam itu.

Alasan pertama, karena harta itu tulang punggung kehidupan. Jadi hidup kita tidak normal begitu kita tidak punya harta. Banyak hal baik saat ini maupun yang akan datang memerlukan persiapan. Ilmu manajemen keuangan keluarga itu baru jalan ketika kita mendapatkan penghasilan yang baik, sehingga bisa dibagi peruntukannya untuk ditabung, digunakan untuk membayar hutang, dan untuk kebutuhan harian hingga bulanan. Setelahnya baru untuk investasi. Belum lagi dana untuk kegiatan sosial, membantuk sanak saudara dan keluarga, serta lainnya.

Alasan kedua, peredaran kekayaan itu adalah indikator kesalehan atau keburukan masyarakat. Rasulullah SAW mengatakan “Sebaik- baik harta itu adalah uang yang beredar diantara orang-
orang shaleh”. Apabila uang itu beredar lebih banyak ditangan orang- orang jahat maka itu indikasi bahwa masyarakat itu rusak. Apabila uang itu beredar di tangan orang-orang shaleh maka itu indikasi bahwa masyarakat itu sehat. Problem masyarakat negeri ini adalah karena orang-orang shalihnya sebagaian besar tak terlalu baik penguasaan hartanya, sehingga harta yang harusnya optimal untuk kebaikan dan kesejahteraan masyarakat itu dipegang orang-orang tak amanah dan bukan berorientasi dakwah.

Alasan ketiga, terlalu banyak perintah syariah yang hanya bisa dilaksanakan dengan harta yang cukup. Dari 5 rukun Islam, Zakat dan Haji harus menggunakan uang. Jihad juga menggunakan uang, dan Rasul mengatakan “Siapa yang menyiapkan seorang bertempur maka dia juga dapat pahala perang”. Menyantuni anak yatim yang sangat mulia memerlukan kekuatan harta. Menyumbang atau mendirikan pondok pesantren penghafal Quran juga perlu harta. Membiayai para pendakwah keliling ke berbagai lokasi perlu harta. Mendirikan perpustakaan di lokasi yang rendah pendidikannya perlu harta. Menyumbang korban bencana alam yang kini makin sering terjadi perlu harta. Memperbaiki penampilan diri kita pun, yang artinya mencitrakan keindahan dan kewibawaan Islam juga perlu biaya

Wallahua'lam

Minggu, 18 Juli 2010

KONSUMSI BOLEH. HUTANG JANGAN.


Written by Endy Junaedy Kurniawan

“Butuh dana cepat dan tidak ribet? Kredit tanpa agunan 5 – 150 juta. Syarat ringan : KTP dan Slip Gaji. Hubungi saya di nomor x81xxxxxxxxxxx. Konsultan keuangan Anda dari Bank xxxx”

Apakah ada yang bernasib seperti saya ? Bombardir ‘ajakan utang’ ini luar biasa, mendatangi kita siang-malam. Jika Anda ke luar negeri selama 15 hari tanpa mematikan HP atau mengganti nomor, balik ke tanah air bisa jadi harus membayar setengah juta rupiah hanya untuk incoming SMS yang datang tanpa Anda mau, tanpa Anda bisa kendalikan.

Tak sampai 3 jam saya menulis artikel ini, SMS penawaran yang sama namun dari sumber berbeda, telah datang 2 kali.

Meskipun pihak bank sah-sah saja melakukan penawaran seperti ini, apakah situasi ini sehat?

Terlepas pula bahwa tarif SMS memang terus turun dan banyak berdiri perusahaan penyedia konten SMS Broadcast sehingga cara ini jadi pilihan utama bank untuk menjajakan pinjaman saat ini, apakah pertahanan iman inidividu untuk tidak berhutang tak kan goyah dengan ‘godaan’ ini ?

Berbeda dengan individu seperti kita ini atau organisasi non-bank, bank tidak mendapatkan untung dari dana parkir yang nasabah tabung atau depositokan di dalamnya. Selain mendapatkan untung dari fee yang harus kita bayar sebagai biaya administrasi simpanan, kita juga harus memahami bahwa bank mendapatkan untung dari selisih uang masuk dan uang yang dikeluarkannya. Sehingga di situasi krisis dimana iklim bisnis atau investasi tak menarik dan masyarakat cenderung menabung, bank kebanjiran dana dan ini bisa berarti negatif. Untuk itu bunga diturunkan untuk ‘mengusir’ pergi dana masyarakat. Atau, mengguyur masyarakat dengan berbagai tawaran kredit, ini artinya kesempatan bank untuk mencari ‘selisih’ bunga simpanan dan bunga pinjaman.

