Salma Dinar adalah distributor Dinar, Dirham dan Emas batangan produksi ANTAM. Hubungi kami & SentraDinar untuk mengikuti PROGRAM KHUSUS CICIL DINAR & EMAS BATANGAN - FLAT RATE, KERJASAMA DENGAN BANK SYARIAH MANDIRI
GOLD PRICE IS IN YOUR HAND!!
Unduh gratis aplikasi pemantau harga emas kami, untuk pengguna BlackBerry klik http://www.salmadinar.com/ota dan pengguna Android klik http://www.salmadinar.com/android langsung dari device Anda
24hr Gold Dinar Chart
Sabtu, 28 Agustus 2010
SELESAIKAN HUTANG JANGKA PANJANG ANDA DENGAN DINAR
Written by Endy Junaedy Kurniawan
Karena orientasi simpanan Dinar dan emas pada umumnya jangka panjang, maka jelas ia bisa menjadi solusi keuangan yang sifatnya jangka panjang pula. Misalnya hutang jangka panjang, apalagi diatas 5 tahun. Atau simpanan dana pensiun. Atau haji. Makin panjang durasinya, makin jelas manfaatnya.
Beberapa tulisan ke depan, saya insha Allah akan share solusi-solusi Dinar yang praktikal.
Bahwa Dinar memang kita persiapkan untuk kembali membawa solusi sebagai alat tukar, intrinsiknya yang berupa emas dengan tabiatnya yang terus tumbuh jika dinilai dengan uang kertas itu, bisa kita ambil manfaatnya untuk menyelesaikan persoalan-persoalan keuangan keluarga.
Dalam pembahasan tentang hutang jangka panjang, kita ketahui yang dapat dikategorikan hutang jangka panjang adalah misalnya KPR (Kredit Pemilikan Rumah) atau Kredit Usaha dan beberapa Kredit Multi Guna. Kredit seperti ini biasanya rendah bunga / bagi hasilnya, atau ringan cicilannya.
Namun sebagaimana hutang lainnya, meski cicilannya bisa jadi tak terlalu menyiksa, kita perlu segera melunasinya jika memungkinkan. Selain ancaman di kubur dan akhirat bagi orang yang berhutang (tanpa keturunan kita bisa melunasinya), kita juga ingin membebaskan pikiran dari berbagai beban hutang agar menjalani kehidupan dengan lebih tenang.
Selain itu, gaya hidup berhutang harus kita tinggalkan. Jika melihat sejarah, iming-iming kemudahan berhutang (padahal dengan kerepotan di belakang hari) sudah ditawarkan para bankir Yahudi pada jaman Dinasti Abassiyah kepada para pejabat negara. Sebaiknya kita tak lestarikan lagi kebiasaan ini.
Sekarang, mengapa tak coba biarkan Dinar yang ‘bekerja’ melunasi hutang jangka panjang Anda ?
Mari ambil ilustrasi.
Kita memiliki hutang sebesar Rp 50.000.000 dengan cicilan Rp 700.000 per bulan (Rp 8,4 jt per tahun), jatuh tempo 10 tahun. Dalam kasus ini kita bisa dengan ringan menunaikan cicilan selama 2 tahun. Ketika masuk tahun ketiga, Allah karuniakan rizki lebih sehingga kita bisa memiliki spare penghasilan sebesar Rp 500 ribu ekstra untuk membayar hutang. Apa yang sebaiknya dilakukan dengan Rp 500 ribu ini? Memutuskan untuk memperbesar cicilan menjadi Rp 1 juta? Sebaiknya tidak.
Kita akan coba alihkan kelebihan itu dalam bentuk Dinar. Selain untuk menutup hutang, kita akan lihat bahwa Dinar itu juga akan menjadi investasi yang bermanfaat untuk simpanan dan mengembangkan asset.
