GOLD PRICE IS IN YOUR HAND!!

Unduh gratis aplikasi pemantau harga emas kami, untuk pengguna BlackBerry klik http://www.salmadinar.com/ota dan pengguna Android klik http://www.salmadinar.com/android langsung dari device Anda

24hr Gold Dinar Chart

24hr Gold Dinar Chart

Selasa, 28 Desember 2010

AYO NATURALISASI EMAS NEGERI



Written by Endy Junaedy Kurniawan

Mengapa pembelaan kita untuk penguasaan cadangan emas dunia kembali di pangkuan ibu pertiwi harus sama ngototnya dengan dukungan kita untuk Timnas yang sedang berjuang untuk nama baik bangsa di ajang AFF?

Karena kitalah yang paling berhak makmur dan sejahtera dengan cadangan harta hakiki itu. Ragam mineral dan komoditas tambang itu berserakan di muka tanah dan terpendam rapih tetap berharga di perut bumi nusantara. Mulai tembaga, alumunium, tembaga, emas kuning hingga emas hitam berupa minyak bumi. Di hamparan pulau-pulau yang tertata berderetan dengan indah tersedia lahan subur yang menghasilkan buah dari kebun-kebun, bulir dari sawah-sawah siap panen. Dari bagian lain yang kurang subur berdiri pabrik-pabrik yang siap berproduksi, lalu siap dikonsumsi seperempat milyar manusia penduduknya, yang selain jadi konsumen juga menjadi angkatan kerja yang besar sekali jumlahnya.

Hampir tak mungkin membicarakan emas sebagai isu geologi dan industri pertambangan semata. Tak mungkin membicarakan emas dan memisahkannya dengan penguasaan dan penjajahan ekonomi, motif politik global, bahkan agama. Jika topik diskusi kita semata soal nilai dan asal-usul emas, maka dialog ini seharusnya telah berhenti sejak lama. Emas adalah hasil tambang langka yang jadi lambang kekayaan mulai jaman pra sejarah, sudah jadi fitrah. Tak bisa dibantah.

Gold. Glory. Gospel. Tiga motif yang jadi simbol kick-off dimulainya perlombaan memangsa kekayaan Nusantara oleh Portugis
dan Spanyol adalah fakta yang telah menjadi kesadaran sejarah. Motif primitif dan abadi yang menggabungkan nafsi penguasaan kekayaan alam dan ekonomi, kejayaan, serta agama. Dengan berbagai bentuknya kita bisa mudah mengenali dalam penjajahan abad modern, tiga motif ini menjelma kembali, termasuk – sekali lagi - terjadi bagai déjà vu di bumi Indonesia semenjak kita tunduk sepenuhnya pada aturan dan pengendalian barat, salah satunya semenjak tahun 1967 ketika kita menjadi anggota IMF.

Dari saat merdeka, kita hanya mampu mengkoleksi tak sampai 80 ton emas sebagai cadangan kekayaan negara, atau hanya 4.3% dari total cadangan devisa. Padahal per tahun, tambang kebanggaan kita di gunung tertinggi di Papua saja bisa mengeluarkan 300 ton dari dalam perutnya. Tak mungkin emas-emas itu menguap begitu saja. Harta berharga itu diangkut secara legal ke sebuah negara yang hingga sekarang menjadi adidaya karena 8.000 ton cadangan emasnya, sehingga kita bisa apa-apa.

Negara-negara yang ‘sadar emas’ seperti Cina, sekarang makin rakus mengumpulkan emas sebagai cadangan. Mereka tak ingin jerih payah milyaran rakyatnya yang memproduksi barang-barang yang membanjiri pasar negara di seluruh dunia jadi mubazir dengan menyimpan produk-produk di sektor keuangan yang berbasis uang kertas.

Institusi apapun, dan negara manapun, biarpun sembunyi-sembunyi, tetap harus mengakui bahwa emas lah harta yang hakiki. Menyimpannya untuk pertahanan dan kekuatan cadangan. Melepasnya untuk mendapatkan suntikan dana segar berupa uang tunai. Demikian pula ketika IMF melepas 403 ton cadangan emasnya, semata untuk mempercantik kondisi keuangannya berupa penambahan dana segar sebesar USD 7,6 Miliar. Bank sentral India (dan juga kabarnya Cina), serta beberapa negara kecil di kawasan Asia adalah pihak yang membeli cadangan emas IMF ini.

Jika menengok ke belakang, sepanjang tahun 2010 yang akan segera berakhir ini tak ada peristiwa besar yang bisa menghentikan trend kenaikan harga emas. Investor tradisional di beberapa negara Asia adalah salah satu yang mendorong permintaan sangat tinggi sehingga membuat harga melonjak. Mereka memilih menyimpan logam mulia, jenis investasi ‘primitif’ tanpa deviden, tanpa terkena pengaruh bunga dan kebal inflasi.

Kembali ke poin pembuka : final AFF Indonesia vs Malaysia.

Yang layak kita lakukan saat ini, mendoakan kemenangan timnas di ajang AFF, sebuah hiburan yang jadi penghilang dahaga keringnya prestasi dalam jangka lama, juga pelipur atas berbagai luka dan duka yang mendera tiap sendi kehidupan di dalam negara.

Sebagaimana juga kita perlu doa dan ikhtiar untuk tercapainya sejahtera bagi masyarakat Indonesia. Kemakmuran yang ditandai
berputarnya roda ekonomi dan seimbangnya sektor produksi dan konsumsi, juga tersimpannya dengan baik hasil jerih payah bangsa dalam bentuk cadangan emas yang memadai.

Kata zahab yang berarti emas di dalam Al-Quran disebut sebanyak delapan kali. Sejak awal, emas dalam Islam adalah penyimpan kekayaan sekaligus sebagai alat tukar yang asli dan hakiki. Dengan simpanan emas lah negeri-negeri Islam makmur dan berjaya.

Meskipun naturalisasi adalah istilah dalam konteks kewarganegaraan, layak saat ini kita juga mulai memikirkan untuk me’naturalisasi’ emas yang muasalnya adalah milik kita, untuk kembali ke pangkuan Indonesia.

Allahua’lam.

Sabtu, 04 Desember 2010

REVIEW BUKU : THINK DINAR! SEBUAH KADO UNTUK PENYADARAN FINANSIAL UMMAT



Oleh : Endy Junaedy Kurniawan

Dalam suasana Hijrah di seputar 1 Muharram, di tengah keinginan yang semakin mengkristal untuk kembali ke sistem ekonomi Islam sebagai pengganti sistem ekonomi yang saat ini makin tua dan sakit-sakitan, setelah mempersiapkan kelahirannya selama 8 bulan, alhamdulillah buku kami Think Dinar! telah siap diedarkan dan sampai ke tangan pembaca.
Sebagai penulis, saya menyadari belakangan bahwa selain berisi ajakan untuk selamat secara ekonomi saat ini dan mempersiapkan diri untuk masa depan dengan basis moneteri Islami dengan mata uang asli Islam yaitu Dinar dan Dirham, buku ini sesungguhnya berisi juga pengetahuan tentang EKONOMI, panduan INVESTASI serta MOTIVASI untuk memperjuangkan kesejahteraan.

Buku ini berisi 6 bab, tebal 320 halaman, diterbitkan oleh Asma Nadia Publishing House (ANPH). Meski cukup tebal, semoga tak membuat berat untuk dibaca. Sebaliknya, karena tematik, kami berharap ringan dan aplikatif.

Di bagian awal buku : AYO JADI MUSLIM KAYA disajikan dorongan untuk kaya harta, sebagaimana contoh dan teladan yang ditunjukkan generasi awal umat Islam, yang mempraktekkan segala aspek dalam ajaran Islam dengan menyeluruh, sehingga menghasilkan banyak kisah kesuksesan yang terus menjadi inspirasi hingga kini. Bahwa kaya hati dan batin akan lebih sempurna dan tinggi nilainya ketika seseorang memiliki kekuatan harta. Dengan harta itu seseorang bisa menjalankan fungsi sosialnya dengan lebih baik, dengan harta itu seseorang bisa mendapatkan posisi tinggi di hadapan Rabb-nya, dengan cara menginfakkan harta di jalan agama.

Di bagian kedua, EKONOMI KAPITALIS, ANTARA MITOS dan FAKTA, disajikan ‘jebakan’ yang mengancam di sekitar kita dan fakta yang ada di balik itu semua. Ancaman itu adalah system ekonomi kapitalis yang bahkan telah jadi praktek biasa di keseharian kita, jadi nafas yang mengisi paru-paru aktivitas ekonomi kita, jadi darah yang membawa oksigen ke praktek bisnis dan transaksi, hingga menjadi inspirasi dalam hal investasi individual dan rumah tangga. Semua akan dibongkar untuk menjadi penyadaran bagi kita, bagaimana sebaiknya mengambil sikap dalam kaitannya menyelematkan kekuatan ekonomi keluarga.
Bab ketiga, THINK DINAR, berisi intisari ajakan untuk hijrah yang menjadi pesan utama buku ini. Pada bab ini disajikan berbagai ajakan aplikatif untuk menerapkan Dinar sebagai alat investasi sebagai bentuk persiapan menuju reformasi moneter ketika Dinar dan Dirham jadi alat tukar yang resmi.

Pada bagian keempat, RAHASIA KEKUATAN DINAR EMAS, kita akan menyelami fakta-fakta yang diturunkan melalui wahyu maupun bukti ilmiah bahwa motif dibalik penciptaan emas sebagai alat simpan harta dan sebagai alat tukar adalah demi kesejahteraan manusia. Selain itu, kita juga disajikan fakta-fakta yang terjadi di sekitar kita yang mendorong naik-turunnya nilai emas sebagai kandungan utama Dinar.

Di bagian akhir buku, bab V tentang DINAR ISLAM SEBAGAI SOLUSI MASA DEPAN dan bab VI EKONOMI ISLAM YANG MENSEJAHTERAKAN, banyak mengajak pembaca untuk melihat kembali pilar-pilar ekonomi Islam yang jika diterapkan sesuai nilai asalnya, ditambah akhlaq pelakunya, akan menjadi jawaban segala persoalan ekonomi yang ada sekarang. Mengembalikan kejayaan dan kesejahteraan umat manusia, bukan hanya umat Islam, yang pernah menerangi bumi ini selama kurang lebih 1.500 tahun lamanya.
**
Jika kita membuka lembaran-lembaran sejarah untuk melihat sepak terjang umat manusia, niscaya kita akan mengetahui bahwa umat Islam ketika menempuh metodologi (manhaj) Islam dalam segala aspek kehidupannya, maka mereka hidup dalam kejayaan, kecemerlangan, dan mampu merealisasikan banyak kemajuan dan penemuan.

Pesan kedua buku ini yang tak kalah penting adalah perlunya umat menyadari bahwa ekonomi Islam dapat tegak tidak hanya dengan alat tukar dan penyimpan nilai dalam bentuk Dinar maupun Dirham, melainkan juga dengan bergeraknya sektor riil produktif serta zakat-infaq dan shadaqoh, kebijakan terkait kesejahteraan masyarakat, politik dan kekuasaan yan mendukung, serta berbagai hal dalam praktek ekonomi yang bergerak bersama dalam bangunan Islam yang kokoh, maka tugas kita saat ini adalah menyatupadukan gerakan-gerakan ekonomi Islami.

Semoga buku ini bermanfaat untuk siapapun yang membacanya. Amiin.

PEMESANAN :
Perlu sedikit waktu setelah selesainya proses pencetakan pada 16 Desember sebelum dilakukan pengiriman ke jaringan TB Gramedia, Gunung Agung dan TM BookStore.
Bagi yang berminat, dan tidak bisa menunggu buku ini masuk toko, pre-order melalui kami dipersilakan.
Pesan sebelum tanggal 16 Desember akan dapatkan DISKON 30% dari Rp 57.000 menjadi Rp 39.900 + biaya kirim tergantung lokasi.

Mohon lengkapi data dibawah kemudian langsung kirim email ke penulis : endy.kurniawan@gmail.com
NAMA :
ALAMAT LENGKAP :
NO HP :
JUMLAH PESANAN :

Tentang ANPH : Asma Nadia Publishing House. Penerbit spesialis buku-buku sarat nutrisi. Belum genap setahun, telah menerbitkan belasan buku yang laris-manis. Dipimpin oleh Asma Nadia, penulis produktif yang telah menghasilkan 41 buah buku. ANPH adalah penerbitan yang terus menularkan virus kepenulisan melalui berbagai workshop, membangkitkan kesadaran tentang investasi abadi yang pahalanya tiada henti : infaq ilmu dengan menulis.