Itu bicara motif pinjaman.

Lalu seberapa mampu kita bertahan dengan godaan hutang dalam bentuk SMS, email, brosur dan telpon itu?

Kita akan kaitkan ini dengan tulisan terbaru (Ahad, 18 Juli 2010) pak Iqbal Muhaimin di www.geraidinar.com yang berjudul Kurangi Konsumsi, Tingkatkan Investasi, Produksi dan Partisipasi.

Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar adalah modal yang harus kita syukuri. Karena jumlah penduduk yang sangat besar ini, tahun lalu ketika ekonomi negara-negara maju tumbang gara-gara krisis, negara-negara gemuk seperti Cina, India dan Indonesia menikmati hal sebaliknya. Jumlah penduduk yang besar terus membuat bergerak perekenomian, terutama karena konsumsi. Indonesia tanpa ‘ngapa-ngapain’ tahun lalu pun, pertumbuhan ekonominya positif.

Masih saya kutip dari artikel pak Iqbal : Dalam wawancara dengan kantor berita Antara pekan lalu (9/07/2010) Menteri Keuangan kita menyatakan bahwa kegiatan konsumsi merupakan penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia semester pertama tahun ini, "Tentu yang paling besar adalah dari konsumsi, dan itu masih terus dominan menggerakkan pertumbuhan kita," katanya. Situasi ini tidak berubah dari tahun sebelumnya dimana pertumbuhan ekonomi kita juga didorong oleh konsumsi.

Baik. Tingkat konsumsi masyarakat kita boleh jadi juga harus kita syukuri. Dengan konsumsi seperti ini, produksi menemukan pasarnya sehingga terus tumbuh. Ekonomi bergerak. Tapi tak cukup dengan konsumsi. Cina dan India adalah dua negara dengan pertumbuhan produksi dan konsumsi sama baiknya. Produksi tumbuh, pasar domestiknya besar. Fundamental ekonomi mereka bangun dengan kecepatan fantastis, tak menunggu waktu lama, bahkan saat ini, mereka telah menjadi pemain utama ekonomi dunia.

Sementara Indonesia saat ini harus rela jadi target pasar. Kita menjadi konsumen untuk produk yang belum tentu milik bangsa Indonesia sendiri. Investasi dan produk asing begitu deras masuk, diserap masyarakat kita yang ratusan juta jumlahnya.

Di tingkat pribadi, kita harus makin waspada. Dengan segala kemudahan berbelanja yang produsen ciptakan, ditambah bank dan lembaga keuangan menjajakan godaan manisnya berhutang, jangan sampai kita terperosok. Disiplin diri untuk mengendalikan pengeluaran adalah kuncinya. Jika harus mengeluarkan uang untuk konsumsi, boleh tapi tak berhutang. Agar tak berhutang, kendalikan nafsu dan sederhanakan kebutuhan. Atau, tambah penghasilan dengan bekerja lebih keras, investasi, usaha sampingan ditambah sedekah.

Di masyarakat, kita lihat orang berutang karena memang ia tidak memiliki apa-apa lagi untuk bertahan hidup. Tapi tidak sedikit yang berutang hanya karena ingin memenuhi gaya hidup yang sebetulnya tidak ia perlukan. Hanya sedikit orang berutang untuk keperluan investasi atau tujuan produktif. Jadi kalo bisanya hanya ngutang, jangan konsumtif. Atau kalau mau konsumtif, jangan mendapatkan dananya dari hutang.

Tak perlu ikut-ikutan ‘demen’ ngutang sebagaimana negeri kita. Tahun lalu utang Indonesia sekitar Rp 1.320 Trilyun. Kalau dibagi rata, masing-masing kepala kebagian utang sekitar Rp 5,280,000.

Untuk menguatkan, di ujung tulisan ini ada 2 hal yang bisa kita gunakan sebagai pijakan :
- Muslim didorong tak berhutang, karena selain menghancurkan harga diri dan melemahkan ibadah, belitan hutang adalah pintu menuju kemiskinan. Bahkan dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya seseorang mati syahid di jalan Allah lalu dihidupkan, lalu terbunuh dan dihidupkan lagi, lalu mati syahid dan ia masih punya hutang, maka ia tidak akan masuk surga hingga dilunasi hutangnya.”