Selama 3 bulan, Rp 500 ribu itu akan bisa dikonversikan ke dalam Dinar (asumsi Dinar saat ini sekitar Rp 1,5 juta), sehingga dalam setahun kita akan dapatkan 4 keping Dinar.
Pada tahun berikutnya, harga Dinar naik hingga mungkin dengan dana yang sama kita hanya bisa dapatkan 3 keping Dinar. Demikian juga pada tahun berikutnya.
Total pada tahun ke tiga menabung dalam bentuk Dinar, kita telah memiliki 10 keping (4 di tahun pertama, 3 di tahun kedua, 3 di tahun ke tiga). Pada 3 tahun mendatang, 10 keping itu telah senilai lebih dari Rp 20 juta. Sementara saat ini, 10 keping itu hanya senilai 15 juta.
Selama 3 tahun itu pula (atau pada tahun ke-5 hutang berjalan), kita tetap melakukan cicilan bulanan senilai Rp 700.000, sehingga pada saat kita memiliki Dinar senilai Rp 20 juta, pokok hutang kita tinggal Rp 29 juta.
Dengan 10 keping Dinar di tangan (yang didapat pada tahun ke-5) dan melihat pertumbuhan nilai historis sebesar 25% per tahun, maka pada tahun ke-7 (3 tahun sebelum jatuh tempo) Dinar kita telah insha Allah mampu mencukupi untuk membayar sisa pokok hutang.
Antara tahun ke 5 s.d ke 7 itu, kita tetap menambah jumlah Dinar untuk keperluan investasi, bukan untuk membayar hutang.
Sehingga tepat ketika hutang jangka panjang kita lunas lebih cepat dari seharusnya (3 th sebelum jatuh tempo), di saat yang sama kita juga memiliki simpanan Dinar emas sebagai investasi. Atau jika ingin lunasi lebih cepat, bisa jadi pada tahun ke enam kita alokasikan seluruh simpanan Dinar emas untuk melunasi hutang. Sehingga pada tahun berikutnya Anda bisa benar-benar leluasa untuk berinvestasi, karena terbebas dari hutang.
Wallahua’lam
Sabtu, 14 Agustus 2010
REDENOMINASI DINAR ?
Ketika isyu redenominasi Rupiah ramai diperbincangkan sekitar 3 pekan lalu, dalam chit-chat di sebuah group yang saya moderasi, muncul pertanyaan “Jika redenominasi terjadi, bagaimana dengan harga Dinar?”. Saya jawab “Ya jadi Rp 1.500 dong…kan sekarang nilai Dinar Rp 1,5 jutaan”.
Terdiam lama…lalu muncul pertanyaan lagi, lebih untuk mengkonfirmasi “Nilai Dinar gimana ?”. Saya jawab “Ya tetap seperti sediakala. Redenominasi itu memotong angka nol 10 sekalipun, nilai Dinar tetap sama. Tetap bisa membeli dan ditukar komoditas apapun.” Alhamdulillah leganya.
Kemarin, rekan saya yang ikut arisan Dinar berteriak “Ayo lanjutkan arisan Dinarnya ! Dinar gak kena redenominasi. Dulu, sekarang hingga kapanpun, 1 Dinar tetap 1 Dinar, gak akan jadi 0,001 Dinar !!”.
Terpicu semangat rekan saya itu akhirnya saya berbagi tulisan ini. Tulisan ini sudah lama dibuat namun belum pernah saya keluarkan karena belum ketemu konteks yang pas. Pekan lalu saya tak lahirkan tulisan, mohon maaf karena sedang pulang kampung pra-ramadhan. Ketika lebaran nanti saya insya Allah tak mudik, karena tak ingin ikut-ikutan “metoo-ism” sebagaimana tulisan saya sebelumnya “Ramadhan, Investasi dan Metoo-ism”. Bagi yang belum kebagian silakan ke Discussion Board group ini, atau ke www.salmadinar.com.
Oke, kembali ke topik.