Minggu, 28 November 2010

THE GOLDEN CONSTANT (BAGIAN 2 : PENGUASAAN ATAS EMAS, SATU LANGKAH MAJU KE KEJAYAAN MASA LALU)


Kabar baik bagi kita adalah dari seluruh emas yang telah ditambang di muka bumi yakni sekitar 150.000 – 160.000 ton, 70% - 90% dikuasai swasta, termasuk individu/ perorangan. World Gold Council menyebut angka sekitar 100.000 ton emas dikuasai swasta, pada 2005. Sementara sisanya dikuasai oleh 109 negara sebagai cadangan di bank sentral-nya. Laporan lembaga yang sama pada September 2010 menyebutkan jumlahnya sekitar 27.000 ton.

Sebagaimana tulisan pada bagian pertama pekan lalu, penguasaan mayoritas stok emas dunia oleh non-pemerintahan ini adalah salah satu sebab mengapa kembalinya gold-standard sebagaimana era Bretton Woods diprediksi sulit terwujud. Menurut Martin Wolf, analis ekonomi senior The Financial Times, proses akuisisi emas masyarakat ini akan memakan berbagai macam biaya yang luar biasa dan bisa menimbulkan kekacauan.

Jauh lebih mungkin, jika saatnya tiba, terjadi pertukaran langsung emas-emas simpanan masyarakat untuk transaksi sehari-hari. Jumlah 100.000 ton yang beredar adalah jumlah yang sangat banyak. Seandainya pun tak dalam bentuk koin yang standard, masyarakat cukup menggunakan emas dalam bentuk apapun, disertai timbangan untuk pengukur berat. Praktek ini sebagaimana jaman awal Rasulullah SAW bertransaksi menggunakan emas, alat transaksinya adalah emas dalam berbagai bentuk (koin, lempengan/ tibr) dan telah mencukupi.

Kita tahu, emas adalah bahasa transaksi universal. Kita pernah bahas sebelumnya, salah satu item survival kit pilot tempur Amerika adalah sepotong emas. Kawan saya Ahmad Gozali, ketika sesi workshop investasi emas sering menyampaikan penggalan sebuah film dengan setting di sebuah negara komunis. Prajurit Amerika yang perlu tumpangan tak bisa membayarnya dengan US Dollar karena penduduk setempat tak tertarik mata uang asing itu. Tapi deal terjadi setelah si agen bersedia membayarnya dengan jam tangan terkenal berlapis emas.

Selama 1500 tahun kejayaan Islam menerangi bumi, ekonomi kekhalifahan berada di standar yang sangat tinggi. Bahkan menjelang rapuh dan runtuhnya kekhalifahan Turki Ustmani sekalipun, indeks harga dan kesejahteraan warga negaranya masih lebih baik dari Inggris yang berdiri sejaman.

Kemanapun reformasi moneter ini membawa nanti, kita perlu bersiap diri dari kini. Perhatikan grafik 10 besar penguasa emas dunia pada gambar. Dari 10 negara yang memiliki cadangan emas terbesar, hanya 3 negara yaitu China, Rusia dan Amerika sendiri yang juga merupakan 10 besar negara penghasil emas. Selebihnya adalah negara-negara barat non-produsen emas, yang dengan disiplin dan kesadaran penuh, mereka tahu tapi diam-diam saja, justru menyimpan harta hakiki itu dalam dekapan negaranya, meskipun dalam keseharian mereka terlihat sibuk mengkampanyekan anti-gold standard.

Dari grafik, kita juga bisa menyimpulkan satu hal yakni kecilnya kesadaran negara-negara penghasil emas utama untuk mempertahankan emas yang ditambang dan diolah di negaranya sendiri, sehingga tak cukup menyimpan untuk pertahanan ekonomi negaranya. Mereka memilih untuk menjadi penambang dan eksportir, tapi tak menjadikan emas sebagai cadangan ekonomi negaranya, kecuali sedikit saja.

Negeri ini seharusnya memberi penghargaan kepada masyarakat yang secara individual berupaya menyimpan emas di rumah tangganya masing-masing, yang jika dijumlahkan akan menghasilkan angka simpanan emas yang sangat besar dan mengindikasikan ketahanan ekonomi riil masyarakat Indonesia. Seandainya warga negara yang hidup di atas ambang kemiskinan (artinya secara ekonomi cukup mampu) yaitu 70% dari total penduduk Indonesia memiliki 1 gram emas, maka jumlah emas minimal yang dimiliki rakyat Indonesia berjumlah 168 ton. Angka ini telah 2 kali lipat lebih dibanding cadangan emas yang dimiliki bank sentral.

Seandainya 1 orang menguasai 1 Dinar (emas dengan berat 4.25 gram), maka cadangan emas yang berada di kantung masyarakat Indonesia berjumlah 714 ton. Dijumlahkan dengan cadangan devisa Bank Indonesia yang sekitar 75 ton, maka Indonesia akan berada di posisi ke-8 penyimpan emas mengalahkan Jepang.

Sosialisasi penguasaan emas ke tangan masyarakat ini, bagi saya pribadi, adalah upaya pertahanan sekaligus persiapan menyongsong masa depan. Pertahanan untuk melindungi harta dan asset masyarakat. Persiapan masa depan untuk sebuah reformasi (mungkin juga revolusi, gerakan perubahan radikal) sistem moneter dunia dengan medium emas, juga perak. Seluruh negara dan masyarakat negara lain, secara terbuka maupun diam-diam melakukannya dengan penuh kesadaran. Sebagai negara dengan cadangan emas melimpah, mengapa kita tidak melakukan hal serupa?

Dengan jumlah cadangan emas yang memadai, ekonomi negeri kita punya sandaran hakiki, layak adu tanding dengan dengan negara-negara ekonomi kuat lainnya. Ini jadi modal yang cukup untuk menopang prediksi banyak riset yang menunjukkan Indonesia akan berada dalam posisi 10 besar ekonomi terkuat dunia pada 2020 dan 5 besar pada 2030.

Wallahua'lam

Minggu, 21 November 2010

THE GOLDEN CONSTANT (Bagian 1 : BRETTON WOODS MUNGKIN (TAK) KEMBALI)



Written by Endy Junaedy Kurniawan

Berapa banyak uang beredar di muka bumi? Laporan McKinsey Global Institute pada 2008 menyebut angka USD 61.000 Trilyun. Karena dirilis tahun 2008, maka itu berarti tak termasuk rentetan stimulus yang kemudian diakhiri dengan USD 600 Milyar yang sebulan lalu dikeluarkan Amerika melalui The Fed.

Berapa nilai emas yang ada di muka bumi? Sekitar USD 1.300 Trilyun. Saya tak mention dengan rupiah karena sulit menuliskan satuannya. Terlalu panjang angka nolnya.

Dua angka tersebut membawa kita ke masa 1944 – 1971 dimana Gold Standard diberlakukan dengan payung Bretton Woods Agreement. Kala itu dimana 35 Dollar yang dicetak/dikeluarkan bank sentral Amerika haruslah dengan backup 1 troy ounce emas, uang yang beredar adalah kurang lebih sama dengan nilai emas yang ada di bank sentral di seluruh dunia.
Yang terjadi sekarang adalah jumlah uang kertas telah dicetak 46 kali lebih banyak dari yang seharusnya (USD 61.000 Trilyun dibagi nilai emas USD 1.300 Trilyun). Inilah makna FIAT MONEY itu, uang kertas dicetak sangat banyak, suka-suka, tanpa mencerminkan jumlah kekayaan atau asset riil berupa emas yang dimiliki negara-negara yang disimpan bank sentral masing-masing.

Akibatnya adalah keuntungan dinikmati si pencetak reserved currency (USD). Stagnansi ekonomi yang mereka alami, sebagaimana terjadi sekarang dimana produksi dan konsumsi dalam negerinya mandeg, yang kemudian membuat mereka mencetak uang baru, hanya (mungkin) menguntungkan di sisi mereka. Mungkin, karena belum tentu stimulus ini berhasil mengangkat ekonomi dalam negerinya. Yang justru pasti adalah seluruh negara berlomba menurunkan nilai mata uangnya demi bisa bersaing untuk pasar ekspornya. Yang pasti lagi adalah membuka kemungkinan hyperinlasi terjadi di negara-negara berkembang yang tak tahu menahu, bahkan mungkin tak terlibat awalnya dengan pertarungan ekonomi tingkat tinggi tersebut. Yang jadi korbannya adalah kesejahteraan masyarakat di negara berkembang, karena hyperinlasi berarti menurunnya daya beli uang simpanan mereka sebanyak 2 digit persen.

Selain itu, biaya 4 sen Dollar (atau 0.04 Dollar) untuk mencetak setiap lembar USD itu pun bermakna perampokan. Stempel berapapun bisa dicantumkan di lembaran uang kertas, lalu dibuat untuk membeli lebih banyak asset di negara-negara miskin atau berkembang. Untuk membeli sebuah perusahaan teknologi di Indonesia dengan nilai Rp 5 Trilyun (USD 561 juta), hanya perlu mencetak uang pecahan USD sebanyak 5,61 juta lembar dengan biaya 4 sen x 5,61 juta = USD 22 juta sen, atau sama dengan USD 220.000. Disini praktek SEIGNORAGE bekerja. Untuk membeli perusahaan senilai Rp 5 Trilyun, produsen USD hanya perlu Rp 1,9 Milyar biaya cetak uang.

Data tentang nilai uang riil (yaitu emas) vs nilai uang (kertas) yang ada sekarang itulah yang membuat banyak ekonom meragukan Bretton Woods jilid II yang diwacanakan Robert Zoellick, bos World Bank, mustahil terlaksana. Karena jumlah uang beredar sudah sedemikian besar melebihi yang seharusnya, implementasi Gold Standard Currency seperti pernah dipraktekkan dulu akan membawa kompleksitas sistem global. Simpanan setiap bank sentral juga tak seimbang. Semenjak Perang Dunia I, Amerika lah yang menyimpan emas paling banyak. Dengan situasi ini, harus ada negara yang rela seluruh harga barangnya naik. Di sisi lain, harus ada sebagian negara yang harus bersedia seluruh harganya diturunkan. Reposisi dan keseimbangan baru itu akan berbiaya sosial sangat besar, melibatkan seluruh negara dan masyarakat di dalamnya.

Salah satu sebab lain Bretton Woods sulit dijalankan adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh bank sentral untuk mengumpulkan emas domestik maupun internasional (sebagai backup pencetakan uang dengan standar emas) akan sangat besar. Dengan sistem ini, maka pemilik emas akan menjual emasnya kepada bank sentral, yang jelas memerlukan lebih banyak backup untuk pencetakan uang baru. Biayanya akan sangat besar, dan karena permintaan meningkat drastis, harga emas akan melonjak sangat tinggi. Ujungnya, pemilik emas bisa menilai harga yang ditetapkan tak setinggi yang seharusnya dan mereka memilih menyimpan saja emas-emas yang telah dimiliki. Wajar, karena sejak semula, emas adalah penakar nilai dan alat tukar yang universal, maka penyimpan emas merasa lebih safe dan untung jika menyimpan emas untuk melindungi asetnya juga untuk membeli barang kebutuhan. Pada titik ini terjadi kekacauan dan orang tak memerlukan lagi uang kertas, dan dunia kembali pada masa dimana emaslah yang menjadi alat transaksi. Inilah masa pada periode dengan rentang 1.500 tahun semenjak Dinar dan Dirham ditetapkan khalifah Umar ibn Khattab hingga runtuhnya kedaulatan Islam pada masa Turki Ustmani.

Uraian diatas dituliskan dengan gamblang oleh Martin Wolf, kontributor The Economist, seorang Profesor di University of Nottingham yang juga Chief Economics Commentator di Financial Times – London.

Pada sebuah tulisannya, ia mengutip juga pernyataan Bennett McCallum dari Carnegie Mellon University yang menyatakan bahwa kesadaran kembali ke alat tukar berupa emas (sebagaimana pada tahun-tahun sebelum 1930-an) diawali dengan tingkat pemahaman agama/ religiusitas yang cukup tinggi. Karena hanya ajaran agama saja yang memberikan penjelasan bahwa “nilai emas tidak pernah berubah, ia tetap dan terjaga selamanya’ (the price of gold should not be varied but should maintained, forever).

Dan kita tahu, Islam adalah agama yang melalui firman dalam Al-Quran dan hadits Rasulullah SAW, mengajarkan keyakinan ini kepada kita. Sejatinya, hal-hal seperti ini harus terus kita bangun mulai saat ini.

Bersambung…
(Berikutnya : 90% emas di muka bumi ini ternyata dikuasai swasta, bukan oleh bank sentral. Ini kabar baik, lalu bagaimana sikap kita?)