Rasulullah SAW mengajarkan doa harian agar kita terhindari dari kemiskinan dan hutang, yang berbunyi : “Allahumma inni 'audzubika minal hammi wal hazan, wa a'udzubika minal ajsi wal kasal, wa a'udzubika minal jubni wal bughl, wa a'udzubika min gholabatiddaini wa kohrirrijal” (Ya Allah aku berlindung kepada Mu dari rasa gelisah dan sedih dan aku berlindung kepada Mu dari rasa lemah dan malas dan aku berlindung kepada Mu dari sifat pengecut dan kikir dan aku berlindung kepada Mu dari belitan hutang dan penindasan orang)

- Melangkah menjadi investor, dan pelaku ekonomi yang membawa kebaikan. Muslim telah diajarkan berpandangan jauh ke depan dari awal. Janji tentang surga dan ancaman neraka adalah prinsip investasi yang sesungguhnya. Apa yang kita tanam dengan baik berupa amal dalam bentuk keringat maupun harta sekarang, dijanjikan balasan baik pula nantinya. Bahkan berlipat-lipat.
Dalam tataran pribadi, umat mana yang lebih VISIONER dibanding kita umat Muslim? Yang melakukan suatu amal saat ini dengan berharap ganjaran yang tidak dilihatnya – namun diyakininya yaitu surga dan neraka.

Wallahua’lam

Minggu, 11 Juli 2010

DINAR untuk DUNIA


written by Endy Junaedy Kurniawan

Dinar adalah kata yang dikenal di seluruh dunia. Tentu saja Dinar dan Dirham Islam yang berbahan intrinsik Emas (22 Karat - 4,25 gram) dan Perak (murni - 2,975 gram). Bukan Dinar dan Dirham yang dijadikan label mata uang negara tertentu di beberapa negara timur tengah, yang pada dasarnya adalah mata uang kertas atau logam biasa. Dinar dan Dirham menyebarluas penggunaannya dan menjadi standar nilai tukar 3/5 bagian bumi ini, dimana kekhalifahan Islam membentang mulai Spanyol hingga ke Asia Tenggara. Maroko hingga Maluku. Palestina hingga Papua.

Satu Dinar di negara manapun adalah emas berbentuk koin dengan berat 4,25 gram, dan kadar emas 22 Karat. Standar warisan Umar ibn Khattab ini hingga sekarang menjadi acuan negara muslim manapun yang memproduksi Dinar secara lokal. Negara-negara tersebut mencetak dengan terbatas dan baru untuk konsumsi komunitas muslim.

Di Indonesia, Dinar dan Dirham dicetak oleh Unit Logam Mulia PT Aneka Tambang (ANTAM) semenjak awal tahun 2000. Sementara peredarannya sendiri (mayoritas tidak diedarkan oleh ANTAM melainkan oleh mata rantai distribusi komunitas penyimpan dan pengguna Dinar dan Dirham) mencapai Afrika Selatan, Malaysia, Brunei, Amerika dan Inggris. Pada Agustus 2003, Malaysia mencetak Dinarnya sendiri. Tak beda sama sekali dengan produksi Indonesia. Mengapa ? Karena acuannya satu yaitu Dinar yang telah distandarisasi oleh Umar ibn Khattab, yang mana bahkan berlaku terus hingga kekhalifahan Turki Ustmani sebelum runtuh hampir seabad lalu.

Kita mengenal dua fungsi uang yang lain yaitu “store of value” atau penyimpan nilai dan “medium of exchange” yaitu sebagai alat pertukaran atau transaksi. Sebagai store of value, Dinar ‘jagoannya’. Karena kandungan intrinsiknya adalah emas, maka tabiat emas-lah yang berlaku terhadapnya. Naik hingga rata-rata 25% nilainya per tahun. Bagaimana dengan uang kertas ? Dari tahun ke tahun nilai uang kertas turun daya belinya. Inflasi rata-rata adalah 10% per tahun. Belum lagi jika dikurskan dengan mata uang asing, mata uang Rupiah tertekan makin dalam. Sebagai “store of value”, uang kertas ‘nggak banget’ !

Jadi Dinar sejauh ini telah menjalankan 2 fungsi uang yaitu “unit of account” dan juga sebagai “store of value”. Bagaimana sebagai “medium of exchange” ? Disinilah problemnya. Undang-Undang Mata Uang banyak negara melarang transaksi dengan mata uang lain selain mata uang resmi negara tersebut, dengan alasan ‘menegakkan kedaulatan’. Kita tentu tahu bahwa negara-negara anggota IMF dikendalikan lalu lintas uangnya, cadangan emasnya, dan lain-lain. Sehingga upaya menggunakan Dinar secara terbuka tak dapat berjalan dengan baik. UU Mata Uang mengenakan pasal subversif bagi siapapun yang menggunakan medium selain mata uang asli negara dalam transaksinya.