HARGA dan NILAI ? Dua hal yang samasekali berbeda.
Dalam ilmu tentang uang, kita diajarkan pemisahan-pemisahan definisi yang membingungkan.
Tidak sekedar membingungkan secara makna, tapi juga membuat banyak perbedaan pada tataran prakteknya.
Sebut misalnya nilai intrinsik dan nilai ekstrinsik.
Nilai intrinsik uang adalah nilai kandungan material bahan pembuat uang.
Misalkan uang logam, atau uang kertas. Yang dimaksud nilai intrinsik dalam uang logam adalah nilai kandungan logamnya. Atau dalam uang kertas, nilai intrinsik adalah nilai kertas pembuat uang itu.
Sementara nilai ekstrinsik uang adalah stempel nominal yang menempel di badan mata uang tersebut.
Dalam mata uang Singapore Dollar, misalnya 1 cent, 5 cent, 10 dan 50 cent, untuk uang logamnya. Dalam uang kertas Rupiah, ada Rp 1.000 hingga Rp 100.000.
Demikian juga, kita tahu terdapat definisi yang sangat berbeda antara nilai ekstrinsik (nominal) uang dengan purchasing power (daya beli)-nya.
Nominal, atau nilai ekstrinsik, adalah stempel angka sebagaimana disebut di atas.
Sedangkan daya beli adalah kemampuan tukarnya terhadap komoditas lain.
Dinar yang terbuat dari emas, nominalnya adalah sama dengan purchasing powernya.
Purchasing power dilihat dari kemampuan belinya terhadap komoditas lainnya. Contoh gampang : daya beli terhadap minyak bumi, atau kebutuhan pokok.
Nilai emas dan komoditas lainnya selalu naik dan turun beriring. Artinya emas menjadi penakar yang seimbang nilai komoditas yang lain. Grafik berikut menunjukkan perbandingan harga emas dibandingkan dengan harga komoditas jagung, katun, biji coklat, karet, wool, minyak zaitun, minyak kedelai, mentega, dan lainnya.
Sementara uang kertas terus melemah. Perhatikan grafik nilai USD dibandingkan harga minyak dunia, yang justru pergerakannya berlawanan. Nilai USD tak mencerminkan fungsinya sebagai penakar dan nilai tukar.
Itu sebabnya Iran dan Venezuela beberapa tahun terakhir gencar mengkampanyekan agar minyak bumi tak dipatok dengan USD lagi, tapi dengan emas yang stabil dan seimbang serta lebih diakui nilainya di seluruh dunia.
Tak hanya terhadap minyak bumi, uang kertas juga terus melemah terhadap komoditas lainnya. Cek pengalaman pribadi kita untuk mudahnya.
Uang 10.000 rupiah pada Agustus 2009 bisa membeli 1 kg gula pasir lokal.
Uang yang sama, lima tahun lagi (tahun 2014) besar kemungkinan hanya mampu membeli tak sampai 0,5 kg komoditas yang sama.
Tarik mundur juga : uang Rp 192.000 tahun 1992 bisa membeli 4,25 gram emas dalam bentuk Dinar. Sekarang, perlu uang 7 kali lipat daripada itu untuk mendapatkan jumlah emas yang sama.
**
Hakikat uang dalam pemahaman Islam, adalah sama antara nilai intrinsik dengan nilai ekstrinsiknya. Ini yang disebut mata uang yang 'adil' yang diwakili Dinar dan Dirham.
Angka 1 pada Dinar adalah simplifikasi unit account. Kandungannya tetap sama yakni emas 22 Karat seberat 4,25 gram. Uang harus gagah dilihat dari penampilannya, tapi harus gagah membeli apapun. Itulah Dinar Emas dan Dirham Perak.
Bandingkan dengan US Dollar yang value kertasnya yang terdiri dari bahan baku dan biaya cetaknya hanya 4 cents, sedangkan nilai ekstrinsiknya bisa berapapun tergantung kebijakan pembuat uang.