*) Judul tulisan diambil dari buku dengan judul sama : “The Golden Constant: The English and American Experience 1560 – 2007, Roy W Jastram, Edward Elgar Publishing)

Kamis, 18 November 2010

BERAPA HARGA DINAR 10 TAHUN MENDATANG?



Written by : Muhaimin Iqbal (www.geraidinar.com)
Judul asli : "Deret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Menduga Harga Emas 10 Tahun Mendatang"


Tentang teori deret Fibonacci, saya pernah menulisnya hampir tiga tahun lalu untuk menggambarkan penurunan nilai mata uang kertas. Kemudian saya juga telah menulis tentang teori peluruhan eksponensial sekitar 8 bulan lalu untuk menguatkan hal yang sama. Kini saya akan menggunakan dua teori tersebut untuk menjawab salah satu pertanyaan pembaca setia situs ini, yaitu seperti apa kiranya harga emas sepuluh tahun dari sekarang.

Sebelum saya uraikan aplikasi dari teori-teori tersebut, perlu saya jelaskan bahwa tidak ada seorang ahli-pun di dunia yang bisa mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi di masa yang akan datang – demikian pula dengan saya. Yang saya lakukan hanyalah mengolah data statistik harga emas dan nilai tukar Rupiah, kemudian menggunakannya dengan asumsi – bahwa peristiwa-peristiwa yang akan datang – tidak jauh berbeda dengan apa yang sudah pernah terjadi sebelumnya.

Untuk menduga harga emas 10 tahun yang akan datang, saya gunakan statistik harga emas dalam US$/Oz dan dalam Rp/Gram selama 40 tahun terakhir 1970 – 2010 yang sudah saya muat dalam tulisan tanggal 1 November 2010 di situs ini.

Dari statistik tersebut diatas, kita tahu bahwa seama 40 tahun terakhir – harga emas dunia rata-rata 2010 (sampai Oktober) dalam US$/Oz telah mengalami kenaikan sebesar 33 kali dibandingkan harga emas rata-rata tahun 1970; atau dalam Rupiah selama periode yang sama harga emas telah mengalami kenaikan sebesar 749 kali. Dari data ini bila kita konversikan dengan bilangan Fibonacci (perkalian 1.618) dan waktu paruh US$ maupun Rupiah (yang berarti perkalian 2.0 untuk harga emas) ; maka selama 40 tahun terakhir dapat kita sarikan dalam tabel.

· Dalam kurun waktu 1970-2010; harga emas dalam US$ telah mengalami frekwensi Fibonacci sebanyak 7.05 dan dalam Rupiah sebanyak 13.5.

· Rentang waktu (return period) dari satu titik Fibonacci ke titik berikutnya rata-rata selama 40 tahun terakhir dalam US$ adalah 5.67 tahun sedangkan dalam Rupiah 2.96 tahun.

· Dalam kurun waktu 1970-2010; harga emas bila dibeli dengan mata uang kertas telah berlipat dua (daya beli uang US$ maupun Rupiah tinggal separuh) sebanyak 4.85 kali (US$) dan 9.40 kali (Rupiah)

· Selama 40 tahun terakhir, waktu paruh rata-rata mata uang kertas adalah 8.25 tahun untuk US$ dan 4.26 tahun untuk Rupiah.

Dari rangkuman angka-angka statistik tersebut, dapat kita gunakan secara sederhana untuk menghitung berapa kira-kira harga emas sepuluh tahun yang akan datang baik dalam US$ maupun dalam Rupiah – dengan asumsi bahwa tidak terjadi pemburukan ekonomi dunia yang lebih parah dibandingkan dengan apa yang terjadi selama 40 tahun terakhir.

Dengan menggunakan pendekatan deret Fibonacci Harga Emas rata-rata 10 tahun yang akan datang dapat dihitung dari harga emas rata-rata tahun ini x kelipatan Fibonacci (1.618) ^ (10 /return period Fibonacci). Hasilnya untuk US$ adalah US$ 2,789/Oz dan dalam Rupiah adalah Rp 1,822,985/gram.

Bila kita gunakan teori peluruhan, maka harga emas rata-rata 10 tahun yang akan datang adalah sama dengan harga emas rata-rata tahun ini x 2 ^ (10/waktu paruh). Hasilnya untuk US$ adalah US$ 2,768/Oz dan dalam Rupiah adalah Rp 1, 831,898/gram.

Untuk memberi gambaran seberapa tinggi harga-harga tersebut dapat dibandingkan dengan tabungan US$ maupun tabungan Rupiah sebagai berikut :

· Bila Anda menabung US$ 1,194 tahun ini (harga rata-rata emas dunia 2010 untuk 1 Oz), dengan hasil bersih rata-rata 1 % misalnya; maka 10 tahun yang akan datang uang Anda hanya menjadi US$ 1,319. Uang yang sama yang Anda rupakan emas menjadi antara US$ 2,768 – US$ 2,789 atau naik sekitar 2.2 kali dibandingkan dengan tabungan US$ Anda.

· Bila Anda menabung Rp 359,000 (setara dengan harga 1 gram emas rata-rata tahun ini), maka bila tingkat hasil bersih rata-rata 6 % , setelah 10 tahun uang Anda akan menjadi Rp 749,000. Jumlah uang yang sama bila dirupakan emas akan bernilai antara Rp 1,822,985 - Rp 1,831,898 atau kurang lebih 2.6 kali dibandingkan yang ditabung dalam Rupiah.

Dari angka-angka diatas kita kemudian juga bisa menghitung pula bahwa harga Dinar saat itu (2020) insyaAllah akan berada di rentang rata-rata antara Rp 7,812,252/Dinar s/d Rp 7,850,445/Dinar.

Estimasi tersebut diatas adalah estimasi konservatif karena berasumsi bahwa tidak terjadi percepatan pemburukan ekonomi dunia dalam 10 tahun kedepan. Padahal kita tahu sejak beberapa tahun terakhir misalnya, daya beli US$ cenderung memburuk dengan cepat setelah berbagai langkah Quantitative Easing yang dilakukan oleh Federal Reserve-nya. Jadi lebih besar peluang harga emas dunia untuk lebih tinggi dari perhitungan-perhitungan tersebut diatas – ketimbang peluangnya untuk lebih rendah. Wa Allahu A’lam.

Senin, 15 November 2010

WORLD CURRENCIES : THE BIG RACE TO THE BOTTOM



Written by Endy Junaedy Kurniawan

Entah bagaimana ceritanya, lahir dari akal sehat ataukah refleksi kehilangan harapan, Robert Zoellick, presiden World Bank, pekan lalu menyerukan agar emas ‘dapat dijadikan referensi penentu uang dunia’. Dengan lebih gamblang ia menyebutkan bahwa ‘kita memerlukan emas sebagai acuan yang menghindarkan kita dari inflasi, deflasi serta menjadi mata uang masa depan’.

Pandangan yang ia keluarkan ini, sebuah ajakan kembali ke Gold Exchange Rate a la Bretton Woods tahun 1944, terdengar unik mengingat negara-negara maju saat ini berlomba menjatuhkan nilai mata uangnya dalam ‘balapan menuju ke dasar’ (big race to the bottom) yang bernama Currency War. Upaya sungguh-sungguh yang dilakukan para kepala negara dalam sidang-sidang marathon G-8, The Fed, G-20, APEC, sepertinya sangat serius, meskipun belum terlihat hasilnya. Dan, World Bank, melalui Zoellick, yang merupakan representasi kepentingan negara besar penguasa ekonomi dunia, menjadi kontroversial ketika mengeluarkan pandangan yang melawan arus seperti itu.

Stimulus-stimulus yang dilakukan negara-negara kuat seperti Amerika dan Jepang, adalah aktivitas yang terdengar aneh bagi yang awam ekonomi, bagaimana mungkin upaya yang disengaja untuk membuat rendah mata uang negara sendiri terhadap negara lain, disebut sebagai upaya ‘penyehatan ekonomi’. Di kacamata kita bersama, makin kuat mata uang, makin OK ekonomi suatu negara. Di situasi sekarang, tidak demikian.

Disisi lain, ajakan ini kemudian bisa jadi sangat kita maklumi mengingat kehancuran uang kertas itu begitu di depan mata, sehingga kemudian dunia memerlukan mata uang ‘baru’ yang adil sebagai alternatif alat tukar yang berlaku saat ini. Sebagian menyebut bahwa perang mata uang ini baru akan selesai dalam waktu 5 tahun - menghabiskan seluruh energi negara yang terlibat didalamnya. Atau berhenti dengan cepat, diselesaikan dengan perang dalam arti pertempuran fisik.

Kita memahami bahwa sebagian besar negara, semenjak tahun 1924 hipokrit dan penuh rekayasa. Mendua pandangan akan posisi emas sebagai sandaran kesejahteraan negara dan rakyatnya. Menerapkan berbagai kebijakan dan strategi untuk mengakal-akali dan menutupi kemilau nilai emas yang hakiki.

Pada tahun 1933, Roosevelt pernah sengaja melepaskan kurs Dollar dari harga emas internasional agar harga komoditas tak ikut naik ketika harga emas mengalami kenaikan. Sementara di dalam negeri, ia membekukan ekspor emas dan melarang warga Amerika untuk menukarkan dollar dengan emas. Kontradiktif.

Anehnya, sebagai sponsor Bretton Woods Agreement tahun 1944, Amerika yang terlihat anti emas, malah mengajak untuk memformalkan ketentuan pencetakan uang : pengeluaran 35 uang dollar (35 USD) harus terkait dengan emas 1 ons sebagai backup.

Tahun 1971, tindakan aneh kembali dilakukan. Setelah pencetakan uang besar-besaran tak terikat lagi dengan emas dilakukan oleh Amerika, Nixon mengajak untuk meninggalkan emas sepenuhnya dengan Smithsonian Agreement, maka dunia masuk ke ke era floating rate hingga kini.

Inggris pun hingga saat ini mengenakan pajak sangat besar bagi pembelian emas yaitu 17,5% untuk menghalangi penguasaan emas oleh sektor private.

Sekarang, Amerika, yang pro kebijakan moneter liberal, ternyata menyimpan 8.000 ton emas sebagai cadangan bank sentralnya. Ini melebihi penjumlahan cadangan emas Jerman dan IMF sekaligus yang ada di peringkat kedua dan ketiga.

Dari 10 negara yang memiliki cadangan emas terbesar, hanya 3 negara yaitu China, Rusia dan Amerika sendiri yang juga merupakan 10 besar negara penghasil emas. Selebihnya adalah negara-negara barat yang dengan ‘disiplin dan kesadaran penuh’ justru menyimpan harta hakiki itu dalam dekapan negaranya.

Cina adalah negara yang terus menganjurkan negaranya melalui bank sentral, maupun masyarakatnya, untuk menyimpan emas banyak-banyak. Setelah di awal krisis perumahan 2008 Cina mengimpor 200 ton, pekan lalu, inisiatif ini diteruskan dengan target 600 ton hingga akhir tahun ini, dan 600 ton berikutnya di tahun 2011.

India, Pakistan, Sri Lanka pada 2008 melakukan hal yang sama. Mengkonversi cadangan devisa dari USD menjadi emas. Agustus lalu, Vietnam melonggarkan keran impor emas agar komoditas riil itu masuk ke kantung-kantung rakyatnya. Permintaan-permintaan yang menguat dari berbagai negara ini termasuk yang mendorong tinggi harga emas mulai krisis 2008 hingga kini.

Bagaimana dengan Indonesia, negara penghasil emas terbesar ke-7 di dunia, atau oleh orang-orang barat yang ‘jujur’ Indonesia disebut sebagai peringkat 1? Yang jelas, 73.8 s.d 75 ton yang dimiliki bank sentral adalah jumlah yang sangat kecil jika dibandingkan cadangan negara-negara lain, apalagi dibandingkan dengan produksi emas dalam negeri yang mencapai 7% terhadap produksi emas dunia. Hingga kini, kita belum melihat kebijakan khusus yang massive untuk memborong lebih banyak emas sebagai cadangan devisa.

***
Itulah yang terjadi sekarang, banyak negara mengajak berpaling dari emas, sementara mereka diam-diam menimbun emas untuk sandaran ekonomi negeri yang hakiki. Jika negara tak terlalu peduli, emas di kantung-kantung masyarakat-lah yang paling mungkin untuk terus ditambah secara mandiri. Penyadaran di tingkat masyarakat ini harus terus digalakkan.