Alhasil, saat ini kita masih harus memposisikan Dinar sebagai investasi, atau perhiasan dan koleksi.

Akan tetapi, arus bawah di masyarakat bekerja dengan caranya sendiri. Dalam komunitas-komunitas dalam lingkup yang makin meluas, Dinar dan Dirham makin sering digunakan untuk bertransaksi, dana zakat dan shadaqoh, membayar gaji pegawai, membeli kambing dan sapi untuk qurban, hadiah dan mahar.

Jika dalam lingkup terkecil saja Dinar dan Dirham dapat diterima, maka demikian juga yang seharusnya terjadi di komunitas muslim yang lebih luas dan telah punya pemahaman yang sama, di negara manapun, baik untuk transaksi maupun untuk diperjual-belikan. Perlu dipertegas pula bahwa emas adalah bahasa yang dimengerti universal. Dalam bentuk, desain dan ukuran apapun sesungguhnya emas dapat diterima di budaya dan lokasi manapun.

Komunitas muslim di Jerman, kabarnya telah terbiasa menggunakan Dirham sebagai alat transaksi diantara mereka ketika berbelanja, dan minum kopi.

Bank Islam Dubai, telah pula menjadikan Dinar dan Dirham sebagai komoditas yang telah beredar dalam pasar terbuka valuta asing.

Wallahua’lam

Minggu, 04 Juli 2010

SYUKURLAH, ONGKOS NAIK HAJI TERUS TURUN


written by : Endy Junaedy Kurniawan

Judul boleh provokatif, tapi benarkah ? Benar dan Salah.
Salah jika kita menilainya dengan uang kertas.
Benar jika kita memvaluasinya dengan Dinar / Emas.

Kira-kira setahun yang lalu kita pernah mengangkat tema yang mirip dengan judul 'Emak, Naik Hajilah dengan Menabung Dinar'.
Sekarang kita angkat lagi masalah ini, karena hampir sebagian besar ummat muslim di Indonesia menabung dalam jangka waktu cukup panjang untuk berhasil berangkat haji. Sedikit demi sedikit menyisihkan dari keuntungan perdagangan, gaji sebagai karyawan, maupun hasil panen pertanian.
Selain itu, haji adalah ibadah yang 'seputaran' kita. Datanya terbuka dan kita semua tahu.
Mungkin ada diantara kita yang menabung mulai biaya haji Rp 8 juta, hingga kini sekitar Rp 34 juta, dan belum juga berangkat.
Akhirnya dengan terpaksa jual asset untuk menutup kekurangan, lahan pertanian misalnya. Fine. Lunaslah biaya haji, lalu kita masih harus menunggu 4 - 5 tahun untuk masuk quota. Dalam proses menunggu itu, bisa saja biaya haji naik lagi. Buntung, apalagi lahan pertanian sudah ludes terjual.

Awareness ini perlu terus dibangun agar kita bisa mengalokasikan dana untuk menabung haji dengan lebih tepat.
Makin panjang perencanaan keuangan, contohnya untuk berhaji ini, makin pas dan menguntungkan jika kita menabung Dinar / emas.
Haji adalah ibadah total, kita harus mengerahkan energi spiritual, juga fisik dan finansial. Biarlah kita menabung dengan cara yang baik dan menguntungkan, agar sisa waktu persiapan kita bisa diarahkan untuk persiapan spiritual dan fisik secara optimal.

__

Hampir setiap tahun, ONH (Ongkos Naik Haji), atau sekarang disebut BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) naik antara 7% - 10%.
Penyebabnya macam-macam : kenaikan harga pelayanan ibadah haji (biaya pemondokan, kesehatan dan transportasi) yang ditetapkan negara Arab Saudi, harga minyak (harga minyak mempengaruhi biaya avtur pesawat, sehingga mempengaruhi pula biaya tiket), serta kurs rupiah yang melemah terhadap US Dollar.
Yang terakhir ini penyebab paling menakutkan yang bisa memicu naiknya harga ONH hingga berlipat-lipat.

