GOLD PRICE IS IN YOUR HAND!!

Unduh gratis aplikasi pemantau harga emas kami, untuk pengguna BlackBerry klik http://www.salmadinar.com/ota dan pengguna Android klik http://www.salmadinar.com/android langsung dari device Anda

24hr Gold Dinar Chart

24hr Gold Dinar Chart

Senin, 12 April 2010

APAKAH ANDA PENABUNG YANG RASIONAL ?


Tak ada satupun definisi ‘kecerdasan’ dalam Islam yang merujuk semata kepada kecerdasan intelektual. Al Quran menamakan ‘ULIL ALBAB’ adalah mereka yang memiliki gabungan antara kecerdasan intelejensia (kuat rasionya), kecerdasan emosional (seimbang kepribadiannya) dan kecerdasan spiritual (benar agamanya). Ini jelas menunjukkan bahwa yang dimaksud ULIL ALBAB adalah manusia yang menggunakan dengan baik potensi akalnya.

Ada sekitar belasan karakteristik ULIL ALBAB yang dijelaskan dalam Quran. Kami akan mencuplik sebagian yang ada hubungannya dengan perencanaan keuangan, diantaranya :
1. Mempersiapkan bekal atau memikirkan kehidupannya di dunia. Serta memanfaatkan semua potensi yang saat ini dimilikinya untuk menyiapkan kemungkinan buruk yang mungkin menimpanya di masa depan (Al-Baqarah : 297)
2. Mengamati dan menganalisa potensi alam serta memaksimalkannya untuk kepentingan diri sendiri pada khususnya dan manusia pada umumnya. (Ali Imran : 190 – 191)
3. Lebih memilih kebaikan daripada keburukan meskipun keburukan itu menarik hati. (Al-Maidah : 100)
4. Mau belajar dari kisah-kisah orang terdahulu. Baik pelajaran yang membawa kebaikan maupun pelajaran yang membawa keburukan. (Yusuf : 111)
5. Menjalin silaturrahim, menjalin hubungan dengan orang lain. (Al-Baqarah : 269)
6. Memberikan manfaat bagi orang lain, serta menolak kejahatan dengan cara yang baik. (Ar-Ra’du : 22)
Sebuah hadits juga menerangkan bahwa orang yang cerdas yang dimaksud Rasulullah SAW adalah bukan yang pandai dengan intelektualitas tinggi sebagaimana yang sering kita jadikan penakar kapasitas seseorang saat ini. Hadits menjelaskan sebagai berikut :
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengabarkan, “Aku sedang duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala datang seorang lelaki dari kalangan Anshar. Ia mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, mukmin manakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.’

‘Mukmin manakah yang PALING CERDAS?’, tanya lelaki itu lagi. Beliau menjawab:
“Orang yang paling banyak MENGINGAT MATI dan paling baik PERSIAPANNYA untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.”

Mari kita bawa isyu ini ke situasi kini, dimana tudingan “emosional” atau “tidak rasional” sering diarahkan kepada para pengguna jasa keuangan syariah. Mereka yang mengatakan ini biasanya mengambil pandangan sekuler sebagai dasar. Siapa saja yang menabung atau berinvestasi dengan imbal hasil / return tinggi disebutnya rasional, karena menganggap orang ini sedang mempertaruhkan uangnya pada jenis kegiatan investasi atau menabung yang memiliki kepastian tingkat hasil. Sementara siapa saja yang bertransaksi syariah, dengan benefit sedang (namun sustainable dalam jangka panjang), dianggap emosional.

Contohnya ketika seorang nasabah yang tadinya menabung di bank Islam mendapat informasi bahwa ada tingkat bunga yang tinggi di bank konvensional (bank riba), lalu karena merasa lebih menguntungkan nasabah ini memindahkan ke dananya dari bank Islam ke bank konvensional itu, maka nasabah ini akan dianggap rasional. Padahal jika dicermati, nasabah ini sesungguhnya emosional, karena mempertimbangkan kepentingan jangka sangat pendek. Seseorang yang mengambil keputusan, apapun itu, karena tekanan situasi mendadak dan bersifat jangka pendek, adalah orang seorang yang emosional. Emosional adalah orang yang mudah berbolak-balik jiwanya.

Itu jelas bertentangan dengan kriteria rasional seperti diuraikan di Al-Quran maupun hadits, dimana dalam rasionalitas terdapat aspek visi jangka panjang, yakin dalam kebenaran dan menghindari keburukan, keyakinan akan ada balasan untuk setiap kebaikan maupun keburukan, aspek manfaat dari setiap keputusan, serta menggunakan potensi dalam bingkai ketaatan kepada Allah SWT.

Jadi apa yang disangka RASIONAL, sebetulnya EMOSIONAL. Dan sebaliknya.