Kembali ke isyu Bretton Woods Jilid-2 yang digulirkan bos World Bank. Belakangan, Zoellick mengklarifikasi ucapannya. Ia tak sedang menganjurkan agar kita kembali ke masa “Gold Exchange Rate” tahun 1944 - 1971 lalu. Yang ia ucapkan sesungguhnya ajakan untuk “mulai menyadari” bahwa ada emas yang bisa dijadikan alat tukar. Dalam banyak transaksi, ia telah melihat emas menjadi sesuatu yang wajar untuk dipertukarkan sebagai medium of exchange, karena rendahnya kepercayaan orang (terhadap mata uang kertas).

Ada persoalan mata uang yang harus diselesaikan. Dan jalan keluar itu, diakui ataupun tidak, adalah alat tukar emas. “There is elephant in the room (gold) and that is what I want people to recognize” lanjut Zoellick.

Bisa jadi, bukan “Gold Backup Currency” yang pernah lahir kemudian gagal (1944 - 1971) yang layak lahir kembali, melainkan “Real Gold Currency” berupa Dinar yang telah berfungsi baik selama 1.500 tahun yang akan menjadi solusi.

Wallahua’lam

Minggu, 07 November 2010

49 DIRHAM TERKUMPUL UNTUK MEMBANTU MENTAWAI,WASIOR dan MERAPI


Alhamdulillah, dalam periode 1 - 8 November 2010, dari program 1 MAN - 1 DIRHAM TO SAVE INDONESIA terkumpul dana senilai 49 Dirham yang sudah diteruskan ke lembaga kemanusiaan.

Untuk Mentawai diteruskan melalui PKPU (Pos Keadilan Peduli Ummat)
Untuk Merapi diteruskan melalui BSMI (Bulan Sabit Merah Indonesia)
Untuk Wasior diterukan melalui IMS (Islamic Medical Service) - Hidayatullah.

Mungkin tak banyak dari sisi nominal, namun insya Allah membantu banyak untuk meringankan beban saudara2 kita yang sedang diuji dengan musibah gempa bumi, tsunami, longsor / air bah dan erupsi Merapi.

Semoga berbalas kebaikan berlipat tak terhingga bagi siapa saja yang telah menyisihkan sebagian hartanya. Amiin.

Sabtu, 30 Oktober 2010

1 MAN - 1 DIRHAM TO SAVE INDONESIA


Assalamualaikum

Sebagai bentuk kepedulian atas berbagai musibah yang terjadi di Indonesia, kami mengajak rekan-rekan menyisihkan sebagian rizkinya untuk membantu saudara-saudara kita di Wasior, Mentawai dan Merapi.

Transfer dana senilai 1 Dirham (Rp 37.000) ke :
- Rekening Mandiri No 103.00.01023874 a.n Endy Junaedy Kurniawan
- Rekening BCA No 092.1343.743 a.n Dirhamsyah


*) Yang berlokasi di Jakarta maupun yg mampu menjangkau SalmaDinar dan jaringannya, setoran berupa Dirham juga kami terima dan salurkan
*) Meski ajakan bantuan dana dalam bentuk Dirham, tak menutup kesempatan bagi yang yang ingin membantu senilai kelipatan Dirham maupun senilai Dinar (+/- Rp 1,650,000)
*) Amanat dana akan disalurkan ke beberapa lembaga bantuan yang telah terjun langsung ke lokasi bencana

Wassalamualaikum

Minggu, 17 Oktober 2010

EMAS ITU ‘KUNO’


Dalam beberapa kali interaksi dengan rekan-rekan yang ingin belajar atau ingin memperdalam pengetahuannya tentang emas, fakta, tabiat dan cara investasinya, saya bilang bahwa “Workshop seperti ini, yang intinya menyampaikan pesan untuk mempertahankan kesejahteraan keluarga dan bangsa dengan kembali ke emas, hanya perlu untuk orang kota yang ‘modern’.”

Saya lalu ambil contoh kisah seorang rekan yang saat lebaran lalu pulang kampung, bercerita dengan bangga kepada ibunya bahwa ‘orang kota’ pada ‘nyadar’ dan mulai investasi ke emas. Ibunya hanya tertawa karena baginya, ‘orang kota’ ketinggalan banget. Secara tradisi, saudara-saudara kita yang tinggal diluar kota-kota besar telah menyimpan emas mulai dari nenek-moyang mereka. Yang mereka tahu, emas itu alat simpan yang fitrah. Mereka tak tahu ilmunya, tak ikuti group seperti MUyS di Facebook, maupun ikut kuliah twitter tentang emas.

Pada event terakhir kemarin saya malah dapatkan informasi dari rekan bahwa di Sulawesi, biarpun berbentuk perhiasan (bukan emas batangan LM dan Dinar), suku Bugis sangat kuat tradisi ‘simpan kekayaan dalam emas’nya. Bahkan anak-anak, sering terlihat menggunakan perhiasan emas cukup banyak di badannya, baik dia lelaki maupun perempuan. Seorang rekan lagi bercerita, pada haji tahun 2001, dimana suasana traumatis akibat krismon 1997 – 1998 belum benar-benar hilang, para jamaah haji dari Sulawesi itu terlihat tidak terlihat baru saja menghadapi bencana ekonomi. Banyak orang ketika itu harus cari berbagai cara untuk menutupi kekurangan ONH-nya saja (tahun 1997 biaya haji 8 jutaan, tahun depannya naik menjadi 21 jutaan), sementara ‘para penyimpan emas’ dari Sulawesi itu bilang “Leluhur kami pun sudah berangkat haji dengan emas. Tak ada yang berbeda”.

Pesan dari tulisan ini sebetulnya satu : emas adalah symbol kesejahteraan yang motifnya sangat mendasar. Emas adalah motif kekayaan yang kuno. Nabi Sulaiman menghiasi istananya dari emas, sebagai lambang keindahan dan keagungan. Kerajaan Romawi pun telah menggunakan emas sebagai alat tukar dalam bentuk koin. Sesuatu yang kemudian diadopsi Islam, selama ribuan tahun sebelum runtuhnya kekhalifahan Utsmani. Kerajaan-kerajaan di nusantara pun demikian, mengenali emas sebagai symbol wibawa, penyimpan harta yang agung, di kerajaan Majapahit & Sriwajya misalnya.

Bahkan ketika system uang kertas diterapkan, uang kertas itu masih harus dicetak dengan backup emas, sebelum diporakporandakan Amerika sendiri pada tahun 1971 oleh Nixon dengan Smithsonian Agreement-nya. Jadilah uang kertas adalah uang yang mengambang, suka-suka, sehingga mudah sekali spekulan mempengaruhinya.

Emas adalah harta langka yang hakiki. Itu sebabnya kemudian Islam menjadikannya sebagai alat tukar, penyimpan harta dan penakar nilai dalam bentuk Dinar sebagai mata uang.

Dalam situasi ekonomi yang makin tak menentu sekarang (beberapa ahli berpendapat 2012 akan jadi kiamat ekonomi, dan beberapa yang lain mengatakannya dengan ‘lebih ringan’ yakni akan terjadi the greatest depression – lebih buruk dibanding yang terjadi pada tahun 1930), makin perlu kita mencari alternatif tata kelola ekonomi dunia yang lebih fitrah.

Gejala-gejala pahit itu mulai sering kita lihat saat ini. Pelemahan ekonomi negara terjadi hampir serentak. Perang mata uang antara gajah-gajah ekonomi dunia, pelanduk - negara-negara berkembang dan tertinggal - bisa mati di tengah-tengah. Angka pengangguran dan hutang yang membelit negara-negara besar.

Demam emas di tengah masyarakat, terutama masyarakat kota seperti yang saya urai di awal tadi, yang juga ditandai makin tingginya harga emas dengan sangat cepat dalam waktu singkat, sekitar 1 bulan terakhir, menunjukkan dengan jelas mana asset fitrah sebagai tempat bersandar. Seluruh investor besar di dunia berlari ke emas – The Safe Haven, memunculkan demand yang sangat besar. Sementara supply emas sudah Allah atur sedemikian rupa sehingga tetap langka.

Sebagai individu, apa yang perlu kita lakukan adalah menyelamatkan harta dan asset keuangan dari hantaman krisis dengan menyimpan dalam asset yang hakiki, yaitu emas. Di masa ‘transisi’ ini, menyimpan Dinar menjadi pilihan terbaik. Secara intrinsik kandungan Dinar adalah emas – sehingga berfungsi sebagai investasi dan proteksi nilai harta, sekaligus langkah bersiap-siaga untuk menjadikannya sebagai alat tukar. Insya Allah.

Wallahua’lam

Sabtu, 02 Oktober 2010

HARGA SEDANG TINGGI. JUAL SAJA EMASNYA ?


Written by Endy Junaedy Kurniawan

Emas sedang benar-benar perkasa 3 pekan terakhir ini. Berkebalikan dengan USD yang sedang benar-benar loyo, bahkan posisinya terhadap Yen Jepang terendah dalam 15 tahun.

Karena begitu mencemaskannya kondisi ekonomi AS - angka pengangguran dan pencetakan uang-uang baru, dan jatuhnya negara-negara Eropa dalam jurang hutang yang makin dalam, beberapa negara yang diinisiasi Jerman kemudian menghentikan penjualan emasnya, dan memilih berlindung dibalik ‘Safe Haven’ itu.

Alhasil karena makin seretnya supply, ini mendorong harga emas makin tinggi. Ketika saya buat tulisan ini, emas diperdagangkan di USD 1.318/ troy ounce, rekor tertingginya selama ini. Tepat 10 tahun lalu, emas dihargai USD 200/troy ounce lebih sedikit atau Rp 57.000 per gram. Saat ini, per Jumat kemarin, situs Logam Mulia menunjukkan harga Rp 381.000 per gram untuk pecahan terbesarnya yakni 1.000 gram.

Banyak orang termasuk George Soros mengatakan harga emas menggelembung begitu cepat dan bersiap meletus. Mereka lupa bahwa emas adalah komoditas, yang gerak naik-turunnya, selain terkait berbagai pemicu dan sentimen eksternal, juga terikat pada dirinya sendiri, yakni supply-demand yang mengenai dirinya. Komoditas relatif ‘steril’ dari gelembung / bubble, berbeda dengan sektor finansial.

Tahun 2006, para ahli mengatakan hal yang sama. Gold Bubble, ketika meletus diperkirakan harga kempes. Hingga kini itu tak pernah terjadi. Yang terjadi 2 tahun setelahnya, bubble ekonomi itu meletus di AS dipicu macetnya kredit perumahan.

15 tahun lalu, tiga tahun sebelum krisis moneter terjadi, para ahli mengatakan hal yang sama. Beberapa saat sebelum krisis moneter itu pula, Agustus 1997, kita menyaksikan emas dihargai Rp 27.100 per gram. Harga itu, yang kita ingat, adalah harga termurah sampai dengan saat ini.

Di sisi lain banyak analis yang mengatakan bahwa harga emas, jika menyentuh USD 1.350/troy ounce pada akhir Oktober, ia akan melaju lebih tinggi lagi hingga USD 1.500 pada Desember nanti, atau naik 13% dibandingkan saat ini. 16 dari 22 pedagang emas besar yang disurvey oleh Bloomberg juga mengatakan pekan depan harga emas akan naik, dan masih akan terus naik.

Dan Dinar, meski tak diperdagangkan di Sabtu pagi, price meternya telah menyentuh Rp 1.640.370. Titik tertingginya pula.

Akhir-akhir ini pun, melalui Twitter, YM dan bertemu langsung, saya mendengar 2 pertanyaan paling heboh :
- Harga emas sedang tinggi, apakah sekarang saatnya menjual ?
- Harga emas sedang tinggi, apakah saat yang tepat untuk membeli ?

Dan dua pertanyaan ‘sederhana’ itu tak perlu dijawab dengan analisis dan prediksi-prediksi. Jawabannya berpulang pada Anda. Apa motif jual dan beli emas atau Dinar Anda ?

Jika Anda sudah simpan minimal setahun dan merasa telah merasakan keuntungan dari naiknya harga emas itu, kemudian ada objek investasi lain yang lebih menguntungkan, misalnya investasi riil dalam bentuk rumah makan, Anda tak perlu pikir panjang lagi. Lepas emas Anda sejumlah yang diperlukan lalu re-investasi di tempat lain. Jika Anda jual atau gadaikan emasnya, hanya karena merasa bahwa keuntungan berlipat dibanding pertama kali Anda investasikan, kemudian tak tahu akan diapakan dana itu, lebih baik tak perlu Anda jual.

Sama halnya bagi Anda yang menyimpan emas atau Dinar itu untuk cadangan dan berjaga-jaga. Misalnya biaya pelunasan sekolah anak Anda yang masuk kuliah S-2. Anda sedang butuh, maka jual saja. Dengan motif cadangan ini, maka saat yang tepat menjual emas adalah SAAT DIBUTUHKAN.