Tahun 1970 Ongkos Naik Haji hanya Rp 182.000.
Tahun 1988, hampir dua puluh tahun setelahnya, ONH adalah Rp 4.780.000
Pada 1998, ONH senilai Rp 8.805.000
Persis tahun berikutnya, 1999 - 2000, setelah terjadi krisis ekonomi besar yang melanda Indonesia dan dunia, biaya haji naik hingga Rp 21,5 juta.
Pada 2008, ONH menjadi 32.400.000.
Tahun ini, ONH sekitar Rp 34 juta.

Sebaliknya dengan menabung dalam Dinar emas, ONH terus turun. ONH dengan Dinar mengalami penurunan rata-rata 12%-20% per tahun.

Menabung dalam bentuk uang kertas menghadapi banyak ketidakpastian yaitu :
1. Kenaikan biaya layanan haji itu sendiri
2. Kurs mata uang rupiah terhadap mata uang lain, terutama US Dollar. Hampir seluruh komponen pelayanan haji tergantung pergerakan US Dollar.
3. Inflasi dalam negeri yang mempengaruhi naiknya harga komponen layanan haji

Di sisi lain, penguatan emas berkebalikan dengan memburuknya kondisi ekonomi. Berapapun tingkat kenaikan biaya haji, buying power Dinar emas terus menguat.

Jika ONH harus naik 10% sekalipun, Dinar emas yang naik hingga 25% per tahun tetap bisa melewatinya.
Bahkan se-ekstrim krisis 1997/1998 sekalipun, ketika ONH naik 3 kali lipat, daya beli emas naik hingga 4 kali lipat.
Ketika pada 1998 seorang dengan dana Rp 9 juta sudah siap berhaji ternyata harus gigit jari karena biaya haji naik tiga kali lipatnya, orang-orang yang menyimpan emas untuk biaya hajinya justru bisa berangkat haji bersama 1 orang lainnya.

Dengan memperhitungkan ONH dan pergerakan harga Dinar emas, mari kita perhatikan data historis tabungan haji dalam bentuk Dinar :

ONH tahun 1997 (sebelum terjadi krisis) : 97 Dinar (ketika itu harga Dinar adalah Rp 94.000)
ONH tahun 2000 : 70 Dinar
ONH Tahun 2003 : 50 Dinar
ONH Tahun 2007 : 30 Dinar
ONH Tahun 2010 : 22 Dinar (saat ini harga Dinar adalah berkisar Rp 1.500.000)

Situasi inilah yang menjadi dasar 'shahih'nya fakta bahwa jika menabung dalam uang kertas, besar kemungkinan seumur hidup Anda tak akan bisa naik haji sama sekali.
Katakanlah seorang pekerja dengan penghasilan sangat minim, tapi sangat bersungguh-sungguh ingin berhaji dan menabung mulai tahun 1985 s.d 1999 (13 tahun), berhasil mengumpulkan Rp 9.000.000.
Akan tetapi pada tahun 1999 ONH naik berlipat 3, dari Rp 8,8 juta menjadi Rp 21,5 juta.

Dengan pola menyisihkan penghasilan yang sama dalam bentuk tabungan, bisa jadi hingga sekarang dia tak akan bisa berhaji, karena ONH telah mencapai Rp 34 juta.
Seandainya pada tahun 1998 dia 'hijrah' ke Dinar untuk hajinya, maka pada tahun ini dia bisa berangkat haji berempat.
Mengapa ? Karena dana Rp 8,8 juta pada tahun 1998 bisa membeli 97 Dinar.
Sementara saat ini, untuk berhaji hanya perlu 22 keping Dinar.

Bahkan Anda yang menabung dengan Dinar emas untuk haji, bisa meningkatkan kualitas hajinya.
Apabila trend harga Dinar emas insha Allah berlanjut, kita bisa pergi haji hanya dengan 10 Dinar saja pada tahun 2015 – atau ONH plus hanya dengan sekitar 20 Dinar saja.

Keputusan harus Anda ambil. Dengan Dinar - mata uang emas yang daya belinya tidak pernah rusak oleh inflasi maupun faktor nilai tukar, perencanaan haji Anda menjadi jauh lebih aman.

Catatan :
- Jamaah haji juga perlu biaya-biaya lain di luar ONH atau BPIH. Yaitu biaya bimbingan haji (jika masuk dalam rombongan/kafilah), perlengkapan haji, dan biaya yang ditinggalkan untuk kebutuhan keluarga selama berhaji
- Setidaknya dalam kondisi sekarang, perlu tambahan dana sekita Rp 10 juta di luar BPIH
- Tambahan biaya ini juga perlu diperhitungkan dalam merencanakan / menabung untuk haji

Wallahua'lam