Biaya 4 cents dengan stempel ekstrinsik USD 1 hingga USD 100, membuat uang kertas bernilai kosong.
Itulah sebuah industri yang paling menguntungkan di muka bumi, ketika kertas yang hampa dipaksakan untuk digunakan membeli aset riil seperti ladang minyak, tambang emas dan lahan kelapa sawit.
Dan sesungguhnya uang kertas yang dikenal dengan istilah FIAT MONEY, fiat sendiri berasal dari kosakata Latin yang berarti "let it be done". Fiat money artinya mata uang yang "suka-suka".
Di Wikipedia dan investorwords.com kita temukan ciri-ciri uang fiat adalah :
- ditetapkan oleh pemerintah setempat sebagai alat tukar
- nilai tidak tetap, dan tidak di-backup komoditas lain seperti emas
- nilai intrinsiknya nol atau hampir nol
Wallahua'lam
Minggu, 01 Agustus 2010
RAMADHAN, INVESTASI DAN “METOO”-ISM
Written by : Endy Junaedy Kurniawan
Menjelang dan saat Ramadhan, berbagai ritual tahunan dilakukan masyarakat. Tak semuanya sesuai yang dicontohkan, beberapa diantaranya malah bertentangan dengan makna dan nilai esensial yang diajarkan dalam Ramadhan sendiri. Jujur saja, sebagian dari kita mungkin bagian dari pelakunya.
Aktivitas itu sering terlalu banyak menyita energi sehingga kita terlalaikan dari aktivitas-aktivitas yang dianjurkan untuk meraih derajat taqwa yang sejatinya adalah outcome bulan Ramadhan. Sementara kita dituntut bersiap, dan melakukan banyak ibadah selama Ramadhan, fokus kita terbelah.
Biasanya menjelang Ramadhan seperti sekarang ini acara makan bersama kerap diadakan. Alasannya “sebulan penuh nanti tak ada makan bersama”, padahal sepanjang Ramadhan undangan buka bersama biasanya datang bertubi-tubi. Lagipula, menuju Ramadhan bukankah sebaiknya mengurangi makan agar tubuh lebih terkondisi berlapar-lapar nanti.
Selama Ramadhan pengeluaran juga berlipat 1,5 - 2 kali lipat biasanya, untuk mendanai makan mewah saat sahur, terlebih saat berbuka. Sementara contoh yang Rasulullah SAW pertunjukkan adalah mengurangi makan. Hadits yang menunjukkan bahwa beliau “berbuka dengan tiga butir kurma” itu satu-satunya referensi kita untuk tahu bagaimana beliau ketika berbuka. Tidak ada yang lain. Betapa sederhananya. Beliau sebetulnya bisa makan apa saja, tapi selama Ramadhan menyengaja menguranginya. He did it by choice. Tiga butir kurma tanpa tambahan kolak, nasi dan gulai plus buah dan es campur seperti kita biasanya.
Makin dekat lebaran, kita habiskan berjam-jam di pusat pertokoan untuk membeli baju baru dan kebutuhan pokok untuk sebuah pesta di awal Syawal. Sementara yang dianjurkan adalah membeli segala keperluan justru sebelum Ramadhan tiba. Selain harga tak sedang naik dan menghilangkan nafsu belanja yang impulsif, bukankah saat-saat selama Ramadhan adalah waktu yang sangat berharga untuk segala jenis ibadah, sehingga rugi jika harus mensia-siakannya ? Makin dekat lebaran, makin tak boleh tersia-sia.