Pertanyaan satu lagi, apa di saat harga sedang tinggi begini adalah saat yang tepat membeli emas? Ilmu masa depan hanya milik Allah, dan jika motif Anda adalah investasi minimal 1 tahun, maka tak ada kata terlambat – tak ada kata terlalu cepat – tak kenal kata ‘waktu yang salah’, untuk investasi pasif dalam bentuk emas / Dinar. Mengapa? Cukuplah kita tengok data puluhan tahun, dimana emas menunjukkan kenaikan terus menerus, secara rata-rata diatas 20% per tahun. Pada 2010 saja, per akhir September emas telah naik 17,96%.

Wallahua’lam

Wassalam

Minggu, 26 September 2010

3 DO's & DON'T's DALAM PRAKTEK AWAL EKONOMI ISLAM


Islam mengajarkan agar uang beredar dengan cepat di masyarakat, untuk menjadi darah dari perekonomian sehingga berputar dengan efektif. Tabungan dalam masa awal berdirinya negara Islam Madinah adalah salah satu yang efektif menjadi penggerak ekonomi. Jangan bayangkan tabungan seperti yang kita kenal sekarang.

Rasulullah SAW, dengan tangannya sendiri, mengatur etika ekonomi untuk meruntuhkan hegemoni ekonomi Quraiys dan Yahudi di satu sisi, juga untuk memperlancar pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan.
Beberapa cara yang digunakan untuk mempercepat perputaran uang adalah :
- Mendorong dana tabungan sebagai modal investasi dengan berbagai akad Mudharabah, Musyrakah, Muzara'ah dan Musyakat
- Mendorong 'utang tanpa bunga' (atau qard hasan)
- Infaq dan wakaf

Di sisi lainnya, Rasulullah melarang 3 praktek bisnis ilegal. Praktek-praktek ini dilarang karena menghambat ekonomi sekaligus memperkaya sekelompok orang saja, yaitu :
- KANZ (Penimbunan Uang)
- RIBA
- KALI BI KALI (transaksi dengan cara transaksi terlebih dahulu tapi menunda penyerahan barang yang mendorong terjadi aksi spekulatif)

Dengan 3 DO'S dan 3 DON'T'S itu, ekonomi Islam yang terlihat sederhana di awal berdirinya negeri Islam Madina, mampu membawa peradaban yang maju dan berkembang serta memberikan kesejahteraan pada rakyatnya.

Sederhana karena Islam tak melakukan pemisahan-pemisahan antara sektor finansial dan sektor riil. Adanya praktek manajemen dana masyarakat hanyalah sarana menyiapkan modal agar bisnis dan perdagangan berjalan di tengah masyarakat. Sektor riil dan sektor keuangan menjadi satu kesatuan. Tak boleh ada kebijakan yang membuat mandegnya praktek bisnis di masyarakat, bahkan hingga tingkat individu pun diatur. Anjuran stop penimbunan, dan stop hidup bermewahan itu sistem yang diatur negara.

Ekonomi sederhana, yang dibangun Rasul SAW ini hanya pernah sekali mengalami defisit karena biaya tinggi akibat perang. Itupun segera ditutup dengan hutang, yang kemudian dibayarkan tak sampai setahun kemudian.

Demikian semoga bermanfaat.
Wassalam

Minggu, 12 September 2010

EMAS, PERTAHANAN TERAKHIR KEMAKMURAN BANGSA INI


Written by Endy Junaedy Kurniawan

Masih dalam suasana lebaran, sebelum masuk ke tulisan, ijinkan kami mengucap Taqobbalallahu Minna Wa Minkum.
Semoga Allah terima segala amal ibadah kita selama Ramadhan, dan di Syawwal ini kita menjadi suci lahir dan batin.
___

George A. Maley, seorang eksekutif Freeport-McMoran pada tahun 1996 menuliskan dalam bukunya “Grasberg” bawah gunung tambang emas di Papua memiliki cadangan emas terbesar di dunia. Menurut data tahun 1995, di areal Grasberg saja tersimpan cadangan bijih tembaga sebesarr 40,3 miliar pon dan emas sebesar 52,1 juta ons, dan masih akan terus menguntungkan hingga tahun 2040. Freeport-McMoran Copper & Gold yang menambang emas di Papua di tambang Erstberg (sejak 1967) dan Grasberg (sejak 1988), menambang emas sebanyak minimal 300 ton setiap tahunnya.

Seorang jurnalis CNN section Indonesia pada tahun 1980-an pernah terbang di ketinggian dengan helikopter di atas gunung emas Freeport di Papua dan dia menyatakan kesaksiannya : “Dari ketinggian, gunung tersebut berkilauan ditimpa sinar matahari. Butiran-butiran emas tersebut sangat mudah didapat, berserakan di atas tanah sehingga tak perlu lagi teknologi hebat untuk memisahkannya dengan tanah.”

Forbes Wilson melakukan sebuah penelitian yang kemudian disatukan dalam sebuah buku berjudul “The Conquest of Cooper Mountain” dan menyebut bahwa gunung tersebut sebagai harta karun terbesar yang untuk memperolehnya tidak perlu menyelam lagi karena semua harta karun itu telah terhampar di permukaan tanah. Dari udara, tanah di sekujur gunung tersebut berkilauan ditimpa sinar mentari. Riset Wilson ini juga pernah dikutip oleh Lisa Pease dan dimuat di majalah Probe dengan judul “JFK, Indonesia, CIA and Freeport”. Lima tahun kemudian, harian Kompas memuatnya dengan judul “Freeport McMoran, Soekarno dan rakyat Irian”. (1)
_____

Ada 3 cara halus bagaimana perampokan ekonomi dilakukan ‘bangsa maju’ terhadap ‘bangsa tertinggal’. Ada satu cara kasar (2) dan satu lagi cara ‘pertengahan’.

Tiga cara halus itu diantaranya menarik simpanan suatu negara ke negara lain dengan cara mengiming-imingi keuntungan besar kepada bangsa lemah untuk membeli aset-aset keuangan, seperti bonds (surat utang) dan deposito di negara maju. Cara ini menarik masuk dana ke negara besar sekaligus melemahkan sektor riil di negara berkembang yang menanamkan dananya. Padahal resikonya sama besarnya dengan keuntungannya. Dua cara lain adalah Segniorage dan Pinjaman dengan Bunga. Pinjaman dengan bunga ini mudah sekali dipahami cara kerjanya, karena pada tingkat individu juga kerap terjadi. Hutang tak terbayar karena bunga-berbunga bisa membuat kita melepaskan aset dan jatuh miskin.

Satu cara halus yang telah kita sering bahas adalah Segniorage. Dengan uang kertas yang biaya cetaknya murah, negara tertentu bisa membeli komoditas dan aset dari negeri lain. Segampang itu, tapi banyak bangsa sulit sekali menyadarinya. Penjelasannya begini: sebuah negara akan mengalami potensi kerugian ketika memutuskan untuk mematok uang lokalnya terhadap mata uang asing yang disepakati sebagai acuan, US Dollar misalnya, dan mempersilakan mata uang asing tersebut untuk digunakan dalam transaksi-transaksi domestiknya. Dalam kesepakatannya,, sistem perbankan negara ‘tertinggal’ tidak diperkenankan untuk mengeluarkan/mencetak uang baru kecuali sedikit saja. Namun negara ‘berkuasa’ mengeluarkan uang baru dengan sesuka hatinya. Kemudian dengan uang hampa yang biaya cetaknya 4 cents per lembar itu itu ia membeli aset bangsa ‘tertinggal’ seperti perusahaan lokal, tambang, lahan pertanian dan perkebunan, juga komoditas riil yang dihasilkannya seperti emas, perak, tembaga, alumunium, mangaan, minyak bumi, gas alam, dan lainnya.

Satu cara lain adalah perampokan terang-terangan berupa invasi / perang. Hal yang dialami oleh saudara-saudara kita di Afghanistan dan Irak saat ini. Motif yang sama juga sebetulnya ada di belakang setiap peperangan seperti Perang Dunia I dan II, juga masuknya Portugis dan Spanyol ke Indonesia di tahap awal kemudian oleh VOC pada tahap akhirnya. Motif GOLD, GLORY, GOSPEL itu nafsu mendasar manusia dan terus valid hingga kini.

Lalu ada cara ‘pertengahan’. Halus di awalnya, dengan diplomasi dan lobby-lobby serta kesepakatan tingkat tinggi. Tapi cara eksploitasinya sebetulnya sama saja. Ketika gerbang terbuka, maka penghancuran dan pencurian laksana operasi perang saja. Ketika Amerika melalui “teman dekat dalam negeri”nya menumbangkan Soekarno dan pada tahun 1967, lalu terjadi bagi-bagi kue ‘Mafia Berkeley’ dengan para pengusaha Yahudi di Swiss pada November 1967, sebetulnya sejak itulah digelar karpet merah bagi penguasa asing menjarah bumi Indonesia. Mulai Freeport, seluruh tambang, kekayaan alam dan sektor-sektor strategis dijadikan menu santapan bersama kekuasaan asing.

Di Freeport misalnya, hingga sekarang Amerika tak mau kehilangan sebiji emas pun. Mereka membangun pipa-pipa sepanjang 100 km langsung menuju laut Arafuru, dimana telah menunggu kapal-kapal besar yang akan mengangkut hasil emas dari perut bumi Papua ke Amerika.
_____

Fakta yang terjadi diatas mungkin melampaui jangkauan ikhtiar kita. Ada konspirasi tingkat tinggi yang mungkin hanya Allah yang siapkan cara untuk menumbangkannya. Yang ingin kita pesankan adalah bahwa penguasaan emas, termasuk Dinar adalah upaya kecil tapi strategis untuk mempertahankan kemakmuran individu maupun di level negara. Indonesia adalah negeri kaya dengan cadangan emas terbesar di dunia. Barat dengan ekonomi ribawi seolah ‘menjauhi’ emas. Padahal mereka diam-diam menimbun dan menyandarkan kesejahteraaan ekonomi negaranya kepada simpanan emas. Amerika tercatat memiliki cadangan emas 8.000 ton atau sebesar 78,9% dari cadangan devisanya. Meski ketika krisis lalu terus berkurang, namun jauh lebih besar dari cadangan emas Indonesia - yang merupakan negeri emas ‘Swarnadwipa’ - yakni hanya 4,3% dari cadangan devisanya.

Dengan menguasai emas secara individual, kita telah menjalankan misi mempertahankan kesejahteraan hakiki bangsa ini. Apalagi jika emas simpanan kita gunakan untuk bertransaksi dan modal investasi di sektor riil sehingga kumulasi emas dan kesejahteraan masyarakat membesar dengan cepat.

Note :
Era Muslim Digest edisi 11 yang berjudul “Misteri Besar di Indonesia” sendiri saya anjurkan Anda baca lengkap karena isinya insya Allah bisa membuat 'Big Wow' dan menyingkap konspirasi besar dibalik upaya imperialisme atas negara kita.

1) EraMuslim Digest, Islamic Thematic Handbook, Edisi Koleksi 11, halaman 73 - 76
2) Perampok Bangsa-Bangsa - Mengapa Emas Harus Jadi Mata Uang Internasional, Ahamed Kameel Mydin Meera, Penerbit Mizan, Cetakan Pertama, April 2010, halaman 69 - 77

Sabtu, 28 Agustus 2010

SELESAIKAN HUTANG JANGKA PANJANG ANDA DENGAN DINAR


Written by Endy Junaedy Kurniawan

Karena orientasi simpanan Dinar dan emas pada umumnya jangka panjang, maka jelas ia bisa menjadi solusi keuangan yang sifatnya jangka panjang pula. Misalnya hutang jangka panjang, apalagi diatas 5 tahun. Atau simpanan dana pensiun. Atau haji. Makin panjang durasinya, makin jelas manfaatnya.

Beberapa tulisan ke depan, saya insha Allah akan share solusi-solusi Dinar yang praktikal.
Bahwa Dinar memang kita persiapkan untuk kembali membawa solusi sebagai alat tukar, intrinsiknya yang berupa emas dengan tabiatnya yang terus tumbuh jika dinilai dengan uang kertas itu, bisa kita ambil manfaatnya untuk menyelesaikan persoalan-persoalan keuangan keluarga.

Dalam pembahasan tentang hutang jangka panjang, kita ketahui yang dapat dikategorikan hutang jangka panjang adalah misalnya KPR (Kredit Pemilikan Rumah) atau Kredit Usaha dan beberapa Kredit Multi Guna. Kredit seperti ini biasanya rendah bunga / bagi hasilnya, atau ringan cicilannya.

