Salma Dinar adalah distributor Dinar, Dirham dan Emas batangan produksi ANTAM. Hubungi kami & SentraDinar untuk mengikuti PROGRAM KHUSUS CICIL DINAR & EMAS BATANGAN - FLAT RATE, KERJASAMA DENGAN BANK SYARIAH MANDIRI
GOLD PRICE IS IN YOUR HAND!!
Unduh gratis aplikasi pemantau harga emas kami, untuk pengguna BlackBerry klik http://www.salmadinar.com/ota dan pengguna Android klik http://www.salmadinar.com/android langsung dari device Anda
24hr Gold Dinar Chart
Jumat, 02 April 2010
Q & A : BUKANKAH MEMILIKI DINAR ITU SAMA DENGAN MENUMPUK HARTA ?
Q : Assalamualaikum. Pengen tanya dalam islam menimbun harta bukannya sesuatu kedzaliman ? Jika kita ingin menyimpan harta dalam bentuk dinar yang kita tahu harganya sangat menggiurkan, tapi kita telah membiarkan perekonomian terhenti karena uang yang kita timbun. Mohon diberikan penjelasan.
A : Wa'alaikumsalam. Menyimpan dengan menyisihkan sebagian harta yang kita peroleh adalah dianjurkan dalam Islam. Perencanaan finansial sendiri justru adalah bagian integral dari ajaran Islam, sebagaimana misalnya dijelaskan dalam Yusuf 43 – 48, yang garis besarnya menceritakan tentang raja yang bermimpi melihat “tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus; dan tuuh tangkai gandum yang hijau dan tujuh tangkai gandum lainnya yang kering” yang kemudia ditakwil oleh Nabi Yusuf AS berupa pesan “agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut), kemudian apa yang kamu tuai hendaklah dibiarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk dimakan. Setelah itu akan datang tujuh tahun yang sangat sulit, yang akan menghabiskan apa yang kalian simpan”.
Ayat diatas mengajarkan tentang perlunya menyisihkan sebagian harta sebagai upaya bersiap-siap menghadapi kondisi tak pasti. Dalam bahasa kita adalah menabung untuk masa depan.
Selain itu, dalam beberapa hadits, Islam mengajrkan pada kita bahwa perencanaan finansial terutama terkait dengan kewajiban untuk menafkahi diri sendiri, anak dan istri, serta kerabat. Seperti dalam hadits riwayat An-Nasa’i yang berbunyi “Utamakan dirimu sendiri, dan bersedekahlah atas dirimu”, dan Al-Baihaqi : “Setiap orang lebih berhak atas harta bendanya sendiri ketimbang orang tuanya, anaknya, dan manusia seluruhnya.”
Meski demikian, kita harus menyadari bahwa Islam juga memberi batasan-batasan yang jelas dalam mengelola harta, misalnya :
- Keyakinan bahwa harta yang diperoleh adalah kombinasi usahanya sebagai manusia dan pemberian Allah (Az-Zukhruf 32), sehingga agama menuntut harta kita untuk siap digunakan untuk kepentingan Islam di muka bumi (dalam bentuk amal harta seperti shadaqah, wakaf, dana jihad dan lainnya)
- Adanya hak orang lain dalam harta (Adz-Dzariyat 19)
- Harta tak boleh digunakan untuk belanja berlebihan dan hura-hura (Al-Ahqaaf 20)
Sehingga mengelola keuangan pada umumnya, dan menabung pada khususnya, adalah justru mulia, jika dibangun dengan kesadaran bahwa :
- Harta yang diberikan adalah amanah dari Allah, dan
- Harta adalah sarana untuk menggapai orientasi tertinggi kita yaitu surga
Dengan landasan itu, maka menabung kita akan diridloi Allah, misalnya diniatkan untuk :
- melunasi hutang jangka panjang,
- menunaikan ibadah haji (utk diri, pasangan, kerabat, atau orang tua),
- membiayai sekolah anak-anak di tingkat universitas,
- menyiapkan dana jihad (misalnya : pembangunan kampus penghapal Quran),
- penyiapan wakaf tunai atau wakaf tanah untuk perpustakaan Islam,
- tabungan hari tua saat pensiun, dll.
Dengan demikian, menabung dalam segala bentuknya akan baik. Baik dalam bentuk tabungan di bank, deposito, investasi di berbagai bentuk, emas batangan, ataupun Dinar. Jadi Dinar atau emas adalah hanya salah satu bentuk penyelamatan harta.
Terlebih dalam kehidupan modern yang kita jalani sekarang, dimana kesehatan kita tak selamanya baik, nilai uang terus turun, beban hidup makin tinggi (harga-harga naik, sumber daya makin langka), bencana yang sering terjadi, dan keinginan untuk memberikan manfaat kepada orang-orang terdekat sepeninggal kita, maka pengelolaan keuangan baik menjadi makin penting.
Pertanyaannya kemudian adalah apakah kita akan :
1. menabung dalam berbagai bentuk pilihan tabungan uang kertas yang nilainya terus tergerus inflasi (naiknya harga) dan depresiasi (melemahnya nilai tukar mata uang kita terhadap mata uang asing), atau
2. menabung dalam komoditas yang jelas dianjurkan dan disebut sebagai 'alat penakar yg adil' berupa emas dan perak.
Karena kemudian ada kaidah agar kita “menjaga harta yang telah dikumpulkannya dari berbagai resiko yang dihadapi” sebagaimana disebutkan dalam sebuah Hadits Riwayat Muslim, maka tentu saja kita akan memilih yang no (2) yaitu emas ataupun perak. Apalagi kemudian, selain kita menyimpan Dinar untuk membangun ketahanan ekonomi rumah tangga, juga dimaksudkan untuk mempersiapkan dinar sebagai alat tukar yang fitrah, untuk digunakan nanti ketika Islam makin tegak memakmurkan bumi. Alangkah bagusnya.
Kita malah bisa jatuh ke dalam kedzaliman jika menyimpan hasil jerih payah kita dalam bentuk uang kertas (contoh tabungan) yang sebetulnya menghancurkan ketahanan ekonomi kita.
Mengenai menumpuk harta, benar adanya bahwa ada kaidah yang melarang untuk menumpuk harta dan membiarkannya berputar di kalangan yang mampu saja (Al-Hasyr : 7), sehingga jika kita memiliki harta berlebih, boleh pula dialokasikan utk membiayai / memodali usaha di sektor riil yang produktif, dimana manfaatnya dirasakan langsung secara luas ke masyarakat.
Namun jika tak bisa, Islam juga telah menyiapkan mekanismenya, yaitu dipungutnya zakat. Setiap 20 Dinar yang tersimpan setahun, atau Dirham (perak) sebanyak 200 Dirham, maka kita wajib dipungut 2,5% nya untuk disalurkan ke masyarakat melalui lembaga amil zakat (LAZ) yang credible.
Jadi itulah indahnya, Islam membebaskan kita dengan berbagai pilihan pengelolaan harta, termasuk menyiapkan rambu-rambu untuk setiap pilihannya, juga menetapkan mekanisme aliran hartanya. Semuanya dibingkai dalam keagungan pengabdian pada Allah.
Allahua'lam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Comment