Pembolak-balikan stempel yang diberikan oleh orang yang tidak menyukai Islam ini sering terjadi, bahkan dikisahkan dalam ayat ke-13 surat Al-Baqarah (dalam kasus ini orang munafik) membalikkan fakta bahwa orang-orang beriman adalah orang yang bodoh jadi orang beriman itu tak layak diikuti (keimanannya). Namun Allah membalasnya dengan menyatakan “…sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak mengetahui…”

Jika parameter kecerdasan ini kemudian diperluas untuk mengkaji dan membandingkan tabungan dalam uang kertas (dalam mata uang apapun) dengan tabungan dalam bentuk Dinar emas, kita akan sampai pada kesimpulan bahwa yang paling rasional adalah menyimpan dan berinvestasi dalam Dinar emas.

Bagaimana hal ini dijelaskan ?

Kita harus pahami terlebih dahulu bahwa tabungan yang kita bahas disini adalah bagian dari membangun ketahanan ekonomi rumah tangga kita di masa datang dalam rangka bersiap menghadapi situasi ketidakpastian sebagaimana dicontohkan dalam surat Yusuf 43 - 48, misalnya untuk :
- menunaikan ibadah haji (utk diri, pasangan, kerabat, atau orang tua),
- membiayai sekolah anak-anak di tingkat universitas,
- menyiapkan dana jihad (misalnya : pembangunan kampus penghapal Quran),
- penyiapan wakaf tunai atau wakaf tanah untuk perpustakaan Islam,
- tabungan hari tua saat pensiun,
- simpanan untuk keadaan darurat orang tua kita

Menabung dengan cara tradisional, yaitu dengan menitipkan sejumlah uang ke bank, ternyata terbukti mengandung banyak kerugian. Sistem dan aturan main tabungan bank menggerogoti nilai tabungan kita. Setelah krisis moneter 1998, bank-bank negeri ini menggeser penghasilan utamanya ke fee based income. Selain penghasilan dari bunga kredit, bank memaksimalkan pendapatan dari pengelolaan rekening, serta jasa transfer yang bisa dikutip langsung dari nasabah. Pada saldo tertentu, tabungan kita di bank tidak menghasilkan apa-apa. Bagi hasilnya nol. Jika kita menyimpan Rp 900 ribu di bank (dimana saldo dibawah Rp 1 juta bunganya nol) saat ini, lalu kita diamkan, maka 7,5 tahun ke depan uang kita akan menjadi nol dimakan biaya administrasi tabungan dan ATM.
Jika disimpan dalam deposito, mungkin lebih menjanjikan bunga / bagi hasilnya. Tapi deposito membuat uang kita terikat tidak bisa dipakai setiap saat.

Selain tergerus karena biaya-biaya diatas, bunga / bagi hasil tabungan dan deposito tak mampu mengejar laju inflasi. Sekali lagi kita harus menanggung akibatnya, dirampok diam-diam tanpa kita sadari oleh inflasi. Maksimal bunga deposito adalah 8%, sementara tabungan di bawahnya, harus melawan inflasi hingga 12% per tahunnya. Kompetisi yang tak adil.

Bandingkan dengan emas yang memberikan tingkat hasil hingga 27% rata-rata per tahun, dengan minimal 20%. Seandainya Rp 900 ribu yang ditabung sebagaimana contoh diatas digunakan untuk membeli sekeping Dinar pada pertengahan tahun 2007 (harga sekeping Dinar saat itu), maka nilainya saat ini telah menjadi Rp 1,4 juta (atau naik nilainya dalam rupiah sebesar lebih dari 50%).

Makin lama masa investasi makin baik keuntungan yang bisa didapatkan dari tabungan emas. Dan tingkat hasil emas per tahun telah jauh melebihi laju inflasi. Khusus tentang Dinar, nilainya sesungguhnya “TETAP”, semenjak 1400 tahun lalu dipergunakan, satu keping Dinar selalu senilai (atau sanggup membeli) seekor kambing. Setiap tahun harganya makin tinggi karena nilai rupiah dan dollar serta mata uang lainnya terus terdepresiasi, makin loyo dan tak berharga.

Negara kita rawan krisis. Demikian pula negara manapun yang dibilang adidaya dan pemimpin dunia industry. Dunia saat ini telah dimangsa system ekonomi yang dibuatnya sendiri. Dalam sepuluh tahun, biasanya terjadi krisis skala besar, perlambatan pertumbuhan ekonomi, banyaknya pengangguran, kurs valas amburadul. Setiap lima tahun, terjadi krisis lebih kecil. Dalam setiap krisis, ada yang dimangsa, ada yang pesta pora. Dan negara seperti Indonesia tak pernah kebagian senangnya, yang terjadi kita selalu di posisi menderita.
Karena itu, asset dan jerih payah kita harus dilindungi.

Dengan berbagai fakta diatas, Anda tentu bisa menilai mana yang lebih rasional : menyimpan dalam tabungan uang kertas atau menyelamatkan asset dalam Dinar emas ?

Selain berbagai keuntungan ekonomis, penggunaan Dinar juga bermakna ukhrawi, karena Dinar adalah mata uang Islam. Penggunaan dan sosialisasinya bermakna syiar.

Allahua'lam

Sumber :
*) Cerdas Investasi Emas, William Tanuwidjaja, MedPress, Yogyakarta, 2009
*) http://kholimi-id.blogspot.com/2010/03/ciri-orang-cerdas.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comment