Namun sebagaimana hutang lainnya, meski cicilannya bisa jadi tak terlalu menyiksa, kita perlu segera melunasinya jika memungkinkan. Selain ancaman di kubur dan akhirat bagi orang yang berhutang (tanpa keturunan kita bisa melunasinya), kita juga ingin membebaskan pikiran dari berbagai beban hutang agar menjalani kehidupan dengan lebih tenang.

Selain itu, gaya hidup berhutang harus kita tinggalkan. Jika melihat sejarah, iming-iming kemudahan berhutang (padahal dengan kerepotan di belakang hari) sudah ditawarkan para bankir Yahudi pada jaman Dinasti Abassiyah kepada para pejabat negara. Sebaiknya kita tak lestarikan lagi kebiasaan ini.

Sekarang, mengapa tak coba biarkan Dinar yang ‘bekerja’ melunasi hutang jangka panjang Anda ?

Mari ambil ilustrasi.
Kita memiliki hutang sebesar Rp 50.000.000 dengan cicilan Rp 700.000 per bulan (Rp 8,4 jt per tahun), jatuh tempo 10 tahun. Dalam kasus ini kita bisa dengan ringan menunaikan cicilan selama 2 tahun. Ketika masuk tahun ketiga, Allah karuniakan rizki lebih sehingga kita bisa memiliki spare penghasilan sebesar Rp 500 ribu ekstra untuk membayar hutang. Apa yang sebaiknya dilakukan dengan Rp 500 ribu ini? Memutuskan untuk memperbesar cicilan menjadi Rp 1 juta? Sebaiknya tidak.

Kita akan coba alihkan kelebihan itu dalam bentuk Dinar. Selain untuk menutup hutang, kita akan lihat bahwa Dinar itu juga akan menjadi investasi yang bermanfaat untuk simpanan dan mengembangkan asset.

Selama 3 bulan, Rp 500 ribu itu akan bisa dikonversikan ke dalam Dinar (asumsi Dinar saat ini sekitar Rp 1,5 juta), sehingga dalam setahun kita akan dapatkan 4 keping Dinar.
Pada tahun berikutnya, harga Dinar naik hingga mungkin dengan dana yang sama kita hanya bisa dapatkan 3 keping Dinar. Demikian juga pada tahun berikutnya.

Total pada tahun ke tiga menabung dalam bentuk Dinar, kita telah memiliki 10 keping (4 di tahun pertama, 3 di tahun kedua, 3 di tahun ke tiga). Pada 3 tahun mendatang, 10 keping itu telah senilai lebih dari Rp 20 juta. Sementara saat ini, 10 keping itu hanya senilai 15 juta.

Selama 3 tahun itu pula (atau pada tahun ke-5 hutang berjalan), kita tetap melakukan cicilan bulanan senilai Rp 700.000, sehingga pada saat kita memiliki Dinar senilai Rp 20 juta, pokok hutang kita tinggal Rp 29 juta.

Dengan 10 keping Dinar di tangan (yang didapat pada tahun ke-5) dan melihat pertumbuhan nilai historis sebesar 25% per tahun, maka pada tahun ke-7 (3 tahun sebelum jatuh tempo) Dinar kita telah insha Allah mampu mencukupi untuk membayar sisa pokok hutang.

Antara tahun ke 5 s.d ke 7 itu, kita tetap menambah jumlah Dinar untuk keperluan investasi, bukan untuk membayar hutang.

Sehingga tepat ketika hutang jangka panjang kita lunas lebih cepat dari seharusnya (3 th sebelum jatuh tempo), di saat yang sama kita juga memiliki simpanan Dinar emas sebagai investasi. Atau jika ingin lunasi lebih cepat, bisa jadi pada tahun ke enam kita alokasikan seluruh simpanan Dinar emas untuk melunasi hutang. Sehingga pada tahun berikutnya Anda bisa benar-benar leluasa untuk berinvestasi, karena terbebas dari hutang.

Wallahua’lam

Sabtu, 14 Agustus 2010

REDENOMINASI DINAR ?



Ketika isyu redenominasi Rupiah ramai diperbincangkan sekitar 3 pekan lalu, dalam chit-chat di sebuah group yang saya moderasi, muncul pertanyaan “Jika redenominasi terjadi, bagaimana dengan harga Dinar?”. Saya jawab “Ya jadi Rp 1.500 dong…kan sekarang nilai Dinar Rp 1,5 jutaan”.

Terdiam lama…lalu muncul pertanyaan lagi, lebih untuk mengkonfirmasi “Nilai Dinar gimana ?”. Saya jawab “Ya tetap seperti sediakala. Redenominasi itu memotong angka nol 10 sekalipun, nilai Dinar tetap sama. Tetap bisa membeli dan ditukar komoditas apapun.” Alhamdulillah leganya.

Kemarin, rekan saya yang ikut arisan Dinar berteriak “Ayo lanjutkan arisan Dinarnya ! Dinar gak kena redenominasi. Dulu, sekarang hingga kapanpun, 1 Dinar tetap 1 Dinar, gak akan jadi 0,001 Dinar !!”.

Terpicu semangat rekan saya itu akhirnya saya berbagi tulisan ini. Tulisan ini sudah lama dibuat namun belum pernah saya keluarkan karena belum ketemu konteks yang pas. Pekan lalu saya tak lahirkan tulisan, mohon maaf karena sedang pulang kampung pra-ramadhan. Ketika lebaran nanti saya insya Allah tak mudik, karena tak ingin ikut-ikutan “metoo-ism” sebagaimana tulisan saya sebelumnya “Ramadhan, Investasi dan Metoo-ism”. Bagi yang belum kebagian silakan ke Discussion Board group ini, atau ke www.salmadinar.com.

Oke, kembali ke topik.

HARGA dan NILAI ? Dua hal yang samasekali berbeda.

Dalam ilmu tentang uang, kita diajarkan pemisahan-pemisahan definisi yang membingungkan.
Tidak sekedar membingungkan secara makna, tapi juga membuat banyak perbedaan pada tataran prakteknya.


Sebut misalnya nilai intrinsik dan nilai ekstrinsik.

Nilai intrinsik uang adalah nilai kandungan material bahan pembuat uang.
Misalkan uang logam, atau uang kertas. Yang dimaksud nilai intrinsik dalam uang logam adalah nilai kandungan logamnya. Atau dalam uang kertas, nilai intrinsik adalah nilai kertas pembuat uang itu.
Sementara nilai ekstrinsik uang adalah stempel nominal yang menempel di badan mata uang tersebut.
Dalam mata uang Singapore Dollar, misalnya 1 cent, 5 cent, 10 dan 50 cent, untuk uang logamnya. Dalam uang kertas Rupiah, ada Rp 1.000 hingga Rp 100.000.

Demikian juga, kita tahu terdapat definisi yang sangat berbeda antara nilai ekstrinsik (nominal) uang dengan purchasing power (daya beli)-nya.

Nominal, atau nilai ekstrinsik, adalah stempel angka sebagaimana disebut di atas.
Sedangkan daya beli adalah kemampuan tukarnya terhadap komoditas lain.

Dinar yang terbuat dari emas, nominalnya adalah sama dengan purchasing powernya.
Purchasing power dilihat dari kemampuan belinya terhadap komoditas lainnya. Contoh gampang : daya beli terhadap minyak bumi, atau kebutuhan pokok.

Nilai emas dan komoditas lainnya selalu naik dan turun beriring. Artinya emas menjadi penakar yang seimbang nilai komoditas yang lain. Grafik berikut menunjukkan perbandingan harga emas dibandingkan dengan harga komoditas jagung, katun, biji coklat, karet, wool, minyak zaitun, minyak kedelai, mentega, dan lainnya.

Sementara uang kertas terus melemah. Perhatikan grafik nilai USD dibandingkan harga minyak dunia, yang justru pergerakannya berlawanan. Nilai USD tak mencerminkan fungsinya sebagai penakar dan nilai tukar.

Itu sebabnya Iran dan Venezuela beberapa tahun terakhir gencar mengkampanyekan agar minyak bumi tak dipatok dengan USD lagi, tapi dengan emas yang stabil dan seimbang serta lebih diakui nilainya di seluruh dunia.

Tak hanya terhadap minyak bumi, uang kertas juga terus melemah terhadap komoditas lainnya. Cek pengalaman pribadi kita untuk mudahnya.
Uang 10.000 rupiah pada Agustus 2009 bisa membeli 1 kg gula pasir lokal.
Uang yang sama, lima tahun lagi (tahun 2014) besar kemungkinan hanya mampu membeli tak sampai 0,5 kg komoditas yang sama.

Tarik mundur juga : uang Rp 192.000 tahun 1992 bisa membeli 4,25 gram emas dalam bentuk Dinar. Sekarang, perlu uang 7 kali lipat daripada itu untuk mendapatkan jumlah emas yang sama.

**

Hakikat uang dalam pemahaman Islam, adalah sama antara nilai intrinsik dengan nilai ekstrinsiknya. Ini yang disebut mata uang yang 'adil' yang diwakili Dinar dan Dirham.

Angka 1 pada Dinar adalah simplifikasi unit account. Kandungannya tetap sama yakni emas 22 Karat seberat 4,25 gram. Uang harus gagah dilihat dari penampilannya, tapi harus gagah membeli apapun. Itulah Dinar Emas dan Dirham Perak.

Bandingkan dengan US Dollar yang value kertasnya yang terdiri dari bahan baku dan biaya cetaknya hanya 4 cents, sedangkan nilai ekstrinsiknya bisa berapapun tergantung kebijakan pembuat uang.

Biaya 4 cents dengan stempel ekstrinsik USD 1 hingga USD 100, membuat uang kertas bernilai kosong.
Itulah sebuah industri yang paling menguntungkan di muka bumi, ketika kertas yang hampa dipaksakan untuk digunakan membeli aset riil seperti ladang minyak, tambang emas dan lahan kelapa sawit.

Dan sesungguhnya uang kertas yang dikenal dengan istilah FIAT MONEY, fiat sendiri berasal dari kosakata Latin yang berarti "let it be done". Fiat money artinya mata uang yang "suka-suka".

Di Wikipedia dan investorwords.com kita temukan ciri-ciri uang fiat adalah :
- ditetapkan oleh pemerintah setempat sebagai alat tukar
- nilai tidak tetap, dan tidak di-backup komoditas lain seperti emas
- nilai intrinsiknya nol atau hampir nol

Wallahua'lam

Minggu, 01 Agustus 2010

RAMADHAN, INVESTASI DAN “METOO”-ISM


Written by : Endy Junaedy Kurniawan

Menjelang dan saat Ramadhan, berbagai ritual tahunan dilakukan masyarakat. Tak semuanya sesuai yang dicontohkan, beberapa diantaranya malah bertentangan dengan makna dan nilai esensial yang diajarkan dalam Ramadhan sendiri. Jujur saja, sebagian dari kita mungkin bagian dari pelakunya.

Aktivitas itu sering terlalu banyak menyita energi sehingga kita terlalaikan dari aktivitas-aktivitas yang dianjurkan untuk meraih derajat taqwa yang sejatinya adalah outcome bulan Ramadhan. Sementara kita dituntut bersiap, dan melakukan banyak ibadah selama Ramadhan, fokus kita terbelah.

Biasanya menjelang Ramadhan seperti sekarang ini acara makan bersama kerap diadakan. Alasannya “sebulan penuh nanti tak ada makan bersama”, padahal sepanjang Ramadhan undangan buka bersama biasanya datang bertubi-tubi. Lagipula, menuju Ramadhan bukankah sebaiknya mengurangi makan agar tubuh lebih terkondisi berlapar-lapar nanti.

Selama Ramadhan pengeluaran juga berlipat 1,5 - 2 kali lipat biasanya, untuk mendanai makan mewah saat sahur, terlebih saat berbuka. Sementara contoh yang Rasulullah SAW pertunjukkan adalah mengurangi makan. Hadits yang menunjukkan bahwa beliau “berbuka dengan tiga butir kurma” itu satu-satunya referensi kita untuk tahu bagaimana beliau ketika berbuka. Tidak ada yang lain. Betapa sederhananya. Beliau sebetulnya bisa makan apa saja, tapi selama Ramadhan menyengaja menguranginya. He did it by choice. Tiga butir kurma tanpa tambahan kolak, nasi dan gulai plus buah dan es campur seperti kita biasanya.

Makin dekat lebaran, kita habiskan berjam-jam di pusat pertokoan untuk membeli baju baru dan kebutuhan pokok untuk sebuah pesta di awal Syawal. Sementara yang dianjurkan adalah membeli segala keperluan justru sebelum Ramadhan tiba. Selain harga tak sedang naik dan menghilangkan nafsu belanja yang impulsif, bukankah saat-saat selama Ramadhan adalah waktu yang sangat berharga untuk segala jenis ibadah, sehingga rugi jika harus mensia-siakannya ? Makin dekat lebaran, makin tak boleh tersia-sia.