Rencana mudik juga telah disusun jauh hari, persiapan rute, bekal harta, rencana penginapan dan lokasi tujuan wisata sebagai ikutan. Antara malam ke-23 hingga malam takbir, jutaan manusia terkatung-katung dalam kemacetan arus mudik, tercecer di terminal dan pelabuhan dalam antrian panjang, justru di malam-malam akhir Ramadhan yang tinggi nilainya. Padahal alasan utama untuk mudik dan bermaafan dengan orang tua dan sanak saudara di kampung halaman cukup digantikan waktunya di awal Ramadhan. Sunnah memasuki Ramadhan adalah melunturkan dosa, diantaranya dengan bermaafan dengan sesama, sehingga masuk Ramadhan kita dalam hati bersih suci. Di akhir Ramadhan, cukuplah energi dan perhatian kita untuk beri’tikaf dan meraih lailatul qadar.
Seandainya kita coba belajar untuk melihat contoh generasi awal Islam dan luangkan waktu untuk kuasai ilmunya, maka kita tak akan sekedar ikut-ikutan menjalani ritual. Setiap waktu menyediakan amal terbaiknya, afdholu ‘amal. Silaturahim baik, berpesta dan menjamu keluarga juga sah-sah saja, namun dalam waktu dan tempat yang sesuai untuknya. Demikian juga saat Ramadhan ada amal terbaik yang Allah pilih dan tetapkan.
Isme ikut-ikutan, atau "metoo"-ism, juga terjadi dalam investasi. Ketika Dinar emas mencapai harga tertingginya November - Desember 2009 lalu, ketika itu permintaan dalam negeri meningkat tinggi. Semua orang berbondong-bondong masuk ke emas, tak mau ketinggalan. Padahal ‘driver’ melonjaknya harga emas ada di Amerika dan Eropa. Kami mencatat permintaan Dinar saat itu tertinggi semenjak 2007.
Sebaliknya, saat ini, ketika harga Dinar emas ada di titik terendahnya, semua orang terdiam membisu dan menunggu.
Padahal jika kita kuasai dengan baik ilmu dan tabiat emas, maka kita bisa ambil benang merahnya :
1. Trend tahunan harga Dinar naik (jika dinilai dengan uang kertas) minimal 25% per tahun, meski dalam jangka waktu pendek bisa naik-turun, dan
2. Investasi terbaik adalah ketika permintaan sedang rendah yang artinya harga emas sedang turun.
Maka justru saat inilah waktu yang tepat kita berinvestasi. Meski, justru karena return yang stabil 25% itu, maka secara umum tak ada kata tepat maupun salah saat berinvestasi dalam Dinar emas. Karena nilai investasi kita tetap bertumbuh dalam jangka panjang, dan tak ada kata rugi.
Metoo-ism adalah berpikir sebagaimana orang lain berpikir. Anti metoo-ism adalah berpikir berlawanan, dengan menguasai knowledge-nya. Menjadi unik dan idealis itu perlu dalam mengambil keputusan asalkan dalam koridor kebaikan dan kebenaran. Landasan setiap tindakan kita adalah ilmu, yang didapat dari pembelajaran dan kisah terdahulu yang bisa jadi teladan.
Dalam kaitan Ramadhan, penguasaan akan ilmu akan membuat kita melakukan hal yang tak pada umumnya orang lakukan, sehingga kita bisa jalani Ramadhan lebih optimal, lebih bisa mencapai target ibadah, lebih bisa mengelola harta agar barakah. Ruhiyah terjadi peningkatan, alokasi berlebih untuk konsumsi bisa dialokasikan untuk shadaqoh, infaq dan ifthar, tekun ketika malam-malam akhir, akan membuat kita lebih dekat ke pencapaian taqwa.
Dalam kaitan investasi, kita bisa lebih arif mengambil keputusan. Di saat orang meninggalkan emas, justru kita masuk berinvestasi. Selain itu, bagi yang telah berinvestasi dalam Dinar emas, bisa ‘tenang’ karena tahu bahwa turunnya harga adalah riak-riak kecil dan terjadi sementara.
Wallahua’lam
Langganan:
Postingan (Atom)