Salma Dinar adalah distributor Dinar, Dirham dan Emas batangan produksi ANTAM. Hubungi kami & SentraDinar untuk mengikuti PROGRAM KHUSUS CICIL DINAR & EMAS BATANGAN - FLAT RATE, KERJASAMA DENGAN BANK SYARIAH MANDIRI
GOLD PRICE IS IN YOUR HAND!!
Unduh gratis aplikasi pemantau harga emas kami, untuk pengguna BlackBerry klik http://www.salmadinar.com/ota dan pengguna Android klik http://www.salmadinar.com/android langsung dari device Anda
24hr Gold Dinar Chart
Minggu, 16 Mei 2010
YES, I (SHOULD BE) PROUD TO BE A MUSLIM
Rekan saya memeluk Islam setelah dia melakukan riset untuk gelar S-2 nya di bidang kimia. Selama riset ia dibuat terheran-heran melihat kromosom dari ekstrak berbagai obat herbal yang ditelitinya selalu terlihat dalam posisi sujud menghadap kiblat. Sebaliknya, ekstrak obat kimiawi selalu membelakanginya. Selama riset kemana-mana dia harus bawa kompas sholat. Pengalaman ruhani selama riset itulah yang ternyata jadi gerbang pintu hidayah.
Muallaf-nya rekan saya itu ke dalam Islam seolah menegaskan ungkapan “orang masuk Islam karena perut ke atas (tercerahkan pikiran dan terbuka hatinya karena ilmu pengetahuan), sementara orang murtadz / meninggalkan Islam karena perut ke bawah (lapar karena miskin dan pernikahan lintas agama)”
Hebatnya, riset utk mendapatkan gelarnya itupun dibiayai sebuah perusahaan farmasi dari Jerman. Rupanya, di Eropa berbagai obat sudah menggunakan bahan dasar herbal. Termasuk pil kontrasepsi.
Di Inggris, sekarang juga lumrah seorang pasien bertanya kepada dokternya setelah perawatan : obat herbal apa yang perlu saya konsumsi selama rawat jalan ?
Pindah ke rokok. Lima belas tahun lalu, negara-negara barat sudah melarang iklan yang vulgar menampilkan rokok. Tak hanya pose orang merokok, logo dan nama perusahaan rokok yang jadi sponsor sebuah kegiatan olahraga pun harus disamarkan. Smoking room juga makin dibatasi jumlahnya. Para perokok disingkirkan sebagaimana orang sakit pembawa virus dikarantina. Di barat jamak pula rokok dibuat sangat mahal, 4-5 kali lipat harga rokok disini. Jika ketahuan menjual rokok untuk remaja bawah 17 th, penjual dan pembeli dihukum berat dan toko itu kehilangan lisensi untuk berjualan.
Demikian juga di bidang ekonomi. Kesadaran kembali ke sistem Islam terus meluas gemanya di negara-negara barat. Prinsip-prinsip moral dan etika yang terkandung dalam Islam diajarkan ulang, bukan sekedar Quality Management yg berbasis ilmu duniawi. Bahkan disana bank syariah disebut sebagai Islamic Bank. Lebih tegas dan jelas.
Semua berkebalikan dengan Indonesia.
Di negeri ini, kita dipaksa menghirup udara yang berat karena mengandung residu peradaban. Sebagian besar aktivitas keseharian kita adalah import mentah-mentah budaya barat. Sebagiannya lagi dicangkokkan ke dalam batang kesadaran kita diam-diam, ke dalam individu maupun sistem.
Industri farmasi masuk ke negeri ini dan berkuasa dengan gagah perkasa. Sebuah riset menunjukkan omzet globalnya tak kalah dengan industri senjata. Kita konsumsi zat-zat kimiawi yang belum tentu bersahabat dengan tubuh manusia. Jerry D. Gray pernah mengungkapkan sebuah fakta, bahwa vaksin polio masuk ke Papua melalui sebuah lembaga dunia dan lalu jadi pemicu kasus HIV disana. Dengan berbagai cara, zat-zat berbahaya ini telah masuk hingga ke perut-perut bayi negeri ini, layaknya senjata biologis.