Rencana mudik juga telah disusun jauh hari, persiapan rute, bekal harta, rencana penginapan dan lokasi tujuan wisata sebagai ikutan. Antara malam ke-23 hingga malam takbir, jutaan manusia terkatung-katung dalam kemacetan arus mudik, tercecer di terminal dan pelabuhan dalam antrian panjang, justru di malam-malam akhir Ramadhan yang tinggi nilainya. Padahal alasan utama untuk mudik dan bermaafan dengan orang tua dan sanak saudara di kampung halaman cukup digantikan waktunya di awal Ramadhan. Sunnah memasuki Ramadhan adalah melunturkan dosa, diantaranya dengan bermaafan dengan sesama, sehingga masuk Ramadhan kita dalam hati bersih suci. Di akhir Ramadhan, cukuplah energi dan perhatian kita untuk beri’tikaf dan meraih lailatul qadar.


Seandainya kita coba belajar untuk melihat contoh generasi awal Islam dan luangkan waktu untuk kuasai ilmunya, maka kita tak akan sekedar ikut-ikutan menjalani ritual. Setiap waktu menyediakan amal terbaiknya, afdholu ‘amal. Silaturahim baik, berpesta dan menjamu keluarga juga sah-sah saja, namun dalam waktu dan tempat yang sesuai untuknya. Demikian juga saat Ramadhan ada amal terbaik yang Allah pilih dan tetapkan.

Isme ikut-ikutan, atau "metoo"-ism, juga terjadi dalam investasi. Ketika Dinar emas mencapai harga tertingginya November - Desember 2009 lalu, ketika itu permintaan dalam negeri meningkat tinggi. Semua orang berbondong-bondong masuk ke emas, tak mau ketinggalan. Padahal ‘driver’ melonjaknya harga emas ada di Amerika dan Eropa. Kami mencatat permintaan Dinar saat itu tertinggi semenjak 2007.

Sebaliknya, saat ini, ketika harga Dinar emas ada di titik terendahnya, semua orang terdiam membisu dan menunggu.

Padahal jika kita kuasai dengan baik ilmu dan tabiat emas, maka kita bisa ambil benang merahnya :
1. Trend tahunan harga Dinar naik (jika dinilai dengan uang kertas) minimal 25% per tahun, meski dalam jangka waktu pendek bisa naik-turun, dan
2. Investasi terbaik adalah ketika permintaan sedang rendah yang artinya harga emas sedang turun.
Maka justru saat inilah waktu yang tepat kita berinvestasi. Meski, justru karena return yang stabil 25% itu, maka secara umum tak ada kata tepat maupun salah saat berinvestasi dalam Dinar emas. Karena nilai investasi kita tetap bertumbuh dalam jangka panjang, dan tak ada kata rugi.

Metoo-ism adalah berpikir sebagaimana orang lain berpikir. Anti metoo-ism adalah berpikir berlawanan, dengan menguasai knowledge-nya. Menjadi unik dan idealis itu perlu dalam mengambil keputusan asalkan dalam koridor kebaikan dan kebenaran. Landasan setiap tindakan kita adalah ilmu, yang didapat dari pembelajaran dan kisah terdahulu yang bisa jadi teladan.

Dalam kaitan Ramadhan, penguasaan akan ilmu akan membuat kita melakukan hal yang tak pada umumnya orang lakukan, sehingga kita bisa jalani Ramadhan lebih optimal, lebih bisa mencapai target ibadah, lebih bisa mengelola harta agar barakah. Ruhiyah terjadi peningkatan, alokasi berlebih untuk konsumsi bisa dialokasikan untuk shadaqoh, infaq dan ifthar, tekun ketika malam-malam akhir, akan membuat kita lebih dekat ke pencapaian taqwa.

Dalam kaitan investasi, kita bisa lebih arif mengambil keputusan. Di saat orang meninggalkan emas, justru kita masuk berinvestasi. Selain itu, bagi yang telah berinvestasi dalam Dinar emas, bisa ‘tenang’ karena tahu bahwa turunnya harga adalah riak-riak kecil dan terjadi sementara.

Wallahua’lam

Sabtu, 24 Juli 2010

STANDAR KESEJAHTERAAN YANG (HARUSNYA) DIJAMIN OLEH NEGARA


Written by Endy Junaedy Kurniawan

Kita perlu menengok kenyataan-kenyataan sejarah bagaimana ekonomi Islam diterapkan di generasi terdahulu, maka tak lain yang tercipta adalah kesejahteraan. Sejahtera yang didorong seluruh faktor ekonomi bergerak bersama, tak timpang. Karena itu pula yang terjadi adalah kemerataan kesejahteraan.

Di awal hijrah, dimana terjadi banyak sekali pengeluaran untuk perluasan pemukiman, pembangunan infrastruktur, penciptaan sumber-sumber produksi, ekonomi Madinah yang dikendalikan langsung oleh Rasulullah SAW tak sedikitpun goyah. Dari tahun ke tahun ekonomi stabil. Hanya sekali Rasulullah SAW berhutang pasca penaklukan Mekkah, untuk keperluan santunan bagi penduduk Makkah yang baru memeluk Islam. Itupun, tidak sampai setahun, hutang terlunasi seusai perang Hunayn.

Rasulullah memimpin perang rata-rata 2 bulan sekali (rata-rata perang 6 kali dalam setahun). Perang menegakkan kalimat Allah ini sangat potensial menimbulkan defisit anggaran, tapi itu juga tak pernah terjadi.

Di tulisan ini, setelah melihat fakta lainnya tentang kekayaan para enterpreneur di jaman kenabian, yang diwakili oleh Nabi Muhammad SAW sendiri, Umar bin Khattab, Abu Bakar, Abdurrahman bin Auf, sekarang kita lihat standar pendapatan khalifah dan rakyatnya, yaitu orang-orang yang dijamin negara. Segala sumber informasi ini menggunakan unit account Dinar dan Dirham yang nilainya tetap hingga kini, selama 1.400 tahun, sehingga kita bisa membayangkannya kini dengan cara mengkonversikan ke dalam rupiah.

1. Ketika awal sekali menjabat sebagai pemimpin negara sepeninggal Rasul SAW, Abu Bakar RA, digaji tahunan sebesar 2.500 Dirham (atau sekitar 200 Dirham per bulan), kemudian belakangan ditingkatkan menjadi 500 Dirham per bulan.
Nilai Dirham yang normal adalah 1/10 s.d 1/12 dari nilai Dinar, artinya sekitar Rp 150.000 per keping Dirham.
2.500 Dirham per tahun adalah senilai Rp 375.000.000 nilai uang saat ini.
500 Dirham per bulan adalah senilai Rp 75.000.000 nilai uang saat ini. Sehingga pada tahun-tahun berikutnya setelah dilantik, Abu Bakar RA menerima gaji tahunan sebesar Rp 900.000.000

2. Umar bin Abdul Aziz, khalifah ke-IV, dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan istana dan tumbuh dalam kesejahteraan.
Disebutkan, dari perkebunannya saja, Umar memiliki penghasilan 50.000 asyrafi (dinar) per tahun. Meski demikian, orangtuanya tak pernah melupakan akan pentingnya pendidikan agama. Maka sejak kecil Umar sudah biasa menghafal Al-Qur`an. Kemudian ayahandanya mengirimnya ke Madinah untuk belajar berbagai ilmu agama. Umar banyak berguru kepada Ubaidillah bin Abdullah. Dengan bekal ilmu itulah Umar semakin bijak menyikapi berbagai persoalan di masyarakat, terutama yang berkenaan dengan prinsip dasar peradaban Islam di masa Rasulullah Saw. dan Khulafaur Rasyidin. Ketika menjabat sebagai khalifah, Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai orang yang sangat saleh. Gaya hidup suka berfoya-foya langsung ditinggalkannya dan menggantinya dengan kehidupan yang zuhud.
50.000 Dinar per tahun adalah senilai Rp 75 Milyar uang saat ini.

3. Tunjangan yang diterapkan Umar bin Khattab bagi para pensiunan, janda-janda dan veteran perang per tahun :
Hazrat Aisyah dan Abbas (paman Nabi) masing-masing sebesar 12.000 Dirham (atau Rp 1,8 Milyar)
Istri-istri Nabi selain Aisyah masing-masing sebesar 10.000 Dirham (atau Rp 1,5 Milyar)
Hasan, Hussain dan para pejuang Badar sebesar 5.000 Dirham (atau Rp 750 juta)
Veteran perang Uhud dan para migran ke Abyssinia sebesar 4.000 Dirham (atau Rp 600 juta)
Muhajir dan Muhajirat sebelum kemenangan Mekkah sebesar 3.000 Dirham (atau Rp 450 juta)
Anak veteran perang Badar, anak Muhajirin dan Anshar, yang ikut dalam perang Qadisiyyah, Uballa dan yang hadir dalam sumpah Hudaibiyah sebesar 2.000 Diriham (atau Rp 300 juta)
Anak-anak yang baru lahir mendapat santunan 100 Dirham (atau sebesar Rp 15 juta)
Selain mendapat santunan berupa Dirham, para pensiunan juga mendapatkan bantuan gandum, minyak, madu dan cuka dalam jumlah tetap

Demikianlah semoga menjadi cermin bagi kita. Seringkali kita sekarang yang hidup di jaman modern memandang bahwa generasi terdahulu hidup terbelakang, ataupun jika kaya - tak sekaya kita sekarang. Mata uang Islam asli yang bernama Dinar dan Dirham, yang tetap nilainya hingga kini, telah membantu kita melihat secara nyata kehebatan dan kebesaran Islam.

Wallahua'lam

*) sumber : Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Ir. Adiwarman Karim, SE, MA, penerbit IIIT
*) sumber : muslimdaily.net

3 ALASAN MENJADI KAYA


written by Endy Junaedy Kurniawan

Umar cemburu.
Harta yang dipersembahkannya untuk perjuangan Islam kepada Rasulullah SAW serasa tak berarti dibandingkan sepenuh harta yang di-infakkan Abu Bakar Ash Shiddiq.

Sementara Umar menyerahkah separuh dari hartanya, Rasul SAW bertanya kepada Abu Bakar ‘Adakah yang kau sisakan untuk keluargamu?’. Abu Bakar menjawab ‘Aku menyisakan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya’. Lalu Umar berkata ‘Aku tidak pernah mengalahkan Abu Bakar dalam segala hal’ (Abu Dawud dan Tirmidzi dari Umar bin Khattab).

Islam membolehkan iri dan cemburu terhadap dua hal : orang yang punya ilmu lalu mengamalkannya, dan orang yang banyak harta lalu menafkahkannya. Seperti inilah hati Umar terbakar disebabkan Abu Bakar.

Pada Quran surat Al-Lail (92) ayat 17 - 18 Allah berfirman : “Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari api neraka, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya.” Ibnu al-Jauzi mengatakan tentang ayat ini “Para ulama sepakat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu Bakar”

Berapa harta Abu Bakar ? Ibnu Umar berkata “Di awal ber-Islamnya Umar, seluruhnya 40.000 Dirham habis untuk memerdekakan budak dan menolong agama”. 40.000 Dirham itu senilai Rp 6 Milyar. Dan itu baru di awal ketika Abu Bakar yang memang bisnismen itu baru masuk Islam.

Subhanallah. Banyak hadits lain yang menceritakan betapa dermawannya Abu Bakar.
Abu Bakar dermawan karena ia memiliki banyak harta. Demikian juga Umar, yang terkenal kaya dan zuhud. Dengan harta itu mereka mendapatkan lebih banyak kesempatan untuk meraih ridlo Allah dan Rasul-Nya.

Di kisah terdahulu, kita pernah share juga kisah Abdurrahman bin ‘Auf. Salah satu dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga. Konglomerat masa itu yang lalu lintas kabilah dagangnya melintasi negara. Ia pernah menjual tanahnya senilai 40.000 ribu dinar (Rp 56 Milyar sekarang) untuk dibagikan kepada keluarganya dari keturunan bani Zuhrah, kepada para Ummul Mukminin (istri-istri Rasul SAW) dan para fakir miskin.

Beliau pernah menyumbangkan 500 kuda untuk kepentingan pasukan perang. Sebelum meninggal dunia, beliau mewasiatkan 50.000 dinar (Rp 70 Milyar) untuk kepentingan jihad di jalan Allah, 400 dinar (Rp 560 juta) untuk setiap veteran perang Badar. Ustman ibn Affan yang juga adalah sahabat yang kaya raya pun mendapatkan bagiannya. Ustman berkata “Harta kekayaan Abdurrahman bin Auf halal dan bersih. Memakannya akan membawa keselamatan dan berkah.”


Kisah-kisah diatas seharusnya memotivasi kita untuk bekerja keras dan meraih harta. Dengan kerja keras saja, pahala telah kita dapatkan. Apalagi dengan harta yang banyak dimana dari sana kita bisa berinfaq di jalan Allah, maka jauh berlipat-lipat balasannya.

Dalam kisah-kisah itu pula sebetulnya kita bisa lihat bahwa kaya bagi seorang Muslim sangat dianjurkan, sementara gaya hidup adalah sebuah pilihan. Para sahabat menunjukkan kombinasi yang indah : lihai berdagang, keras berusaha, tak meninggalkan ibadah dan berdoa, lalu kaya, lalu hidup tak diperbudak harta. Itu zuhud yang sesungguhnya.

Imam Ghazali mengatakan orang zuhud itu adalah orang yang punya dunia lalu meninggalkannya
dengan sadar. Orang miskin itu adalah orang yang ditinggal dunia. Kalau ada orang miskin tidak sanggup membeli makan lalu puasa Senin dan Kamis itu bukan disebut orang zuhud, melainkan memaksimalisasi kondisi keterbatasannya agar tetap dapat pahala. Daripada tidak makan dan tidak dapat pahala lebih bagus tidak makan dapat pahala. Upaya ini benar dan tetap berpahala, tapi bukan masuk area zuhud.

Jika kita baca sirah, Rasulullah SAW itu sudah kaya raya sebelum jadi Nabi. Kemiskinan Rasulullah yang kita baca di hadits-hadits itu adalah kemiskinan atas pilihan. Bahkan Rasulullah mengatakan bahwa semua nabi-nabi itu sebagian besarnya kaya. Tidak ada lagi nabi yang diutus setelah nabi Syu’aib AS melainkan pasti dia berasal dari keluarga kaya dari kaumnya.

Rasulullah telah magang dalam bisnis untuk mencari penghasilan pada usia 8 tahun. Umur 12 tahun beliau sudah pulang pergi ke luar negeri ikut dalam bisnis keluarga. Umur 15 sampai 19 tahun ikut dalam perang sehingga punya pengalaman militer. Umur 20 tahun Rasul sudah jadi
pengusaha, dan investornya adalah Khadijah. Waktu umur 25 tahun Rasul menikah dengan
investornya dengan mahar seratus ekor unta. Kira- kira 1 ekor unta adalah seharga Rp 20 juta, sehingga total maharnya adalah Rp 2 Milyar. Itu baru mahar, harta simpanan lainnya masih ada.

Ibnu Abid Duni menjelaskan beberapa alasan tentang mengapa kita semua diperintahkan menjadi kaya dalam Islam itu.

Alasan pertama, karena harta itu tulang punggung kehidupan. Jadi hidup kita tidak normal begitu kita tidak punya harta. Banyak hal baik saat ini maupun yang akan datang memerlukan persiapan. Ilmu manajemen keuangan keluarga itu baru jalan ketika kita mendapatkan penghasilan yang baik, sehingga bisa dibagi peruntukannya untuk ditabung, digunakan untuk membayar hutang, dan untuk kebutuhan harian hingga bulanan. Setelahnya baru untuk investasi. Belum lagi dana untuk kegiatan sosial, membantuk sanak saudara dan keluarga, serta lainnya.

Alasan kedua, peredaran kekayaan itu adalah indikator kesalehan atau keburukan masyarakat. Rasulullah SAW mengatakan “Sebaik- baik harta itu adalah uang yang beredar diantara orang-
orang shaleh”. Apabila uang itu beredar lebih banyak ditangan orang- orang jahat maka itu indikasi bahwa masyarakat itu rusak. Apabila uang itu beredar di tangan orang-orang shaleh maka itu indikasi bahwa masyarakat itu sehat. Problem masyarakat negeri ini adalah karena orang-orang shalihnya sebagaian besar tak terlalu baik penguasaan hartanya, sehingga harta yang harusnya optimal untuk kebaikan dan kesejahteraan masyarakat itu dipegang orang-orang tak amanah dan bukan berorientasi dakwah.

Alasan ketiga, terlalu banyak perintah syariah yang hanya bisa dilaksanakan dengan harta yang cukup. Dari 5 rukun Islam, Zakat dan Haji harus menggunakan uang. Jihad juga menggunakan uang, dan Rasul mengatakan “Siapa yang menyiapkan seorang bertempur maka dia juga dapat pahala perang”. Menyantuni anak yatim yang sangat mulia memerlukan kekuatan harta. Menyumbang atau mendirikan pondok pesantren penghafal Quran juga perlu harta. Membiayai para pendakwah keliling ke berbagai lokasi perlu harta. Mendirikan perpustakaan di lokasi yang rendah pendidikannya perlu harta. Menyumbang korban bencana alam yang kini makin sering terjadi perlu harta. Memperbaiki penampilan diri kita pun, yang artinya mencitrakan keindahan dan kewibawaan Islam juga perlu biaya

Wallahua'lam

Minggu, 18 Juli 2010

KONSUMSI BOLEH. HUTANG JANGAN.


Written by Endy Junaedy Kurniawan

“Butuh dana cepat dan tidak ribet? Kredit tanpa agunan 5 – 150 juta. Syarat ringan : KTP dan Slip Gaji. Hubungi saya di nomor x81xxxxxxxxxxx. Konsultan keuangan Anda dari Bank xxxx”

Apakah ada yang bernasib seperti saya ? Bombardir ‘ajakan utang’ ini luar biasa, mendatangi kita siang-malam. Jika Anda ke luar negeri selama 15 hari tanpa mematikan HP atau mengganti nomor, balik ke tanah air bisa jadi harus membayar setengah juta rupiah hanya untuk incoming SMS yang datang tanpa Anda mau, tanpa Anda bisa kendalikan.

Tak sampai 3 jam saya menulis artikel ini, SMS penawaran yang sama namun dari sumber berbeda, telah datang 2 kali.

Meskipun pihak bank sah-sah saja melakukan penawaran seperti ini, apakah situasi ini sehat?

Terlepas pula bahwa tarif SMS memang terus turun dan banyak berdiri perusahaan penyedia konten SMS Broadcast sehingga cara ini jadi pilihan utama bank untuk menjajakan pinjaman saat ini, apakah pertahanan iman inidividu untuk tidak berhutang tak kan goyah dengan ‘godaan’ ini ?

Berbeda dengan individu seperti kita ini atau organisasi non-bank, bank tidak mendapatkan untung dari dana parkir yang nasabah tabung atau depositokan di dalamnya. Selain mendapatkan untung dari fee yang harus kita bayar sebagai biaya administrasi simpanan, kita juga harus memahami bahwa bank mendapatkan untung dari selisih uang masuk dan uang yang dikeluarkannya. Sehingga di situasi krisis dimana iklim bisnis atau investasi tak menarik dan masyarakat cenderung menabung, bank kebanjiran dana dan ini bisa berarti negatif. Untuk itu bunga diturunkan untuk ‘mengusir’ pergi dana masyarakat. Atau, mengguyur masyarakat dengan berbagai tawaran kredit, ini artinya kesempatan bank untuk mencari ‘selisih’ bunga simpanan dan bunga pinjaman.

Itu bicara motif pinjaman.

Lalu seberapa mampu kita bertahan dengan godaan hutang dalam bentuk SMS, email, brosur dan telpon itu?

Kita akan kaitkan ini dengan tulisan terbaru (Ahad, 18 Juli 2010) pak Iqbal Muhaimin di www.geraidinar.com yang berjudul Kurangi Konsumsi, Tingkatkan Investasi, Produksi dan Partisipasi.

Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar adalah modal yang harus kita syukuri. Karena jumlah penduduk yang sangat besar ini, tahun lalu ketika ekonomi negara-negara maju tumbang gara-gara krisis, negara-negara gemuk seperti Cina, India dan Indonesia menikmati hal sebaliknya. Jumlah penduduk yang besar terus membuat bergerak perekenomian, terutama karena konsumsi. Indonesia tanpa ‘ngapa-ngapain’ tahun lalu pun, pertumbuhan ekonominya positif.

Masih saya kutip dari artikel pak Iqbal : Dalam wawancara dengan kantor berita Antara pekan lalu (9/07/2010) Menteri Keuangan kita menyatakan bahwa kegiatan konsumsi merupakan penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia semester pertama tahun ini, "Tentu yang paling besar adalah dari konsumsi, dan itu masih terus dominan menggerakkan pertumbuhan kita," katanya. Situasi ini tidak berubah dari tahun sebelumnya dimana pertumbuhan ekonomi kita juga didorong oleh konsumsi.

Baik. Tingkat konsumsi masyarakat kita boleh jadi juga harus kita syukuri. Dengan konsumsi seperti ini, produksi menemukan pasarnya sehingga terus tumbuh. Ekonomi bergerak. Tapi tak cukup dengan konsumsi. Cina dan India adalah dua negara dengan pertumbuhan produksi dan konsumsi sama baiknya. Produksi tumbuh, pasar domestiknya besar. Fundamental ekonomi mereka bangun dengan kecepatan fantastis, tak menunggu waktu lama, bahkan saat ini, mereka telah menjadi pemain utama ekonomi dunia.

Sementara Indonesia saat ini harus rela jadi target pasar. Kita menjadi konsumen untuk produk yang belum tentu milik bangsa Indonesia sendiri. Investasi dan produk asing begitu deras masuk, diserap masyarakat kita yang ratusan juta jumlahnya.

Di tingkat pribadi, kita harus makin waspada. Dengan segala kemudahan berbelanja yang produsen ciptakan, ditambah bank dan lembaga keuangan menjajakan godaan manisnya berhutang, jangan sampai kita terperosok. Disiplin diri untuk mengendalikan pengeluaran adalah kuncinya. Jika harus mengeluarkan uang untuk konsumsi, boleh tapi tak berhutang. Agar tak berhutang, kendalikan nafsu dan sederhanakan kebutuhan. Atau, tambah penghasilan dengan bekerja lebih keras, investasi, usaha sampingan ditambah sedekah.

Di masyarakat, kita lihat orang berutang karena memang ia tidak memiliki apa-apa lagi untuk bertahan hidup. Tapi tidak sedikit yang berutang hanya karena ingin memenuhi gaya hidup yang sebetulnya tidak ia perlukan. Hanya sedikit orang berutang untuk keperluan investasi atau tujuan produktif. Jadi kalo bisanya hanya ngutang, jangan konsumtif. Atau kalau mau konsumtif, jangan mendapatkan dananya dari hutang.

Tak perlu ikut-ikutan ‘demen’ ngutang sebagaimana negeri kita. Tahun lalu utang Indonesia sekitar Rp 1.320 Trilyun. Kalau dibagi rata, masing-masing kepala kebagian utang sekitar Rp 5,280,000.

Untuk menguatkan, di ujung tulisan ini ada 2 hal yang bisa kita gunakan sebagai pijakan :
- Muslim didorong tak berhutang, karena selain menghancurkan harga diri dan melemahkan ibadah, belitan hutang adalah pintu menuju kemiskinan. Bahkan dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya seseorang mati syahid di jalan Allah lalu dihidupkan, lalu terbunuh dan dihidupkan lagi, lalu mati syahid dan ia masih punya hutang, maka ia tidak akan masuk surga hingga dilunasi hutangnya.”

Rasulullah SAW mengajarkan doa harian agar kita terhindari dari kemiskinan dan hutang, yang berbunyi : “Allahumma inni 'audzubika minal hammi wal hazan, wa a'udzubika minal ajsi wal kasal, wa a'udzubika minal jubni wal bughl, wa a'udzubika min gholabatiddaini wa kohrirrijal” (Ya Allah aku berlindung kepada Mu dari rasa gelisah dan sedih dan aku berlindung kepada Mu dari rasa lemah dan malas dan aku berlindung kepada Mu dari sifat pengecut dan kikir dan aku berlindung kepada Mu dari belitan hutang dan penindasan orang)

- Melangkah menjadi investor, dan pelaku ekonomi yang membawa kebaikan. Muslim telah diajarkan berpandangan jauh ke depan dari awal. Janji tentang surga dan ancaman neraka adalah prinsip investasi yang sesungguhnya. Apa yang kita tanam dengan baik berupa amal dalam bentuk keringat maupun harta sekarang, dijanjikan balasan baik pula nantinya. Bahkan berlipat-lipat.
Dalam tataran pribadi, umat mana yang lebih VISIONER dibanding kita umat Muslim? Yang melakukan suatu amal saat ini dengan berharap ganjaran yang tidak dilihatnya – namun diyakininya yaitu surga dan neraka.

Wallahua’lam