Di Indonesia, rokok dan perokok bebas merdeka. Kata Taufik Ismail, Indonesia adalah surga perokok. Bahkan rokok jadi jelmaan tuhan baru, tuhan sembilan senti karena dipuja dan kita dibuat menghamba. Industri musik disokong rokok. Rapat RT – RW disponsori rokok. Bahkan industri olahraga yang sehat harus dikotori peran industry rokok.
Di barat perokok dicela-cela, dan jadi pahlawan pemasukan pajak negara. Diseminarkan karena khawatir dampaknya ke penurunan pemasukan pajak dan potensi jumlah pengangguran. Diperdebatkan halal-haramnya. Seorang calon menteri bahkan diisukan harus minggir karena dari awal ia berniat mengetatkan UU tentang rokok. Sebagian lagi yang mengatakan “makan apa nanti para pedagang asongan, buruh pabrik, dan petani tembakau” telah jatuh syirik karena meragukan Allah Yang Maha Memiliki Rizki bisa membuka berbagai pintu rizki lainnya bagi mereka.
Tak habis pikir, seorang bapak yang sudah pasti rusak paru-parunya karena merokok dari remaja, bisa dengan dzalimnya menghisap satu per satu batang rokok setiap jam yang nilainya seribu, sementara istri di sebelahnya repot berjualan bakso dengan keuntungan 1.500 per mangkuknya.
Perokok berat yang menghabiskan 2 pak rokok impor sehari bahkan bilang tak mampu berqurban setiap Iedul Adha. Padahal uang yang dibakarnya, jika ditabung setahun sudah cukup untuk 2 ekor kambing tipe B atau 2/7 ekor sapi.
Ekonomi Islam di sini berjalan tertatih-tatih, diperdebatkan status ribanya : halal, subhat atau haram. Kendali bank syariah dikekang undang-undang oleh bank pusat yang jelas ribawi. Bahkan, ‘diperhalus’ labelnya : BANK SYARIAH, bukan BANK ISLAM. Dana yang dikelola bank syariah di Indonesia, negeri dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, kalah jauh dibanding Malaysia yang jumlah penduduknya sepersepuluh.
Dinar juga diragukan bisa ‘comeback’ dan terus dikebiri. Padahal nash dalam Quran, hadits dan praktek ekonomi mulai jaman Khulafaur Rasyidin hingga khalifah-khalifah sesudahnya, bahkan pandangan para ilmuwan dan ulama Islam yang muncul belakangan, semuanya mengarah bahwa penggunaan Dinar adalah bagian dari aspek moneter dalam Islam yang membawa kesejahteraan. Hampir semua fiqih muamalah yang menyangkut ekonomi, termasuk hitung kekayaan, gaji dan zakat, satuannya dalam Dinar dan Dirham. Bersama zakat-infaq-shadaqoh dan bergeraknya sector riil, penggunaan Dinar dan Dirham adalah pelengkap tegaknya ekonomi yang adil.
Umar ibn Khattab RA, dalam bab kaidah konsumsi pada fikih ekonominya, meminta umat Islam hidup sederahana dan melarang untuk “mengikuti dan meniru pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat kafir” karena hal ini tidak saja membawa dampak buruk pada bidang ekonomi semata, melainkan juga pada akidah, akhlaq dan sosial.
Sesungguhnya umat Islam tidak mungkin mengetahui jalan kemandiriannya dan melepaskan belenggu taklid yang melilitnya, selama mereka membangun pola hidup seperti barat.
Apa yang terjadi saat ini sebetulnya lebih parah impaknya dibanding apa yang dikhawatirkan Umar RA. Sebabnya karena di satu sisi kita sibuk meniru barat lalu kita hancur karenanya, di sisi lain mereka justru ‘mencuri’ dan mengaplikasikan pengetahuan terbaik yang Islam miliki hingga mereka makin kuat dan kokoh.
Kapan kita insyaf dan bangkit, dan bangga mengaku diri kita muslim, kemudian berhenti menjadi objek yang terus-menerus menderita ?
Allahua’lam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Comment